Bab 2 : School

690 55 18
                                    

Alarm berbunyi menunjukkan pukul 5 pagi. Ellen merapikan tempat tidurnya dan menuju ke arah dapur. Ellen melakukan aktivitas yang sering dilakukan di rumahnya dahulu. Ia menyapu rumah Om Randi yang ia tempati sekarang. Ia melihat Tante Mila sibuk menyiapkan sarapan dan Om Randi sedang bersiap-siap untuk bekerja.

"Ada yang perlu dibantu, Tante?" tanya Ellen kepada Tante Mila yang sedang memasak.

Tante Mila menatap sekilas Ellen yang berada di sampingnya tanpa ekspresi apapun. Dari situ Ellen menyadari bahwa Tante Mila tidak menyukai kehadiran Ellen di rumah ini.

"Cuci piring sana" kata Tante Mila sambil mengerucutkan bibirnya ke arah wastafel mengisyaratkan Ellen untuk membersihkan tumpukan piring itu. Ellen segera mengikat rambut panjangnya dan segera membersihkan tumpukan piring kotor di wastafel itu.

Om Randi berjalan menghampiri Ellen yang sedang mencuci piring. "Len, gak usah dicuci. Kan ada Mbok Nina." kata Om Randi sambil merapikan kerah kemejanya yang berwarna biru muda itu.

Ellen melanjutkan tangannya untuk mencuci piring sambil tersenyum, "Gak apa-apa Om. Nanggung nih, Om" kata Ellen.

"Ellen jangan segan-segan ya di sini. Anggap aja rumah sendiri" kata Om Randi.

Ellen mengangguk pelan, "Iya Om"

Ellen yang sudah selesai mencuci piring melanjutkan aktivitasnya untuk bersiap-siap ke sekolah. Ellen bergegas ke kamar mandi dan membersihkan dirinya yang penuh dengan keringat. Sesudah itu, ia menyisir rambut panjangnya dan mengikat rambutnya bak ekor kuda. Jari-jemari Ellen mengoleskan bedak bayi varian blossom ke permukaan wajahnya. Tak lupa Ellen memasukkan beberapa lauk tadi malam ke dalam kotak bekalnya.

"Om, makanan kemaren boleh aku bawa gak?" tanya Ellen sambil memasukkan lauk ke dalam kotak bekal.

"Boleh dong, Len. Andai Gina kaya gitu, Gina itu makan di luar sama kawannya terus. Gak pernah makan di rumah" kata Om Randi. "Oh iya, ini jajan kamu. Buat seminggu ya" kata Om Randi.

Ellen terkejut melihat Om Randi memberikan beberapa lembaran uang 100 ribu yang cukup banyak ke dalam tangan Ellen. "Gak usah Om, Mama udah ngasih uang kok, Om." kata Ellen.

"Len, Om ini jadi pengganti papa kamu. Jadi terserah Om mau ngasih apa sama kamu dan kamu gak boleh segan, ya?" Om Randi tersenyum pada Ellen dan Ellen membalasnya dengan sebuah anggukan pelan, "Makasih banyak ya, Om" kata Ellen berterimakasih.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 7. Ellen dan Gina pun berangkat ke sekolah. Ellen merasakan kecanggungan yang begitu hebatnya saat berdua di mobil dengan Gina. Gina yang dari tadi menatap ke depan tanpa mengatakan sepatah kata pun kepada Ellen. Ellen menginisiatifkan diri untuk berbicara dengan Gina.

"Gin, kira-kira kita sekelas gak ya?" tanya Ellen kepada Gina. Gina hanya menaikkan kedua bahunya dan tanpa melihat Ellen sedikit pun. Ellen tidak mau terjebak dalam kesunyian dan kecanggungan ini. Ellen tetap berusaha untuk melanjutkan obrolannya dengan Gina.

"Gin, kamu makin cantik, udah kaya model majalah" kata Ellen.

"Oh iya Gin, gak pernah coba audisi film gitu?" tanya Ellen. Gina mulai menunjukkan ekspresi cemberutnya sambil menatap ke arah jalan.

"Lo bisa gak sok asik gak?" kata Gina dengan nada marah. Ellen terdiam dan merasa bersalah dengan apa yang dia katakan.

Ellen menatap ke bawah sambil melipat jari-jemarinya. "Maaf" kata Ellen.

"Oh iya, mulai sekarang lo gak usah sok akrab sama gue di sekolah. Anggap aja kita bukan sepupu" kata Gina.

"Kalau sampai ada orang tahu kita sepupuan, habis lo sama gue." ancam Gina

Ellen terdiam dan mengangguk. Selama perjalanan Ellen hanya terdiam sambil menatap ke arah sepatunya. Ia tidak berani untuk menatap atau sekedar melirik Gina. Tepat 100 meter sebelum gerbang sekolah, mobil yang dikendarai itu diberhentikan oleh Gina.

"Turun" kata Gina. Ellen terdiam sejenak dan memasang raut wajah bingung.

"Sekolahnya 100 meter lagi. Lo bisa jalan" usir Gina.

Ellen langsung membuka pintu mobil dan melanjutkan untuk berjalan. Ellen tidak dapat berkata apapun saat mobil Gina melaju kencang meninggalkan Ellen yang sedang berjalan. Entah perasaan apa yang sedang Ellen rasakan dalam hatinya. Tetapi perasaan yang dirasakan oleh Ellen sulit untuk dipahami. Perasaan sedih dan ingin marah kepada dunia di saat yang bersamaan. Ellen memasuki gerbang sekolah dengan rasa rendah diri; melihat semua murid yang begitu stylish dan keren. Sekolah itu sungguh berbeda dengan sekolahnya dulu. Sekolah yang tergolong elit itu memiliki murid-murid kalangan kelas atas. Ellen bergegas ke kantor tata usaha agar ia segera ditunjukkan ke kelasnya. Ellen duduk sambil menunggu waktu masuk. Saat waktu masuk tiba, Ellen dibawa oleh Sir Toni ke kelas. Ellen memasuki kelas itu dengan perlahan dan berharap agar ia tidak sekelas dengan Gina. Tetapi hal itu tidak akan terjadi. Ellen menjadi teman sekelas Gina.

"Nama saya Ellen Valeria, saya pindahan dari Jambi" kata Ellen memperkenalkan diri.

"Silakan duduk" kata Sir Toni kepada Ellen.

Sir Tony menunjuk sebuah kursi kosong di sebelah gadis berambut pendek dengan bando kuning menghiasi rambutnya. Ia memberikan tangan kanannya kepada Ellen untuk bersalaman.

"Fina" kata gadis itu. Ellen tersenyum dan membalas salaman gadis itu. Pelajaran pun dimulai. Ia tidak menyangka bahwa ia akan menjalani ini sepenuhnya. Berada di sekolah elit, dikelilingi oleh anak-anak yang high class. Ellen berharap ia akan terbiasa dengan itu.

Bel istirahat pun berbunyi. Kelas itu terbilang cukup sepi saat jam istirahat. Hampir semua siswa pergi ke kantin untuk makan. Ellen mengeluarkan kotak makan siangnya dan memakannya di kelas.

"Kantin yuk!" ajak Fina kepada Ellen yang sedang makan.

"Aku gak ke kantin, Fin. Makasih ya tawarannya." kata Ellen.

Ellen menolak tawaran itu karena ia harus berhemat agar ia tidak harus meminta uang kepada Om Randi jika ada keperluan. Sejujurnya, Ellen melakukan itu agar Gina tidak mengejek Ellen begitu bergantung kepada keluarganya. Gina yang terkesan seperti anak yang terkenal di sekolahnya mulai membuat Ellen ingin pindah kelas saja. Gina pun memiliki geng dengan tiga anak-anak keren di kelasnya. Tiga anak-anak keren itu adalah Marcell, Kathryn dan Prince. Ellen cukup yakin kalau mereka bakal sama jahatnya dengan Gina. Dia akan tetap menjauhi mereka berempat. Ellen tidak ingin memiliki masalah terutama dengan teman-teman Gina.

Fina kembali dari kantin dan membawa beberapa snack untuk Ellen "Eh, Len. Soal matematika tadi ngerjainnya gimana?" tanya Fina sambil memberikan sebuah bungkusan kecil dengan isi kue cokelat di dalamnya kepada Ellen.

"Oh, mudah kok. Ngerjainnya gini" kata Ellen sambil mengajari Fina mengerjakan soal matematika.

"Thanks buat snacknya" kata Ellen berterimakasih.

"Oh iya, rumah lo dimana, Len? Kalau gue mau belajar bareng kan tinggal pergi ke rumah lo" tanya Fina.

"Mmmm, alamatnya kurang tahu sih. Di Angel Residence" jawab Ellen

"Ooo, berarti dekat rumah Gina dong"

"Oh iya Fin, kalau mau belajar bareng jangan di rumah aku ya. Kita ketemuan aja di suatu tempat gitu"

"Lah, ngapa?" tanya Fina bingung.

Ellen mendekat ke arah Fina dan mengatakan sesuatu dengan pelan "Gini nih, aku itu tinggal serumah sama Gina"

"What?" tanya Fina seakan tak percaya.

"Iya, jadi Papanya Gina itu abangnya ?Mama aku. Tapi kamu jangan bilang siapa-siapa ya. Gina bilang gak boleh ada orang tau kalau kami sepupuan" kata Ellen. Fina mengangguk mendengar perkataan Ellen.

"Yang kuat ya, Len. Gue tahu seberapa bangsatnya Gina" kata Fina.

Di sebuah kekacauan ini, Ellen bersyukur dia memiliki seorang teman untuk menghadapi semuanya.

Note : Hey kamu, makasih udah mau baca. Tolong Vote dan komennya dong!! ❤

A Letter To Prince [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang