➳ "Undangan?"
"Saya dan Felix harap kamu bisa datang, Jeongin." Hyunjin tersenyum. "Kamu teman kami."
Jeongin mengerjap, memandangi undangan berwarna putih gading di tangannya yang baru saja diserahkan Hyunjin. "Kalian nikah?"
"Well, Australia melegalkan same sex marriage, so—"
"Oh,"
Kelu. Jeongin tak tahu harus berkata apa lagi. Perintah kakaknya menyuruhnya untuk menghancurkan hidup dua orang itu, kan? Melihat bagaimana mereka bergantung ke satu sama lain—ide awal Jeongin adalah menjadi orang ketiga di antara mereka dan merusak hubungan itu dari dalam.
Tapi mereka akan menikah. Setelah semua yang mereka lalui, mereka akan menikah. Bagaimana lagi Jeongin harus menghancurkan dua orang itu?
"Sekalian, saya mau minta maaf soal yang waktu itu, Jeongin." Hyunjin menggaruk tengkuk. "Saya beneran ngerasa bersalah nggak bisa dateng bantuin kamu waktu itu, tapi saya bener-bener nggak bisa, nggak ketika keadaan saya sendiri juga nggak baik. Saya tau ini egois, tapi saya ingin menyehatkan mental saya dulu. Dan saya bener-bener berharap kamu sembuh, seperti saya ingin diri saya sembuh."
Jeongin mengerjap. Sebelum kemudian kalimat itu terlontar begitu saja darinya.
"Lo ini bodoh atau apa sih sebenarnya?"
Hyunjin membelalak, bahkan mengambil selangkah mundur; terlalu terkejut mendengar ucapannya.
"Setelah selama ini... Lo nggak juga nyadar kalo gue bohong? Kalo gue bohongin lo?" Jeongin mengerjap tak percaya. "Katanya lo jenius? Asdos? Calon lulusan terbaik, kan? Sumpah, kenapa lo bodoh banget?"
"Bohong?"
"Lo nggak curiga dari awal gue bohong? Alter-ego? Sumpah, gue aja cringe ngingetnya. Mana ada alter ego yang nyatain cinta tapi lupa besoknya? Dan bahkan lo nyaranin gue periksa karena bisa aja gue DID. Lo nggak mikir sama sekali kalo gue bisa aja bohong? Lo ngabisin waktu selama ini, dengan sia-sia, berusaha nemenin gue buat sembuh. Kenapa?" Jeongin marah. Marah sekali. Tapi apa sebenarnya yang membuatnya marah?
Hyunjin berucap hati-hati, "Selalu ada kemungkinan pasien untuk bohong, Jeongin. Saya tau itu. Tapi saya lebih milih percaya sama pembohong, daripada nyesel suatu saat karena nggak percaya, terus gagal nyelamatin satu nyawa."
Jeongin kehilangan kata-kata. Kenapa ada orang semacam Hyunjin? Kenapa ada orang yang sebegitu inginnya menyelamatkan orang lain hingga melupakan diri sendiri?
Kenapa orang itu orang yang sama dengan yang merusak mental kakaknya?
"Kenapa kamu bohong, Jeongin?" Hyunjin bertanya, ragu-ragu ingin melanjutkan kalimatnya. "Apa kamu... suka—"
"Nggak usah mikir ke sana. Gue nggak suka cowok. Dan nggak semua orang di dunia ini suka sama lo, meski lo—" Jeongin memperhatikannya dari atas ke bawah dengan mata memicing. "Punya muka di atas standar dan kayaknya masalah hidup lo nyaris mendekati nggak ada," cibirnya. "Mantan lo diundang juga ke nikahan, nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[2/2] Sakaw +Hyunlix
FanficHyunjin bukan narkoba, tapi dia bisa buat Felix ketagihan [Candu 2nd Book]