7 - Perang Batin

1.4K 161 32
                                    

Nuca memiliki rutinitas yang biasanya ia lakukan kalau sudah pulang ke rumahnya setelah dari kantor. Nuca pasti langsung pergi menemui ibunya untuk salim memberi tanda kalau ia sudah tiba dirumah. Sekaligus untuk mengecek keadaan orang tua semata wayangnya itu.

Akhir-akhir ini ibu Nuca suka jatuh sakit. Ya walaupun cuma flu-flu batuk biasa gitu. Tetapi Nuca khawatir sekali. Nuca belum sempat mengantarkan ke dokter karena kesibukannya dikantor beberapa hari ini. Ditambah lagi, ibu Nuca juga selalu bilang tidak perlu untuk sampai dibawa ke dokter, minum obat panadol saja sudah cukup katanya.

Nuca juga selalu menyempatkan untuk membuatkan teh hangat saat ia tiba dirumah untuk ibunya. Biasanya sehabis mandi, Nuca datang ke kamar ibunya untuk memijat punggung atau kaki ibunya.

Bisa dibilang Nuca ini memang anak yang lurus sekali, sangat menyayangi keluarganya. Jadi jangan bayangkan pria seperti Nuca ini akan menghabiskan waktunya untuk bersenang senang diluar rumah, menghabiskan uang, ataupun pergi jalan-jalan dengan perempuan diluar sana.

"Gimana kerjaan kamu yang ini?" Tanya Asri yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Sementara Nuca disampingnya sedang duduk memijati kaki Asri.

"Alhamdulillah enak Bu. Nuca langsung dapet proyekan disana"

"Alhamdulillah. Temen-temen disana baik ke kamu?"

Nuca mengangguk, "Semuanya baik ke Nuca Bu. Dari awal masuk, Nuca disambut hangat sama temen-temen disana"

Ada raut ketenangan dari wajah Asri. "Kamu baik-baik ya sama orang disana, kita ngga tahu sama hati manusia. Mungkin sekarang baik, nanti besok nya juga bisa berubah. Ibu percaya kamu bukan tipe anak yang macem-macem" Dielusnya tangan sang anak.

Nuca menunduk diam mendengarkan.

"Kamu sekarang sudah besar.. Nio masih kecil. Mungkin kamu satu-satu nya orang yang ibu harapin akan menjaga Nio, Nuca"

Nuca menatap orang tua semata wayangnya itu. Dari sini ia bisa melihat keriput, serta garis garis lipatan yang ada diwajah Asri dengan jelas. Ia sadar kini orang tuanya itu sudah tidak muda lagi seperti dulu. Ini kali pertama ia mendengar secara langsung Asri menyuruhnya untuk menjaga Nio. Tanpa Asri minta pun tentu saja Nuca akan selalu menjaga Nio, dari dulu hingga seterusnya.

Nuca sedikit tertawa ringan mencoba menutupi rasa sedih yang tiba-tiba menyelimuti hatinya, "Pasti Bu. Nuca akan selalu disamping Ibu, Nio, dan Abang"

Tangan Asri menggapai pipi anaknya itu. Ia tersenyum hangat melihat bagaimana kini anaknya sudah menjadi pria dewasa.

"Ibu bangga bisa melihat kamu tumbuh sampai sebesar ini Nuca"

Nuca tidak tahan melihat sorot mata ibunya, ia menunduk lagi. Tidak ingin ralut dengan suasana hatinya, Nuca pun beranjak.

"Ibu mau langsung tidur? Biar Nuca matiin lampunya"

"Iya nak, jangan lupa sholat ya. Doain ibu, Nio, dan kakak kamu sehat terus"

"Iya Bu"

Tuk.

Begitu lampu kamar ibu Nuca mati, Nuca pun menutup pintu lalu pergi menuju kamarnya.

Nuca termasuk orang yang bisa dibilang jarang terbawa perasaan. Tetapi jika itu menyangkut Asri, entah mengapa hati nya bisa berubah selembut kapas.

Ditatapnya poster beasiswa studi magister di salah satu universitas terbaik jepang yang tertempel di meja kerja nya. Cita-cita pria itu masih setinggi langit. Nuca akan membuat ibunya tersenyum lebih lebar lagi karena bangga dengannya. Entah kapan, Nuca pasti akan kesana. Mimpinya sejak dulu.

My CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang