Aseana yang mendengar nama Arjuna disebut-sebut itu sontak langsung ikut berlari menuju lapangan utama. sesampainya disana, ia langsung membelah gerombolan dan berjalan ditengahnya sambil terus mengucapkan kata permisi. Saat sampai didepan gerombolan, yang pertama ia lihat adalah Arjuna yang terlihat tengah mencengkram kerah kemeja yang dipakai oleh guru PPL tersebut.
Ia terlihat seperti berucap sesuatu kepada sang guru, namun, tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Tak ada perlawanan pasti dari guru tersebut, tetapi apabila dilihat dengan teliti, sudut bibir guru itu tertarik sedikit keatas,
"BANGSAT!!" Arjuna berteriak, dan hendak memberi sang guru itu pukulan diwajahnya.
Sebelum Arjuna memukul guru tersebut, Aseana sudah menarik bagian belakang seragam Arjuna –yang terlihat sudah tidak rapih lagi. Arjuna menepis tangan itu, "Apaan sih! —Ana?"
Perempuan itu melotot, "Lo yang apaan Arjuna Elvan?! Ngapain mukul-mukul guru hah!? Mau jadi jagoan ?!"
"Engga, se. Engga gitu..." wajah Arjuna melunak saat menatap mata Aseana.
"Terus apa ?" Arjuna bungkam. "Minta maaf sama pak Feri sekarang!"
"Apa?"
"Minta maaf Arjuna!"
"Engga. Dia yang salah, kenapa aku yang minta maaf ?"
Aseana terdiam sebentar sewaktu Arjuna menyebut dirinya sendiri menggunakan kata 'aku'. Ase kaget.
Sementara gerombolan tadi sudah berangsur pergi saat Gattanza mengusir mereka dari lapangan. Kini, yang ada dilapangan tersebut hanyalah guru PPL, Aseana, Gattanza, Arjuna, guru BK –ibu Riri–, pak Manto –walikelas Arjuna– dan seorang perempuan yang sedari tadi hanya menunduk. Wajahnya tertutupi oleh poni dan rambutnya yang panjang. Agak ngeri sih melihatnya.
"Arjuna."
"Dia yang salah !" katanya sambil menunjuk guru PPL tersebut menggunakan jari telunjuknya, "Aku ga mau minta maaf!" ucap laki-laki tersebut, kemudian berbalik dan melangkahkan kakinya pergi dari tempat tersebut.
Aseana menghela nafasnya, kemudian berdecak sebal. "Pak Feri, maafin Arjuna ya pak." katanya, dan dibalas anggukan singkat dari guru itu.
"Pak Manto, bu Riri maafin Arjuna ya atas kegaduhan ini." perempuan itu kembali berkata.
"Iya, se. Nanti bapak akan coba mengobrol dengan Arjuna. Terima kasih juga ya se, sudah menghentikan Arjuna." Aseana mengangguk.
Sementara ibu Riri, beliau tersenyum teduh, "Jagain itu se, nak Arjuna nya. Jangan sampai dia memukul seseorang lagi,"
"Siap, bu."
Kemudian, ibu Riri dan pak Manto pun pergi meninggalkan lapangan utama, disusul dengan guru PPL setelahnya. Guru itu, sekilas ia terlihat melirik kearah perempuan yang masih menundukkan kepalanya tersebut.
Aseana melirik kearah Gattanza, "Gue duluan." katanya, sudah dapat dipastikan Aseana hendak menyusuli Arjuna. Gattanza hanya menghela nafasnya, kemudian netranya tak sengaja menangkap sebuah objek yang sangat misterius.
Perempuan yang masih menunduk.
Gattanza menghampiri perempuan tersebut, "Hei? Lo baik-baik aja kan?" tidak ada respon dan jawaban. Perempuan itu masih tetap menunduk.
Gattanza mengguncang pelan pundak perempuan itu, dan tiba-tiba kepala perempuan itu sudah berada tepat dipundaknya. Dan sepertinya.. perempuan itu menangis?
"Terima kasih, terima kasih..."
•~•
Aseana mengikuti Arjuna dari belakang, sambil sesekali memanggil-manggil nama laki-laki itu. Tepat diarea taman, dekat kantin belakang, Aseana menarik lengan Arjuna, membuat langkah laki-laki itu terhenti.
Kini, kedua manusia berbeda gender itu saling berhadapan. Wajah sang pria terlihat cukup datar, dingin, sangat tajam, kesal dan benar-benar tidak seperti biasanya.
Mengetahui tatapan seperti itu yang ia dapat dari Arjuna, sementara laki-laki itu tidak pernah sekalipun menatapnya dengan tatapan seperti itu, Ase balas menatap laki-laki itu dengan picingan mata, ia merasa ada yang tidak beres disini.
"Lo kenapa?"
"Lo peduli?"
Ase sweatdrop. Jawaban apa itu? Baru beberapa menit yang lalu laki-laki itu memanggilnya menggunakan kata 'aku', kenapa sekarang? Ase menatap mata Juna dengan seksama. Sementara, yang ditatap itu dengan perlahan mulai melunakkan kembali raut wajahnya.
Melihat Juna yang –sepertinya– sudah tidak emosian lagi. Ase kembali bertanya, "Lo kenapa?"
Arjuna tidak menjawab, laki-laki itu bungkam dan hanya menatap kearah Ase. Laki-laki itu menghela nafasnya sambil melemaskan kedua bahunya. "PPL brengsek. Dia ngelakuin pelecehan seksual sama perempuan tadi!" katanya.
"Lo serius??"
"Kalau aku ga serius, aku ga mungkin mukul si brengsek itu kayak tadi."
Ase terkejut, kemudian mengalihkan pandangannya dari mata Juna. Beberapa detik kemudian, ia kembali menatap kearah Arjuna, dengan pipi yang memanas, "Sebentar, lo lagi ga bercanda kan?"
"Aseana! Apa aku kelihatan kayak lagi bercanda? Aku serius."
Ase menatap lama kearah mata Juna, perempuan itu mengangguk-angguk, "Berarti kita harus melaporkan kejadian ini."
Arjuna mengangguk, "Iya, ayo." kemudian menggenggam tangan Ase lalu menariknya pergi.
•~•
Beberapa saat kemudian, mereka sampai didepan ruang BK. Arjuna membawa Ase keruang BK bukan tanpa sebab. Ah, mungkin untuk alasan pertama mereka bingung, hendak melapor kepada siapa? Sementara seseorang dengan jabatan seperti kepala sekolah itu tidak mudah untuk ditemui sembarangan. Kepala sekolah mereka juga kerap kali tidak didapati berada dilingkungan sekolah, dalam artian, beliau sering keluar demi kepentingan dinasnya.
Sementara melapor ke wali kelas? Mereka cukup pintar mengetahui bahwa masalah ini bukan menyangkut kelas mereka. Jadi, satu-satunya jalan yaitu, menceritakan semua yang mereka –Juna– lihat kepada guru BK, Ibu Riri. Terlebih lagi, ibu guru itu sebelumnya ada ditempat kejadian perkara, jadi, Arjuna tidak perlu menjelaskan lagi. Biarlah menjadi urusan bu Riri untuk urusan melapor ke petinggi-petinggi sekolah.
Saat Arjuna hendak mengetuk pintu itu, Aseana mencengkram tangan satunya, Arjuna menoleh. "Kita ga punya bukti, Jun."
"Ada," jawab laki-laki itu seraya tersenyum –menyeringai. "CCTV,"
•~•
.tbc
I-inii.. Kenapa ceritanya jadi seperti inii 😂 monmaap, mentok nih idenya😅
KAMU SEDANG MEMBACA
[00L // 01] Aseana | Shuhua Yeh
FanfictionAseana dan Arjuna. ironpurpleman 2019