Mystic Apartement 10

887 61 17
                                    

Jangan berpikir (Last part)

.

Oktober, Musim gugur, 10 tahun yang lalu.

"Heh Kucing!"

Seorang anak kecil berumur antara 5 sampai 6 tahun nampak berkacak pinggang pada anak lain yang juga kelihatan seumur dengannya. Seorang bocah kecil dengan manik berwarna biru laut dan rambut silver, di atas kepalanya terdapat sepasang kuping kucing. Saat ini ia tengah berjongkok di belakang semak-semak di halaman apartemen itu setelah sebelumnya mencoba untuk bersembunyi disana.

Bocah dengan manik merah kejinggan itu menatapnya dengan wajah menuntut setelah kepergok mengintip dan mengikutinya sejak ia keluar kamar hingga keluar pagar. "Kenapa kau mengikutiku?" ketusnya pada bocah tersebut.

Bocah bertelinga kucing itu pun lantas berdiri, dengan wajah tertunduk ia pun mencoba menjelaskan hal yang sebenarnya. "Itu... Aku... Aku ingin bicara denganmu... Ada... yang ingin kutanyakan..."

Sontak bocah bermata merah itu pun mengernyitkan dahi dan memasang tampang bingung. "Tanya apa?" ujarnya.

"K–Kalau di sekolah itu... ada apa? Terus... apa disana kau bisa dapat banyak teman?" balas anak bermata aquamarine itu agak guguk dan malu-malu.

Bocah bermanik merah itu pun menyentuh dagunya dan melirik ke arah lain untuk memikirkan jawabannya. "Ya tergantung sih, kalau ada yang mau berteman denganmu. Tee? Emang kau gak pernah ke sekolah? Oh iya, kalau tidak salah Kakakmu ke sekolah kan? Kau tidak tanya dia?" katanya yang dilanjutkan dengan pertanyaan balik pada bocah berkuping kucing itu.

Anak itu hanya menggeleng pelan dan membuat Blaze semakin terheran-heran. Namun rasa penasarannya segera terjawab oleh penjelasan Ice yang terkesan malu-malu "Karena aku belum bisa menyembunyikan telinga dan ekorku aku tidak bisa kemana-mana. Nii bilang lebih baik aku bertanya denganmu... Dan juga karena kita seumuran... Nii bilang aku harus berteman denganmu..."

"Jadi kau memang tidak pernah sekolah? Jangan bilang... kau juga tidak bisa baca tulis. Kalau menulis namamu sendiri bagaimana?"

Sekali lagi bocah itu memberikan jawaban berupa gelengan kecil. Ia terus menunduk dengan wajah yang begitu sendu. Mengetahui keadaannya separah itu si anak bermata merah pun iba dibuatnya.

"Baiklah!"

"Heh...?" Sontak si anak bermata biru pun mengangkat wajahnya dengan agak kebingungan saat mendengar jawaban dari lawan bicaranya itu.

"Aku akan mengajarimu membaca dan menulis. Tidak hanya itu, aku juga akan mengajarkan padamu apa yang ku dapat di sekolah. Oh iya aku Ryuuketsu Blaze, kalau kau?" ucap anak dengan manik merah kejinggan itu dengan begitu bersemangat. Ia pun mengulurkan tangannya pada untuk bersalaman dengan si bocah berkuping kucing.

Awalnya si bocah bermanik aquamarine itu agak ragu, tapi setelahnya secara perlahan ia pun membalas uluran tangan itu. "Aku... Ice." Katanya memperkenalkan diri.

"Ice ya? Mulai sekarang kita berteman ya, Ice?" ujar Blaze yang diikuti dengan cengiran polos khasnya. Ice yang melihatnya hanya menatap bingung, namun akhirnya ia pun ikut tersenyum. Saat itu dia benar-benar sangat bahagia.

"Uhm!"

~MA~

Kembali ke waktu sekarang, tepatnya di Universitas Tokyo, seorang gadis dengan hijab pinknya yang khas terlihat sedang sibuk mengumpulkan lembaran-lembaran kertas yang beberapa saat lalu dibuat beterbangan karena angin yang lumayan kencang.

Fanfiction ElementalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang