BAB 1

442 32 9
                                    

Malam ini langit kelabu, rintik hujan mulai turun dengan pasti. Semua orang akan lebih memilih berlindung dalam selimut. Mengurung diri mencari kehangatan. Sama halnya seperti gadis kecil berusia 7 tahun yang saat ini tengah berbaring di kasur empuknya dengan badan tertutup sepenuhnya  oleh selimut. Aira Sharla namanya, anak kedua yang merangkak menjadi anak tengah karena sang bunda yang tengah mengandung adik kecilnya.

Aira Sharla gadis kecil ceria, baik hati, polos, dan disertai dengan wajah cantik, hidup bersama kedua orang tua yang menyanyanginya dengan sang kakak laki-laki berusia dua tahun lebih tua bernama Dafara Pratama, juga jangan lupakan adik kecil yang tengah dikandung sang bunda selama tujuh bulan terakhir ini. Sungguh keluarga kecil yang bahagia bukan? Hah, hari ini mungkin dilingkupi kebahagiaan tapi tidak ada yang tau hari esok.

Sebenarnya Aira sedang merajuk, Ia ingin es krim, akan tetapi persediaan di rumah habis, hingga berujung sang ayah yang harus pergi keluar di saat cuaca sedang tidak bersahabat. Aneh memang, ia ingin memakan es krim di cuaca yang sangat tidak sesuai untuk mengkonsumsi makanan dingin itu. Tapi peduli apa? Aira hanya seorang gadis kecil yang selalu ingin dituruti kemauannya.

Tiga puluh menit lebih ayahnya belum juga pulang, padahal jarak minimarket lumayan dekat dengan kediaman keluarga bahagia itu.

Awalnya semua berjalan baik-baik saja, hingga sang bunda menyuruh bersiap dengan cepat untuk pergi ke rumah sakit setelah menerima telepon seseorang. Ayah kecelakaan.

Chronophile×Ceraunophile

Dengan langkah tergesa Aira dan sang ibunda menyusuri lorong rumah sakit, setelah bertanya pada bagian resepsionis di mana letak ruangan sang ayah. Dan sampailah sepasang ibu dan anak itu di depan ruangan bertuliskan UGD dibagian atasnya. Aira hanya datang bersama sang ibu, dikarenakan sang kakak yang sedang pergi ke rumah sang nenek.

Beberapa waktu berlalu, Aira hanya dapat duduk terdiam di kursi tunggu depan ruang UGD, tak tahu apa yang harus dirinya lakukan. Karena mau bagaimanapun dia masih belum terlalu paham akan situasi yang menimpanya. Berbeda dengan sang ibu yang tengah berusaha tenang, meski butuh perjuangan extra untuk menenangkan diri. Ya, si ibu juga harus memikirkan si jabang bayi.

Setelah tiga puluh menit lebih akhirnya seorang dokter keluar. Membuat tubuh Aira sontak ikut berdiri dikarenakan reflek dari sang ibu yang juga tiba-tiba mengangkat badan.

Gelengan lemah dan sebuah untaian maaf terucap dari mulut sang dokter. Sebenarnya berat untuk mengungkapkan, akan tetapi sudah tugasnya untuk mengucapkan apa pun sesuai keadaan. Termasuk kabar duka. Ya. Ayah Aira dinyatakan meninggal akibat pendarahan di otak. Itulah hal yang diucapkan sang dokter di malam yang berhiaskan hujan juga kilat. Untuk kebenarannya? Apakah seorang dokter akan berkata bohong? Tidak ada yang tahu. Begitupun dengan alasannya.

Chronophile×Ceraunophile

Di sisi lain rumah sakit terdapat seorang bocah laki-laki berusia sekitar 8 tahun yang tengah duduk di depan ruangan sang ayah di rawat. Ia tidak sendiri, tetapi ditemani dua orang laki-laki berbaju serba hitam dan gagah, juga seorang perempuan menjelang usia senja sebagai orang yang mengasuhnya. Tipikal anak orang kaya.

Tak berselang lama muncul seorang wanita usia sekitar tiga puluh tahunan berjalan ke arah anak laki-laki itu. Tampilannya tak kalah mewah, dengan pakaian, sepatu, dan tas dari merek barang terkenal dan yang pasti membutuhkan banyak pengeluaran untuk mendapatkannya.

"Mama! " panggil bocah laki-laki itu kepada wanita tadi, dan hanya dibalas senyuman manis menenangkan dari sang mama.

"Papa bakal sembuh kan? "

"Iya sayang, kamu tenang aja, sekarang kamu pulang siap-siap tidur, kan besok mau pergi ikut papa, oke? " Suara keibuan itu muncul di balik bibir tipis sang mama. Si kecil hanya balas mengangguk dan beranjak pergi ditemani sang pengasuh. Dan diikuti dua orang pengawal tadi setelah mendapat perintah dari sang majikan.

Setelah memastikan sang putra benar-benar hilang dari pandangannya, ia melangkah masuk ke ruangan sang suami.

"Bagaimana keadaan suami saya? " kini suara keibuan tak lagi ia gunakan, senyum manis menenangkan tak lagi kekal di bibir cantik itu.
Sebuah gelengan ia dapatkan dari sang dokter, bersusah payah menahan sesak di dadanya.

"Ia tak akan bertahan lama, kanker otak nya sudah ada di stadium akhir" jawab sang dokter. Hening tak ada yang membuka pembicaraan lagi, sang dokter yang mulai sibuk membenahi alat dan sang perempuan yang sedang berusaha menerima kenyataan. Hingga seorang perawat mengetuk pintu ruangan tersebut, berbicara pada sang dokter tentang sesuatu yang akan merubah sebuah kehidupan seseorang.

Chronophile×Ceraunophile

Saat ini Aira tengah berdiri di pinggiran halaman rumah sakit sambil membawa payung hitam polos. Setelah mendengar kabar sang ayah meninggal ia tak berhenti menagis dalam diam, tak berani bersuara di depan sang ibu yang pastinya lebih tertekan. Aira memang seorang gadis kecil, tapi ia mempunyai sifat pengertian.

Dan tak lama setelah dokter pergi dari hadapan mereka, sang ibu langsung menyuruh Aira menunggu sang paman untuk menjemput dirinya di depan rumah sakit dengan nada dingin. Sang ibu hanya memberikan sebuah payung untuk berteduh dan meninggalkan Aira dengan alasan ingin mengurusi jasad sang ayah. Ya, Aira sendiri di tengah hujan lebat berserta kilat, gadis itu berdiri di halaman rumah sakit seorang diri.

Tak heran jika sikap sang ibu tadi sedikit tak bersahabat, tidak bisa dibayangkan, bahkan untuk menjalaninya di mimpi pun enggan. Bebannya bertambah berat,bagaimana dirinya akan mengurus anak-anaknya, apalagi dirinya tengah mengandung tua. Sebuah kejadian yang tidak diinginkan perempuan mana pun. Sungguh mudah sekali Tuhan mengambil kebahagiaan dengan sekali jentikan jari.

Chronophile×Ceraunophile

Hujan mulai reda, tetapi petir masih belum puas unjuk diri. Hari semakin malam, hingga kini Aira masih menunggu sang paman untuk menjemput dirinya pulang ke rumah. Kembali ke kamar nyaman yang menyimpan kenangan manis bersama sang ayah.

Aira hanya terdiam, mencoba menerawang hari-hari ke depan tanpa sang ayah. Tetapi sama saja, bukannya gambaran kehidupan yang ia peroleh melainkan gambaran hitam kosong. Entahlah, apakah kehidupan kedepannya akan seindah dahulu atau semuram bayangan dari pikiran kacaunya.

"Hai, kamu kenapa di sini sendiri? " sebuah suara anak laki-laki menginterupsi lamunan sang gadis kecil. Di lihatnya pemilik suara itu, seorang anak laki-laki sepantarannya mungkin, tengah berdiri di depannya dengan jas hujan transparan di tangan kanannya. Hening. Tak ada jawaban dari Aira, masih memproses  alam sadarnya untuk kembali.

"Aku sedang menunggu pamanku. " dibalas anggukkan kepala dari sang lawan bicara.

"Kata guruku di sekolah, memakai payung saat ada petir itu ngga boleh, bisa bikin kesetrum. " jelas anak laki-laki itu dengan tangan  yang mengulurkan jas hujan yang dibawanya tadi. Aira hanya terdiam, di satu sisi tidak mengerti maksud perkataan anak itu.

"Pakai saja, aku tidak terlalu membutuhkannya. " masih dengan tangan yang terulur dengan jas hujan di atasnya. Aira tersenyum manis lalu mengambil jas hujan tersebut.

"Terima kasih. "

"Kau manis saat tersenyum hehe, sampai jumpa, semoga kita bertemu lagi. " pamitnya dengan langkah yang kian menjauh. Aira hanya memandangi jas hujan transparan di tangannya, lalu sedetik kemudian memasangkannya pada tubuhnya. Ia tidak mengerti mengapa mengikuti perintah bocah tadi, instingnya mengatakan untuk menurutinya saja. Terbayang seketika wajah tampan yang memuji senyuman Aira tadi, entah mengapa Aira suka mendengarnya, cukup membuat Aira sedikit senang di dalam rasa dukanya.

Tidak ada yang tahu jika pertemuan pertama mereka, akan menjadi awal dari takdir langit yang telah Tuhan siapkan dengan segala manis pahit di dalamnya.

TBC

Karya pertamaku mohon dukungannya hehe!!
Lanjut ga?

 Chronophile × Ceraunophile [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang