BAB 3

152 19 12
                                    

sembilan tahun kemudian....

Singapura, 20xx

Lautan bintang di langit Singapura bagaikan lazuardi yang memancarkan sinarnya. Seorang pemuda beranjak remaja tengah duduk  di balkon kamarnya dengan secangkir teh hangat yang mulai mendingin, membuktikan bahwa pemuda tersebut telah menghabiskan waktu yang cukup lama di tempat itu. Hanya sekedar duduk melihat bintang tanpa melakukan apa pun.

Indurasmi menyinari wajah sang pemuda,  membuat paras tampan bagaikan batara tersebut semakin memancarkan aura indahnya. Sesekali tersenyum tipis ketika sekilas ingatan indah muncul dalam pikirannya tanpa permisi. Hal kecil namun membawa harsa yang abadi. Andai semua manusia mudah untuk bersyukur, bukanlah hal yang sulit untuk mendapat kebahagiaan yang amerta. Selalu ada sisi yang hilang ataupun kosong, entah dilupakan atau terlupakan, manusia hanya bisa mengeluh dan berakhir menancapkan asa pada nabastala. Pasrah.

"Sayang! " sebuah suara perempuan membuyarkan acara menikmati suasana malam sang pemuda. Dilihatnya seorang wanita dengan usia hampir menua akan tetapi masih terlihat cantik. Dirinya tersenyum, beranjak bangun dari tempat duduknya untuk menghampiri wanita yang saat ini tengah berdiri di pintu kamarnya.

"Ada apa Ma? " tanya pemuda itu setelah tiba di depan wanita yang merupakan ibunya sendiri.

"Kau sudah mama daftarkan di SMA di Indonesia, tapi kamu harus masuk kelas 10 sayang, gapapa kan? " perkataan sang ibu menimbulkan sebuah senyum di wajah tampan pemuda itu, dirinya bahagia saat mengetahui bahwa ia akan kembali ke negara tempat ia lahir setelah sembilan tahun lamanya.

"Tidak apa, kan memang seharusnya aku masuk kelas 10. " pemuda itu tersenyum maklum, dirinya tau apa maksud perkataan sang ibu, tidak ingin mengingat kejadian yang sudah ia lupakan sejak lama, meski hal tersebut tidak akan pernah hilang dari ingatannya. Hanya berdamai dengan keadaan, sebagai alasan untuk tetap melanjutkan hidup dengan normal, tanpa terkekang masa lalu.

Ibunya tersenyum, memeluk putra semata wayangnya itu singkat, "yasudah ayo makan, ayahmu telah menunggu. " kata sang ibu dan dibalas anggukan kepala dari sang putra.

Chronophile × Ceraunophile

"Hai boy! " sebuah suara dari lelaki yang lebih tua menyapa sang putra yang tengah menuruni tangga.

"Yoi bro! " sapa balik sang putra dengan gerakan adu tos pada lelaki yang lebih tua. Sang ibu hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku sang putra.

"Hahaha, kau semakin berani denganku ternyata. " tawa yang lebih tua terdengar, menimbulkan suasana makan malam keluarga itu terlihat sempurna.

"Aku memang berani pada ayah sejak dulu. " jawab sang putra sambil mengambil makanan.

"Jaga sikapmu saat di meja makan sayang. " perintah sang ibu.

"Berarti jika tidak di ruang makan, sikapku boleh semena-mena? " kata sang putra berniat menggoda satu-satunya wanita di tempat itu. Sang ibu hanya tersenyum sabar melihat kelakuan sang putra.

"Turuti ibumu nak. " lelaki yang lebih tua angkat bicara.

"Iya-iya selamat makan semua! " tingkah bodoh namun sangat menggembirakan, bahagia memang sesederhana itu.

"Oh jangan lupa kemasi pakaian mu, besok kita pulang ke Indonesia! " perintah sang ayah.

"Siap ayah! " jawab pemuda itu semangat. Dirinya bersyukur dapat bertemu seorang lelaki yang dilimpahi kesempurnaan namun tetap bersikap dalam kesederhanaan. Sama seperti salah satu bintang di langit, menawan akan sinar terangnya namun tak menyilaukan, seperti Altair.

 Chronophile × Ceraunophile [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang