BAB 4

131 18 6
                                    

Hari Senin pagi, jalanan kota mulai rame oleh kendaraan. Orang - orang mulai sibuk dengan urusan masing-masing. Seorang gadis berusia 16 tahun sedang duduk menunggu bus di halte. Ya, gadis itu Aira, hari ini adalah hari pertama dirinya masuk ke sekolah menengah atas. Hari yang mungkin akan berjalan biasa saja, persis dengan kehidupannya selama sembilan tahun terakhir ini.

Kehilangan orang yang sangat berarti di hidupmu, bukanlah tidak mungkin untuk merubah pribadi seseorang menjadi tak tersentuh. Setiap langkah kakinya selalu berat digantungi masa lalu. Pribadi yang dulunya ceria, manis, dan bersahabat telah lenyap dari sang gadis. Entah hanya berpura-pura atau berusaha membuat pertahanan diri, hanya orang yang bersangkutan yang tahu jawabannya.

Aira bersekolah di tempat yang sama dengan sang kakak. Saat ini Tama berada di tingkat akhir SMA mengingat jarak kedua adik kakak itu hanyalah 2 tahun saja. Berbeda dengan Aira, Tama masuk sekolah itu karena murni ibu yang membiayai. Tama tetap menjadi anak yang paling disayang ibu hingga ia tidak dituntut untuk mendapatkan beasiswa, berbeda dengan Aira yang harus  belajar keras supaya mendapat beasiswa. Untuk menjaga ekonomi keluarga agar tidak terlalu keteteran katanya. Sudah terbiasa dengan perilaku sang ibu, Aira hanya mengiyakan saja, karena ucapan ibu ada benarnya juga, dan sudah sepantasnya ia membantu meringankan beban sang ibu. Meski perlakuan ibu kepada Tama seperti itu, Tama tetaplah pemuda dingin yang pandai dan jauh dari kata manja.

"Hai, kau siswa baru di SMA Garuda ya? " seorang pemuda tampan dengan motor hitamnya berhenti di depan halte dan menyapa Aira. Jika di lihat dari seragam yang ia kenakan sepertinya pemuda itu bersekolah di tempat yang sama dengan Aira, hanya saja pemuda itu lebih tua satu tahun di atas Aira dilihat dari tanda pangkat di lengan kiri pemuda itu. Anggukan kepala diterima oleh sang pemuda. Ya, hanya sebuah anggukan, tanpa sebuah senyuman, Aira tetap mempertahankan raut wajah datarnya. Setidaknya dirinya tak mengabaikan eksistensi pemuda di depannya. Perilakunya mungkin memang dingin tapi Aira masih tahu sopan santun.

Pemuda itu tersenyum "mau bareng ngga, dari pada telat dihari pertamamu? "

Bertepatan dengan bus yang datang, Aira segera beranjak "Ngga usah kak, busnya udah dateng, makasih. "

Pemuda itu hanya tersenyum memandangi bus yang mulai menjauh, dirinya bergegas untuk segera berangkat ke sekolah, akan tetapi sebuah buku yang berada di kursi halte dekat dengan tempat duduk gadis tadi menarik perhatiannya. Dirinya turun untuk mengambil buku itu.

"Apakah ini buku milik gadis tadi? " gumamnya pelan.

"Jadi namanya Aira Sharla, nama yang indah seperti orangnya," monolog pemuda tadi sambil membolak-balikan buku catatan berwarna abu-abu tersebut.

"Akan ku kembalikan nanti. " pemuda itu bergegas manaiki motornya dengan sebuah senyuman terukir di bibir tipisnya.

Choronophile × Ceraunophile

Seorang gadis dengan rambut yang dikuncir kuda tengah berdiri di depan gerbang sekolah barunya. Sedikit buntara sama sekali tidak ada dalam gadis tersebut. Hari ini akan sangat membosankan, begitu pemikiran yang terlintas di otaknya. Sudah dapat dipastikan, masa pengenalan sekolah nya kali ini tidak akan jauh berbeda dengan pengenalan sekolah waktu SMP dulu. Selalu bisa ditebak, dan hanya itu-itu saja.

Kakinya melangkah masuk ke area sekolah sambil membenarkan sedikit tampilannya. Mau bagaimana pun, meski terlihat tomboi dirinya tetaplah seorang perempuan yang mempedulikan penampilan.

Baru beberapa langkah dirinya memasuki area sekolah, ia tersadar jika buku catatannya tidak berada dalam genggamannya. Dirinya mulai panik, segala dugaan jika bukunya tertinggal ataupun terjatuh mulai memenuhi pikirannya. Mungkin perasaannya panik, akan tetapi raut wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun. Sungguh Daksa yang sangat pandai menyembunyikan sebuah klandestin.

"Mencari ini? " Aira mendongak, sebuah buku berwarna abu-abu yang sangat familiar tepat berada di depan matanya. Ia melirik kepada seorang pemuda yang ia temui di halte tadi.

"Ah iya kak. " tangannya ingin menggapai buku tersebut, akan tetapi sebuah tangan kekar tak kalah gesit untuk segera menjauhkan buku itu.

"Mau ini? Kenalan dulu! " sang pemuda mengulurkan tangannya.

"Kak tolong kembalikan, " jawab Aira mengabaikan sebuah tangan yang masih menggantung di udara.

"Apa kau tidak bisa tersenyum? Ah baiklah aku tau kau tak akan menjawab. Ini bukumu aku menemani di kursi halte tadi, dan senang bertemu denganmu Aira aku Aran Aludra satu tingkat di atas mu, sampai jumpa lagi dadah! " cerocos pemuda yang diketahui bernama Aran lalu pergi meninggalkan Aira yang tetap mempertahankan wajah datarnya.

"kenapa cerewet sekali lelaki itu dan dari mana dia tahu namaku" - ucap Aira dalam hati.

Choronophile × Ceraunophile

Eunoia seakan-akan tidak akan pernah hadir saat ini. Dugaan Aira benar, hari ini sangat membosankan dan melelahkan. Masa pengenalan sekolah telah usai sekitar tiga puluh menit yang lalu, bukannya beranjak pulang, gadis itu memilih duduk di kantin sekolah seorang diri sambil menikmati minumannya. Sebagian siswa sudah pulang sejak tadi, membuat keaadan kantin tidak begitu ramai.

Seorang lelaki yang sangat Aira kenali berjalan memasuki kantin. Tidak ada kata saling sapa, yang ada hanyalah sikap acuh yang diberikan lelaki tersebut. Lelaki tersebut adalah Tama, kakak kandung Aira.

"Sedang melihat apa? " sebuah suara menginterupsi.

"Kenapa dia lagi. " batin Aira.

"Tidak." jawab gadis itu acuh, dirinya beranjak meninggal area kantin. Mengabaikan kakak kelas yang baru ia kenal pagi tadi. Aran Aludra. Tinggal lima langkah dirinya akan keluar dari area kantin, tiba-tiba.

"Ah anjerrr lengket!! " sebuah teriakan dramatis menarik perhatian seisi kantin.

"Maaf aku tidak sengaja, aku tidak melihat jalan tadi. " ucap Aira terhadap lelaki tersebut, pasalnya saat ingin berjalan keluar, ia tak melihat sekitar dan berakhir menabrak seorang lelaki yang ingin memasuki kantin. Hal itu sukses membuat seragam yang Aira dan lelaki tersebut kenakan kotor akibat jus yang Aira bawa.

"Gapapa sih sans hehe, baju lo juga kotor btw. "

"Kalo gitu gua duluan, maaf sekali lagi. " dengan mempertahankan wajah datarnya, Aira berlalu meninggalkan kantin.

"Heh gua belom tau nama lo, kok udah cabut sih!! " tak kenal malu, lelaki tersebut berteriak, menjadikan dirinya pusat perhatian.

"Sorry bro sekali lagi, gua duluan. " Aran yang sedari tadi memperhatikan berlalu menyusul Aira.

"Lah lu siapa minta maap? Budu ah gua kan mau makan, pangeran laper. " monolog lelaki itu. Dan seperti tidak terjadi apa-apa, ia dengan santainya berjalan menuju arah penjual bakso.

"Ibukk, pangeran Rigel pesen bakso satu sama es teh nya ya!! " dari jarak dua meter, dirinya berteriak dan menuju salah satu meja kosong di ruangan itu. Sungguh tidak tahu malu, mengingat dirinya masih berstatus murid baru di sekolah itu.

Dan kejadian itu tidak luput dari pandangan seseorang yang sedari tadi diam memperhatikan.

TBC.














Gatau mau nulis apa. Bye.
















 Chronophile × Ceraunophile [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang