CHAPTER 7

15 2 1
                                    



Seminggu kemudian akan diadakan pemilihan anggota OSIS kelas 10, tentu Latte antusias akan hal ini. Namun ia masih ragu, perkataan mengenai Langit tidak menyukai OSIS membuat Latte tidak nyaman. Latte tahu ini aneh, walaupun Langit bilang tidak apa-apa tetapi Latte masih belum yakin. Bagaimana jika ia kehilangan Langit karena OSIS? Keyakinannya memang belum sepenuhnya terkumpul, tetapi apa salahnya mencoba?

"Guys, jadi disini gue mau ngumumin sesuatu nih. Bakal ada pemilihan anggota OSIS kelas 10, jadi setiap kelas ngirimin 2 orang untuk ikut. Gue sebagai ketua kelas udah otomatis ikut, dan gue butuh 1 anak lagi," jelas Dahrens sebagai ketua kelas.

"Ah ogah batt ge ikut gituan. Males! Ujung-ujungnya juga jadi babu!" kata Sevi sedikit membuat Latte panas.

"Halah bacot lu, Sev, mending jadi babu sekolah dapet pahala, dari pada lo jadi babu cowo lo. Yang mau ajah disuruh ini itu sama pacar lo itu!" ledek Rahsya yang membuat satu kelas tertawa. Memang Sevi bisa dibilang sangat bucin dengan pacarnya, satu kelas juga sudah tahu kelakuan cewek cabe yang satu itu.

"Woy anjir lo! Jomblo diem lo, bilang ajah iri bangke!" kata Sevi emosi.

"Nyi nyi nyi bicit!" kata Randi yang memang salah satu pembenci setia Sevi. Walaupun sebagian cowok tertarik dengan Sevi, tidak dengan Randi, rasanya ia malah jijik.

"Udah, gue nyalon, Rens," kata Latte tiba-tiba.

"Ok, berarti Latte yah. Fix."

Langit pun terkejut, ternyata Latte memang serius dengan ucapannya. Meski Langit agak berat hati, tugasnya adalah menerima apa pun yang kuda nilnya Haris inginkan. Mungkin sudah berganti, menjadi kopi manisnya Langit. Entahlah sejak kapan Langit merasa bahwa Latte adalah miliknya.

"Lo serius gitu, Latt?" tanya Langit yang memang masih tidak percaya, lebih tepatnya tidak terima.

"Ya, lagian gue udah janji sama Haris," jawab Latte yang membuat Langit memanas. Mungkin memang Haris masih terkunci rapat dalam setiap memori Lattte. Atau mungkin memorinya hanya dipenuhi Haris?

"Gue tekenin sekali lagi deh, Latt. Banyak yang benci tuh organisasi, bisa ajah lo kehilangan temen-temen lo," kata Langit yang sepertinya sangat tidak terima jika Latte mengambil keputusan itu.

"Kalau pun harus dijauhin temen gue siap, lagian niat gue bukan buat kejahatan. Termasuk dijauhin sama lo, gue juga siap," Langit tersulut emosinya. Namun ia tahu, tidak sepatutnya ia memaksakan kehendak Latte. Bahkan Latte bersedia Langit jauhi karena OSIS.

"Whatever."

Langit langsung keluar kelas dengan kobaran api di hatinya. Sementara Latte? Ia merasa tidak sungguh-sungguh mengucapkan bahwa ia bersedia kehilangan Langit. Latte terus memaki dirinya dalam hati, seharusnya Latte bisa mengontrol emosinya. Akhirnya Latte berusaha mengejar Langit, dan sampailah mereka di koridor 11 MIPA 4.

"Lo kenapa, Lang?" tanya Latte.

"I'm okay," jawab Langit yang membelakangi posisi Latte.

"Bad liar! Tell me the truth!" kata Latte yang sudah menebak kebohongan Langit. Langit pembohong yang buruk.

"Gue gak suka lo ambil keputusan lo yang tadi."

"Ok, akhirnya gue tahu," Latte pun berbalik badan berniat pergi ke kelas.

Latte rasa sudah cukup jelas, Langit bukan penjaga yang baik. Tidak sama perhatiannya dengan Haris. Tunggu, Latte sangat jahat jika harus membandingkan antara keduanya. Langit ternyata berbalik juga, hingga yang kini ia lihat adalah punggung Latte.

"Gue belum selesai ngomong. Gue bakal teriama apa pun yang lo putusin, karena lo berarti buat gue. Gue boleh benci OSIS, tapi enggak sama lo," Latte terkejut bukan main. Jika saja waktu dapat diputar, ia tidak akan menjelek-jelekkan Langit sebelumnya, walau hanya ia dan Tuhan saja yang tahu.

"Why? Gue cuma titipan yang Haris kasih ke elo." Latte merasa dirinya tidak patut diperjuangkan oleh Langit, lelaki yang selalu memancarkah cerah, bukan mendung.

"Lo lebih berarti dari sekedar kata titipan, gue suka semua yang ada di diri lo. Seberapa bencinya gue atas apa yang lo suka, gue bakal tetep suka, karena sejatinya gue suka sama lo. Bahkan sayang," jantung Latte berdetak 2 kali lebih cepat. Tuhan, kenapa engkau hadirkan Langit di hidup Latte? Sungguh takdir yang tidak bisa ditebak.

---

"Tuhan, tolong jangan hilangkan Latte dari hidupku. Setiap hembusan napasnya adalah candu yang tidak ada obatnya. Gariskan takdirku agar bisa memiliki Latte sepenuhnya," Langit Biru

---


Sorry batt baru update, jujur kondisi perasaan gue lagi naik turun. Tapi makasih buat kalian yang masih setia baca story gue. Satu pesen buat kalian, tolong jaga orang yang kalian sayang sebaik-baiknya, rasanya kehilangan sakit batt soalnya. Btw gue ngetik ini sambil dengerin lagu "Tatu", huhu so sad:).


-WW

PRIORITASWhere stories live. Discover now