Make it up to you

295 28 3
                                    

Terkadang beberapa hal terjadi tanpa alasan. Seperti mengapa orang bisa suka cokelat atau mengapa orang segitu sukanya sama sayur. Aku yakin selera kita terbentuk secara alami begitu aja tanpa kita sadari dan itulah yang membuat kita terkadang suka sama suatu hal tanpa alasan yang jelas.

Gue gak tahu pasti ngapa gue bisa suka sama Ellen. Gue suka Ellen karena dia cantik? Kalau kata Marcell yang kononnya S3 Percewekkan, Ellen itu cantik tapi masih banyak cewek yang jauh lebih cantik. Gue nggak tahu juga perasaan ini berawal sejak kapan. First impression gue waktu ketemu Ellen adalah dia cewek baik dan i really saw she had natural innocent girl kind of beauty. Dia yang masuk ke kelas dengan rambutnya yang lurus dan panjang, wajahnya yang ditaburi bedak bayi dan bibirnya yang tak teroles lip stick atau produk bibir lainnya.

Hal yang membuka ruang antara gue dan Ellen makin dekat adalah dari gue yang satu kelompok sama dia saat tugas resensi novel. Entah ngapa gara-gara dia gue jadi mau baca novel romantis sejenis novel Paper Towns itu. Bahkan sampe sekarang novel itu masih sama gue karena Ellen nggak mau nerima buku itu yang belinya pake uang gue. Gue masih ingat hal yang mungkin menjadi step pertama dari rasa suka itu adalah saat Gina mengirimkan foto surat yang ditulis oleh Ellen di grup chat kelas. Semua orang ngira Ellen ngasih surat itu untuk gue. Gue sih biasa-biasa aja waktu itu. Gue juga ngira surat itu untuk gue, gue narsis banget ya?

Gue sadar kalau gue udah punya rasa sama Ellen waktu mobil gue mogok di pinggir jalan dan Ellen bela-belain naik angkot untuk nyari tukang bengkel. Dari situ gue sadar kalau dia lebih menarik dari semua cewek yang gue temuin. Dia orangnya sederhana, baik, dan pintar. Itulah yang gue suka dari dia. Yang gue nggak suka dari Ellen mungkin dia itu suka nutupin masalahnya dan nggak mau orang lain tau apa yang dia rasain. Ellen juga nggak mudah ditebak. Ekspresinya gitu aja, kalau nggak senyum, ya diam aja. Tapi tepat 3 hari yang lalu, gue lihat Ellen benar-benar marah sama gue. Apa gue terlalu keterlaluan? Gak tau lah. Tapi yang gue mau sekarang adalah baikan sama Ellen. Gue mau ngobrol sama dia lagi.

"Gimana cerita lo sama Ellen?" tanya Marcell memecah lamunanku saat lampu merah mulai berganti menjadi hijau.

"Complicated" jawabku singkat namun dengan nada resah.

"Dia ngerjain tugas lo bukan karena dia suka sama lo?" tanya Marcell lagi.

"Kalau dia suka atau nggak sama gue, gue masih belum tahu sih. Tapi kalau masalah ngerjain tugas, dia cuma mau balas budi aja karena gue sering bantuin dia"

"What the...???" umpat Marcell saat mendengar jawabanku.

Aku menatap lurus ke arah jalan sambil mengendalikan setirku.

"Jadi, lo sama Ellen belum ada sesuatu gitu?"

Aku mengangguk.

"Aneh gue sama lo. Kalau sama cewek lain lo berani-berani aja buat langsung nembak tapi kok sama Ellen lo kaya kucing kena siram gitu?" tanya Marcell

"Gini, Cell. Gua nembak cewek kalau gue tau dia udah suka sama gue. Sekarang, gue nggak yakin kalau Ellen suka sama gue makanya belum gue tembak" jawabku.

"Oh iya, kemaren gue hampir putus loh sama Lisa" kata Marcell.

"Jadi gini, gue kemarin ketemu sama sohibnya si Lisa di Club. Namanya Vanessa. I bought her drink and we danced together" lanjut Marcell.

"Terus?"

"Nah, gue nggak tahu kalau Lisa juga datang ke Club itu. Dia lihatin kami lagi dance berdua dan dia nampar gue dong. Dia mau minta putus tapi gue yakinin dia kalau gue sama Vanessa nggak ada apa-apa"

"Bujukan receh lo berhasil kali ini?" tanyaku kepada Marcell.

Marcell tertawa dengan keras. "Iya dong. Kalau nggak berhasil bukan gue namanya" jawab Marcell.

A Letter To Prince [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang