Hari ini adalah kegiatan aktualisasi ekstrakurikuler, kegiatan di mana setiap ekstrakurikuler wajib mendemonstasikan masing-masing ciri khas dari mereka untuk menarik perhatian adik kelas agar masuk dalam ekstra tersebut. Namun seperti biasa, ada bimbingan mental (bintal) dari para anggota OSIS kelas 11 dan 12.
"Kalian tuh gimana sih, de? Udah dibilang sampe sini tuh jam 6! Masih ada ajah yang telat! Udah dibilang juga jangan pake make up, mau sekolah apa jual diri? Kalian tuh cewe, kalo mau dandan di luar sekolah. Jangan jadiin sekolah sebagai ajang pamer kecantikan!" ucapan Latte tadi seketika memanaskan satu lapangan.
"Ini kak, ada yang lebih parah. Dia nyadar salah makanya baris di belakang!" kata Faby membawa siswi yang rambutnya dicat dengan warna hijau pada rambut bagian dalam.
"Mau jadi apa, de? Billie Elish? Kalo suka sama Billie Elish gak usah nih rambut kamu ijo-ijoin, gak ada akhlaq! Gak usah ketawa!" ujar Latte sambil mendorong adik kelas tersebut hingga jatuh. Latte bersumpah hanya mendorong siswi tersebut perlahan, namun ia tidak tahu kenapa adik kelas tersebut tiba-tiba jatuh. Sudah dipastikan ini hanya pencitraan!
Dahrens langsung membawa adik kelas tersebut ke UKS, sungguh pencitaan yang sangat rendah. Latte mendengar beberapa sumpah serapah adik kelas, karena sudah sangat tidak nyaman Latte menyerahkan sesi bimbingan mental ini kepada anggota OSIS lain. Latte pun menghampiri Dahrens dengan wajah yang sangat marah.
"Gimana tuh cewe?" tanya Latte sembari melongok jendela UKS.
"Lu udah gila, Van?" Mata late membelalak seketika.
"Lo percaya sama drama tuh cewe? Gue bersumpah cuma dorong dia pelan, muka dia gak keliatan pucet atau sakit, fix dia pencitraan!"
"Lo gak usah nyalahin tuh anak, lo kalo ada masalah pribadi gak usah dibawa-bawa ke sekolah, sampe lo harus nyakitin orang lain kek tadi." Latte muak dengan ocehan Dahrens.
"What ever!"
Latte pergi meninggalkan Dahrens dengan menahan air matanya agar tidak keluar. Di tengah perjalanan, Langit mencegat Latte yang tengah berlari dengan paksa.
"Lo udah gila, Latt?" tanya Langit tiba-tiba yang sukses membuat Latte bertambah sakit.
"Maksud lo?" Berusaha memperjelas pertanyaan Langit tadi.
"Gue gak tau ini tentang hubungan kita apa enggak, tapi gue minta tolong jangan nglampiasin kekesalan lo sama ade kelas lo!" Latte tertohok seketika. Apa ini? Bahkan Langit juga menganggap Latte sengaja melakukan itu.
"Lo percaya, Lang? Gue dorong dia pelan, dia yang nyiptain drama ini! Gue gak nyangka lo salah satu dari mereka, gak ada bedanya. Gak salah gue putus sama lo!" Kalimat terakhir Latte membisukan Langit, apa benar sudah tidak ada lagi rasa dari Latte untuk Langit?
"Gak usah cari-cari kesalahan orang lain, Latt. Soal putusnya kita, gue sadar emang hubungan kita harusnya putus dari dulu." Latte menatap Langit tidak percaya.
"Dan harusnya gak pernah ada!"
Latte langsung berlari meninggalkan Langit. Rasanya begitu sesak, Latte merasa tidak mempunyai siapa-siapa lagi sekarang. Ia rindu ibu, rindu Haris, ia benci semua orang. Namun ketika ia sedang menangis, seorang tubuh siswa telah memeluknya. Latte yang terlalu hancur saat itu, hanya mengindahkan pelukan tersebut dengan isak tangis yang makin menderu. Ketika keadaannya telah membaik, baru ia agak melonggarkan pelukannnya. Ia melihat name tag siswa tersebut, dia adalah Gexa. Latte langsung melepas pelukannya, ada rasa malu dan tidak enak di dalam hatinya.
"Gak pa pa, Van. Lagian gue yang meluk duluan, gue gak tega liat lo nangis sendiri kek tadi. Gue tahu, drama ade kelas 'kan? Tenang ajah, senior pasti bakal maafin lo, ini juga kejadian tahun lalu," kata Gexa yang sedikit menenangkan hati Latte.
"Sebenernya kak, saya dorong dia itu pelan, dia yang lebay. Mungkin udah di-setting ama dia."
"Gue percaya sama lo kok," Langit mengacak rambut Latte.
"Makasih, kak. Saya janji gak bakal ngulangin itu lagi."
"Gak. Lo udah bagus, cuma masalah salah paham ajah. Pulang bareng gue yak?" Mata Latte membulat seketika.
"Saya bisa pu ... ," ucap Latte belum selesai namun dipotong oleh Gexa. "Gak ada penolakan, dan jangan pake kata "saya", "gue" ajah."
Langit merasa bersalah akan ucapannya kepada Latte tadi pagi. Malam ini ia memutuskan untuk minta maaf kepada Latte dengan datang ke rumah Latte. Yang Langit lakukan tadi pagi itu bodoh, selalu saja menyimpulkan sesuatu tanpa tahu kebenarannya.
---
"Lo gak pulang, kak?" tanya Latte pada Gexa. Bukan bermaksud mengusir, hanya saja hari sudah mulai larut.
"Astaga sampe lupa gue, maaf btw. Kalo keadaan lo udah membaik gue bakal balik," jawab Gexa yang sedari tadi memang asik berbincang dengan Latte.
Latte lantas mengantar Gexa ke depan rumahnya. Langit yang melihat itu heran, kenapa ada Gexa di sini? Namun Langit masih berpikir positif, Langit tetap melanjutkan rencananya untuk menghampiri Latte. Ketika Langit sudah sampai, Gexa memeluk Latte dengan tiba-tiba. Latte dibuat bingung, begitu pun Langit yang baru saja sampai. Selain bingung, Latte juga terkejut menyadari kedatangan Langit. Menyadari kedatangan Langit, Latte berusaha melepas pelukan Gexa.
"Sorry, gue ganggu kalian ya?" tanya Langit basa-basi.
"Ouh enggak, ini gue mau pulang, Lang." Gexa lantas menaiki motornya lalu pergi.
"Kayanya mesra banget tadi," kata Langit.
"Dia, dia cuma anter gue pulang."
"It's oke. Btw langsung ke intinya ajah, gue mau minta maaf soal tadi siang. Gue pikir gak seharusnya gue kaya tadi, sorry gue selalu emosian. Terakhir kita berantem juga karena hal yang sama, cuma salah paham. Bedanya, hari itu lo maafin gue, gak tahu untuk hari ini?" Jujur Langit menyesal atas apa yang ia lakukan tadi siang, ia tulus untuk minta maaf.
"Gue selalu maafin lo, tapi jangan harap hubungan kita terselamatkan."
"OSIS adalah alesan terkonyol lo buat ngakhirin hubungan kita." Perkataan Langit tadi sontak membuat Latte naik darah.
"Ouh, konyol? Lo yang dari dulu bilang kalo lo benci OSIS bukan gue, apa pun keputusan gue lo bakal terima. Dan di saat gue ngeluarin statement OSIS adalah alasan utama kita putus, lo gak terima dan masih mempermasalahkan itu di saat kita udah selesai? Satu-satunya yang konyol di sini adalah lo yang masih ngarep hubungan kita balik! Seolah-olah lo nyalahin gue atas putusnya hubungan kita!"
"Bukan elo, Latt. OSIS satu-satunya alesan rusaknya hubungan kita, tapi kita bisa ajah jalanin hubungan kita tanpa mikirin omongan anak-anak!"
"Langit, lo bisa bilang gitu karena lo cowo, hati cewe itu lebih rapuh. Lo gak tau seberapa banyak omongan yang harus gue denger dalam satu hari." Langit lantas mendekat dan memeluk Latte yang menangis saat itu. Sudah banyak tekanan yang ia dapatkan selama satu tahun lebih ini, mungkin keputusannya untuk jatuh cinta adalah hal yang paling salah.
Langit mencium bibir Latte untuk pertama kalinya, sebuah perjanjian tidak akan pernah usai walau keduanya sudah putus, mungkin itu yang dipikirkan Langit. Latte masih mengindahkannya, sebuah ciuman seketika mengingatkannya pada kebersamaannya dengan Langit. Mungkin mengakhiri hubungan ini terlalu terpaksa karena masih banyak kenangan yang berarti di antara mereka. Keduanya lantas menyudahinya.
"Hari ini gak bakal bikin gue ngerubah keputusan gue."
Latte segera meninggalkan Langit untuk menenangkan dirinya. Semuanya sudah terlalu melelahkan untuk Latte. Semalaman ia bercerita dengan Haris lewat telfon, ingin rasanya Haris berada di sampingnya saat ini
---
Tq yang udah support ya, yang masih stay baca makasih loh:)
-WW
YOU ARE READING
PRIORITAS
Teen FictionPerjuangan secara singkat, tidak bisa meyakinkan Vanila Latte pada cinta tulus Langit Biru. Namun seiring berjalannya waktu gunungan es juga bisa mencair. Ketika hati mereka mulai menyatu, prioritas mereka tergangu. Bisikan orang-orang sekitar meman...