➳ "Halo?"
["Heh, bangsat. Punya otak nggak lo?"]
"Apa—"
["Diem dan dengerin gue ya, Hwang Hyunjin. Gue percaya sama lo, gue percaya lo bisa bahagiain adek gue. Tapi apa nyatanya? Lo cuma bagus di omongan doang, pembuktiannya nggak ada."]
"Kak." Hyunjin menghela nafas. "Tolong ngertiin dari posisi gue juga—"
["Buat apa gue gue ngertiin dari posisi lo? Apa lo berusaha ngertiin dari sudut pandang adek gue saat lo buat keputusan itu, hah? Enggak kan? Adek gue nangisin lo tau nggak, bangsat. Gue nggak pernah liat dia nangisin orang lain sebelum ini. Cuma lo. Dia ngemis-ngemis minta lo balik. Punya otak nggak sih lo sebenernya? Katanya asdos, pinter, jenius. Bagian mananya? Otak dikemanain?"]
Hyunjin terdiam.
["Harusnya dari dulu gue tetep nggak ngerestuin lo sama Felix. Gue pikir lo beda, gue pikir akhirnya ada orang yang bisa ngertiin adek gue. Ternyata enggak. Bangsat. Dan nggak usah susah-susah berusaha kontak adek gue lagi. Anggep aja kalian udah selesai. Nanti kalo gue dapet tiket penerbangan ke Aussie, gue yang bakal ambilin barang-barang dia di apartment kalian. Masalah kuliahnya Felix biar online class aja. Dan kalau gue sampai liat lo, gue jamin lo bakal berakhir di rumah sakit setelah itu."]
Hyunjin menggigit bibir. "Kak Minho—"
["Diem, anjing. Kalo lo nggak bisa bahagiain Felix, gue masih mampu kok bahagiain adek gue. Masih banyak orang yang mau bahagiain dia. Lo bukan apa-apa."]
"Maaf," Hyunjin berbisik. "Maaf gue cuma bisa buat dia hancur."
Terdengar tawa Minho dari ujung telepon. Tawa yang sebenarnya, tak terasa sedikit pun aura sinis di sana. Sang pemilik suara tergelak seakan-akan ucapan Hyunjin benar-benar lucu.
["Lo pikir lo ngehancurin dia? Lucu lo bangsat. Dia udah berhasil ngelaluin segala macam hal buruk di hidupnya. Lo mungkin nyakitin dia, tapi untuk ngehancurin? Lo pikir lo sehebat itu? Lo bukan apa-apa, dan nggak akan pernah jadi apa-apa."]
Hyunjin masih memandangi ponselnya setelah lama Minho mematikan sambungan telepon mereka. Dia menghela nafas.
Hyunjin sadar mungkin keputusan yang diambilnya terlaku gegabah dan tidak bijak. Namun dia sedang kalut, terlalu banyak hal yang harus ia pikirkan. Tugas-tugasnya, hubungannya dengan Felix, dan—
"Kak Hyunjin nggak apa-apa?"
—pasiennya.
Hyunjin berusaha tersenyum. "Nggak apa-apa. Kenapa?"
"Ya abis nerima telepon muka kakak keruh gitu."
"Saya nggak apa-apa," Hyunjin tertawa, mengusap wajahnya sendiri. "Sekarang, gimana keadaan kamu? Better?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[2/2] Sakaw +Hyunlix
FanficHyunjin bukan narkoba, tapi dia bisa buat Felix ketagihan [Candu 2nd Book]