BAB 6

113 17 1
                                    

Sosok pemuda bak sujana saat ini tengah duduk di atas motor hitamnya. Menunggu seorang gadis yang kemarin ia tawari untuk berangkat sekolah bersama. Tidak, pemuda itu tidak menunggu di rumah sang gadis seperti kebanyakan orang lainnya, melainkan di halte dekat komplek perumahan sang gadis. Mereka sempat bertukar nomor telepon kemarin, dan sang gadis memberi kabar untuk tidak menghampiri di rumahnya langsung, namun seperti yang terlihat saat ini.

"Sudah menunggu lama? " sebuah suara melewati pendengaran sang pemuda. Dilihatnya seorang gadis dengan jaket hitam serta rambut dikuncir kuda dihadapannya.

Aran, pemuda tadi tersenyum "Tidak kok, ayo berangkat dan ini helmnya, " sang gadis, yang tak lain adalah Aira menerima uluran tangan pemuda itu, sedikit mengernyit kala tangan rampingnya tak sengaja bersentuhan dengan tangan kekar lainnya

"Kakak sakit? tangan kakak dingin sekali, " tanya Aira dengan tatapan sedikit khawatir.

"A-ah tidak hari ini sedikit dingin, makanya tangan ku dingin hehe, ayo berangkat sekolah keburu telat nanti. " jawab Aran sedikit tergagap.

Aira sedikit heran dengan alasan yang diberikan oleh kakak kelasnya yang satu ini, pasalnya hari sudah mulai siang, dan matahari sudah mulai terik, akan tetapi tangan pemuda di hadapannya ini seakan tak terpengaruh oleh udara di sekitarnya. Tak ingin banyak bertanya, Aira memilih  menuruti perintah sang kakak kelas.

Selama perjalanan lagi-lagi hanya hening, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Yang jelas saat ini, Aira masih tak percaya akan keberadaan Aran. Juga menertawakan dirinya sendiri, karena sikap nya yang mudah sekali berubah hanya karena satu fakta yang baru ia ketahui kemarin. Ya, memang sikapnya tak sedingin dulu, akan tetapi itu hanya berlaku pada pemuda yang saat ini tengah mengendarai motor hitamnya, jika kalian bertanya bagaimana sikap dirinya dengan keluarga dan orang lain. Jawabannya adalah tidak sama, jarak antar hubungan darah itu telah sangat jauh, dan tidak ada yang dapat dirinya percaya dari orang lain, mengingat memang tidak ada yang pernah peduli padanya selama ini. Jangan tanyakan mengapa? Aira juga tidak tahu akan apa yang orang-orang sebut sebagai jawaban.

Chronophile × Ceraunophile

Di tempat lain, lebih tepatnya di sebuah kamar yang cukup luas seorang pemuda masih betah bergelung di bawah selimutnya. Tak merasa terganggu oleh cahaya matahari yang tiba-tiba menyinari wajah tampannya dikarenakan sang ibu yang baru saja membuka korden jendela. Hening, sang ibu hanya memandangi wajah tenang sang putra dalam keadaan nyenyat, hingga-

"RIGELL BANGUNNN KAMU MAU TELAT SEKOLAH!? "

"ASTAGHFIRULLAH!! " laungan  sang ibu berhasil membuat putranya itu terbangun kaget. Matanya melihat ke arah sang ibu yang sedang berdiri dengan senyum manis, dan dengan bodohnya Rigel malah membalas dengan senyum manis juga.

"Masih diem di situ kamu!? LIAT JAM SONO!? " lagi, sang ibu mengeluarkan sebuah laungan, kali ini Rigel langsung berlari ke arah kamar mandi karena rasa gamang.

Lima menit berlalu, pemandangan pertama saat membuka pintu kamar mandi hanyalah kamarnya yang kosong. Dilihatnya jam yang tergantung di atas pintu masuk kamarnya, pukul tujuh kurang lima belas menit. Melihat itu dirinya langsung berjalan ke arah lemari, lalu dengan cepat memakai seragam.

"Bodoamat mandi 5 menit, masih ganteng gue, dari pada telat, ini masih hari kedua woi, masa pangeran dah masuk BK aja, " monolog Rigel sambil mengenakan sepatu. Setelah semua lengkap dirinya langsung berjalan ke arah ruang makan.

"Rigel berangkat ya Ma, ayah, takut ketinggalan bus, Assalamu'alaikum!! " ucap Rigel sambil berlalu dari ruang makan dengan sedikit berlari.

"Heh, ngga sarapan dulu kamu!! " teriak sang mama.

 Chronophile × Ceraunophile [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang