Bab 1: Ellen

1.2K 65 8
                                    

Ellen menatap nanar setiap jalanan yang dilaluinya. Lagu John Mayer yang diputar di tengah kesunyian di mobil tidak memberi segaris bahkan setitik senyum di bibir Ellen. Tidak ada alasan untuk tersenyum lagi sekarang. Getirnya kehidupan sudah dimulai. Suara klakson di tengah macetnya jalan raya mulai terasa biasa di telinga Ellen. Ellen hanya mendengarkan ocehan sopir yang sibuk membicarakan setiap mall di Ibukota ini yang harus dikunjungi. Ellen kadang menjawab sopir itu dengan sekedar "Iya ya pak?" atau "O gitu pak" sambil tersenyum.

"Sorry ya Non Ellen, Jakarta mah emang macet." kata Sopir itu.

"Gak apa- apa kok, Pak. Oh iya pak, panggilnya gak usah Non Ellen, Pak. Jadi canggung." kata Ellen dilanjutkan dengan tawanya.

"Kalau dipanggil Neng Ellen gimana?" tanya Sopir itu lagi.

"Wah, boleh banget tuh pak." jawab Ellen sambil tertawa.

>>Ellen<<

Mobil yang dikendarai sopir dengan perawakan ramah itu pun masuk ke gerbang sebuah perumahan. Perumahan yang bisa dibilang lumayan elit. Setelah menyusuri beberapa rumah-rumah yang cukup besar, akhirnya mobil itu berhenti pada suatu rumah bertingkat dua berwarna putih dengan pagar hitam yang besar. Om Randi langsung membukakan pagar dan menyambutku dengan ramah.

"Ellen, apa kabar?" tanya Om Randi dengan ramah. Aku tersenyum, "Baik Om"

"Ayo, masuk Len," ajak Om Randi kepadaku. Aku pun masuk ke dalam rumah berwarna putih itu.

Wajah Om Randi tidal berubah sejak dahulu pertama aku melihatnya. Badannya yang tegap dan tinggi serta kulit hitam manisnya masih sama seperti dulu. Om Randi adalah tipikal orang yang suka tersenyum dan sekarang ia sedang tersenyum ramah ke arahku. Anyway, Om Randi adalah kakak laki-laki ibuku. Om Randi memiliki seorang anak perempuan yang sebaya denganku. Namanya Gina. Aku terakhir kali bertemu Gina sewaktu aku kelas 5 SD. Gina yang dulu adalah seorang gadis kecil dengan badan berisi tak lupa dengan senyum manisnya yang ramah.

Aku melihat seorang anak perempuan keluar dari kamar sambil bermain ponselnya. Dia hanya memandang ponselnya dengan bibir yang mengerucut. Matanya tajam dan pandangannya terbilang tidak bersahabat.

"Gin, ini ada Ellen." kata Om Randi memperkenalkanku. Aku memberi tangan kananku untuk bersalaman dengan Gina. Tetapi Gina langsung berjalan ke arah sofa dan duduk di atasnya.

Gina yang kukenal dahulu sudah berubah 360 derajat. Gina sudah berubah menjadi seorang gadis berbadan bak model majalah, berambut hitam panjang dengan gelombang indah di ujungnya. Dia sungguh cantik. Hal yang menarik perhatianku adalah kulit Gina yang sangat eksotis dan mengkilau. Kulitnya hitam manis serta kakinya yang jenjang bak artis Meksiko.

"Ellen, kamar kamu sebelum dapur belakang" kata Om Randi.

"Oh iya Len, surat pindah kamu sudah Om urus, jadi kamu bisa sekolah besok dan kamu berangkat sama Gina ya besok"

"What? Kok papa gak minta izin sama aku dulu sih Ellen satu sekolah sama aku?" protes Gina.

"Gak apa-apa dong sayang. Kalian besok berangkat bareng ya." kata Om Randi.

"Pokoknya Gina gak mau berangkat sama Ellen." Gina membentak Om Randi dengan tatapan tajamnya. Ia lalu berlari ke kamarnya meninggalkan kami berdua dalam suasana canggung yang tak bisa kujelaskan.

"Kamu maklumin Gina ya Len, dia memang gitu orangnya" kata Om Randi sambil memegang bahuku.

Aku mengangguk kepada Om Randi sambil tersenyum. Aku melanjutkan kegiatan untuk membereskan baju-bajuku yang masih tersusun rapi di dalam koper. Aku pun menata peralatan-peralatan kewanitaan dengan rapi di atas meja. Di tengah kesibukanku, aku mendengar seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku membuka pintuku dan melihat Tante Mila membawakan seragam sekolahku. Dia menyerahkan tumpukan baju seragam sekolah tanpa mengatakan sepatah kata pun. Dia meninggalkan kamarku bahkan tanpa menyapaku.

Aku rasa kehidupan yang sulit ini akan dimulai. Semua akan kujalani demi kebaikan keluargaku. Ponselku berdering dan aku melihat ada telepon dari Mama.

"Gimana? Om Randi, Tante Mila  baik gak sama kamu?" tanya Mama.

Aku memikirkan jawaban apa yang sesuai untuk pertanyaan mama. Aku tidak mau Mama khawatir kalau Tante Mila dan Gina tidak menyukaiku sedari awal aku ke sini.

"Mmm. Baik kok ma. Gina makin cantik loh ma" jawabku dengan antusias.

"Bagus deh kalau gitu. Sekolahnya gimana? Kapan mulai sekolah?"

"Sekolahnya bagus kayanya, Ma. Besok udah mulai sekolah. Udah dulu ya ma, mau ngurus perlengkapan sekolah dulu." jawabku lalu mengakhiri percakapan kami.

Aku sengaja mengakhiri percakapan kami karena mataku tak sanggup lagi menahan bulir-bulir air mata saat mendengar suara Mama. Aku tidak bisa membayangkan apa yang terjadi untuk hidupku yang bertahun-tahun akan dihabiskan di rumah Om Randi jika mengingat betapa tidak bersahabatnya Gina dan Tante Mila kepadaku. Ya, mungkin saja ini hanya perasaanku saja. Mari kita lihat bagaimana ke depannya.

Sesudah merapikan semua perlengkapanku, aku keluar dari kamar dan berjalan ke arah dapur dan mengambil sapu. Aku berusaha sekeras mungkin agar tidak menjadi benalu di rumah ini. Aku pun mulai menyapu rumah sebersih mungkin.

"Eh dek, gak usah disapu. Kan ada mbok yang nyapu" kata Mbok Nina dengan logat jawanya yang kental.

Aku tersenyum dan melanjutkan tanganku untuk menyapu, "Gak apa-apa, Mbok. Biar sekalian olahraga juga" jawabku.

Gina berjalan ke arah dapur mengambil segelas air putih dan dan sepiring mi goreng yang baru saja dimasak Mbok Nina. Aku bisa merasakan tatapan sinis dari Gina yang sejak tadi melirikku. Namun, aku berusaha untuk menghiraukannya. Sesudah menyapu, aku kembali ke kamarku dan menatap ke arah langit-langit kamar. Aku merindukan kehidupanku yang dulu. Kehidupan bahagia meskipun sederhana. Aku merasa dunia yang baru aku jalani ini begitu asing. Udara, hawa, dan suasananya begitu jauh dari kata sederhana. Semua hal di kota ini terasa rumit, sementara aku hanyalah seorang gadis biasa yang menyukai hal-hal sederhana. Kota baru, lingkungan yang baru tanpa seorang pun yang aku kenal.

Note : Hey kamu, makasih udah mau baca. Tolong Vote dan komennya dong!! ❤

A Letter To Prince [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang