"Aira, aku pamit pulang dulu ya." celetuk Aran tiba-tiba setelah mengakhiri panggilan di teleponnya.
"Loh kenapa Kak?" sahut Aira heran melihat raut wajah khawatir pemuda di depannya.
"Engga ini tadi ibu nya Dara telepon katanya Dara sakit, maaf ya kakak buru-buru." dengan cepat Aran meraih kunci motor nya lalu bergegas keluar. Sepenuhnya acuh pada eksistensi Aira.
Aira tak menyahut, dirinya memandangi kepergian Aran dengan pandangan sendu. Sebegitu berartikah seorang Adara bagi Aran?
Sedangkan, di sisi lain Aran dibuat gelisah di depan ruang UGD, harap-harap cemas mengenai kondisi sahabat satu-satunya itu. Namun, dirinya harus menekan kuat-kuat perasaan itu demi tidak semakin memperkeruh suasana. Karena dia tahu, ada yang lebih khawatir oleh kondisi Adara saat ini. Siapa lagi jika bukan sang ibu dari Adara yang saat ini tengah duduk di kursi tunggu sambil terisak pelan.
"Tante tenang, Aran yakin Adara kuat." ucap Aran, tangannya mengusap pelan bahu sang ibu dari sahabatnya itu.
"Tante takut, Adara bakal pergi nyusul ayahnya." Aran terkesiap sesaat. Ucapan ibu Adara berhasil membuat dirinya terdiam.
"Gak, Adara kuat Tante, Adara yang Aran kenal itu kuat, dia ga bakal ninggalin kita secepat itu." sahut Aran cepat, nada suaranya terkesan datar.
Jika ditanya, apakah dirinya siap untuk ditinggal sahabat satu-satunya itu, maka jawabannya adalah tidak. Sungguh, Aran belum siap bahkan mungkin tidak akan pernah siap.
Tak lama, seorang perawat keluar dari ruangan tersebut, sontak membuat Aran segera berdiri.
"Gimana sus?" lontar Aran cepat.
"Pasien tadi sempat drop, tapi untungnya berhasil bertahan meski keadaannya masih sangat lemah, untuk informasi selanjutnya bisa ditanyakan langsung pada dokter di dalam. Saya permisi." perawat yang sepertinya seumuran ibunya itu tersenyum ramah lalu berjalan menjauh. Aran seperti tak asing dengan senyuman itu, namun sayangnya Aran acuh. Kondisi Adara lebih penting.
Chronophile × Ceraunophile
Di sini saat ini Aran berada, di ruangan dengan nuansa putih juga bau obat-obatan yang sangat kentara. Dihadapannya terdapat seorang dokter yang menangani penyakit Adara selama ini. Jas putih bersih, juga kacamata yang bertengger apik di mata membuat sang dokter terlihat berwibawa, imbang dengan gelar pendidikan yang digenggam.
"Adara sudah terlalu banyak melakukan transfusi darah, itu membuat tubuhnya terlalu banyak menerima zat besi, dan itu kurang baik bagi tubuhnya." jelas sang dokter yang tak lain adalah ayah dari Bella.
Aran terdiam, mengenggam erat-erat tangan ibu Adara yang duduk di sampingnya. Berusaha menguatkan karena dia tahu, ibu sahabatnya itu sedang berusaha menahan tangis.
"Lalu jalan yang terbaik bagaimana dok?"
"Haah... " ayah Bella menghembuskan nafas berat lelah.
"Hemofilia itu penyakit keturunan, kamu tahu itu, tidak bisa untuk disembuhkan. Jika bergantung pada obat penambah darah, bagi Adara akan percuma, tetapi jika melanjutkan transfusi darah, ya itu tadi, akan terjadi penumpukan zat besi berlebih. Dan itu juga tidak baik," sambung dokter itu. Dirinya sebenarnya juga tidak tega. Adara adalah salah satu pasien yang sangat dekat dengannya. Ditambah ibu dari Adara adalah sahabat dekat dari mendiang sang istri. Jadi tidak salah jika dirinya sudah menganggap Adara adalah bagian dari keluarganya.
"Kita memang tidak bisa melawan takdir, tapi tidak ada salahnya untuk berusaha dan terus berdoa, "
Chronophile × Ceraunophile
KAMU SEDANG MEMBACA
Chronophile × Ceraunophile [On Going]
Teen FictionStart : [05062020] End : - Dimana caramu mencari kebahagiaan, akan membuat mu terluka. Kisah tentang si pecinta waktu dan si pecinta kilat. Aira, anak tengah yang diperlakukan seperti orang asing oleh ibu dan saudara-saudarinya semenjak sang aya...