suraaat

84 13 4
                                    

Aseana menatap surat berwarna putih polos yang berada ditangannya itu, sedetik kemudian perempuan itu menoleh menatap kearah Arjuna.

Laki-laki itu ikut menoleh kearah Aseana setelah melihat surat ditangan Ase, "Surat apa?" tanyanya, Aseana menggeleng tak tahu. "Buka."

Aseana menuruti perintah Arjuna dan mulai membuka surat tersebut. Netranya langsung terarah kearah bagian bawah kertas, sebuah tulisan berisi nama dari pemilik surat ini.

Gattanza F.

Perempuan itu buru-buru kembali melipat kertas tersebut sebelum Arjuna melihatnya. Dia menggenggam kertas tersebut dengan sangat kencang. Laki-laki didepannya ini mengernyitkan dahinya sembari menatap curiga kearah perempuan itu.

"Dari siapa?"

Aseana menggeleng dan mengedikkan bahunya, "Bukan siapa-siapa." katanya. Arjuna menatapnya dengan tatapan tajam. Tanpa permisi, laki-laki itu tiba-tiba saja merebut kertas yang berada digenggaman Ase, kemudian membuka dan membacanya.

SanV, 2019

Aseana, senang bisa bertemu, berkenalan dan dekat sama lo. Banyak banget yang pengen gue bicarain sama lo. Tapi waktu kayaknya ga pernah berpihak sama gue.

Aseana, gue titip surat ini sama Laras, temen sekelas. Maaf, gue cukup pengecut untuk kasih surat ini buat lo. Maaf juga, gue terlalu pengecut untuk bilang langsung sama lo dan lebih milih untuk sampein apa yang gue rasain lewat surat ini.

Aseana, semoga lo mengerti.

Terima kasih.

Gattanza F.

•~•

Adesya berlari kearah taman disekolahnya, entah, kenapa ia berlari kesana? Seharusnya kan, dia pergi ke parkiran, soalnya Inka lagi nungguin Adesya diparkiran.

Ah, lupain dulu soal Inka. Adesya tidak ingin perempuan itu melihat wajahnya yang seperti ini. Bisa-bisa Adesya dibentak-bentak sama Inka kalau perempuan itu tahu bahwa yang membuat Adesya seperti ini adalah Arjuna. Adesya tahu, Inka sudah sering sekali memperingatkan tentang Arjuna kepadanya. Dan menyuruh perempuan itu untuk tidak menyukai Arjuna lagi. Karena ya, percuma saja, perempuan yang Arjuna sukai itu bukan Adesya.

"Argh sial! Kenapa sih lo jantung, masih sakit aja, edan, lebay banget!" Adesya memegangi dada bagian kirinya sambil menepuk-nepuk, lumayan keras.

"Nyebelin!" Adesya berdiri, dan mulai kembali menginjak-injakkan kakinya ke tanah, "Adesya edaan!" kali ini ditambah dengan rumput yang menjadi pelampiasan kekesalannya.

"Hei, kasihan itu rumputnya ga ada salah kenapa dicabutin?" tiba-tiba saja terdengar suara seseorang dari belakang Adesya. Perempuan itu menoleh, "Kamu gapapa?" dan setelahnya tangis perempuan itu sudah tak bisa dibendung lagi.

•~•

Arjuna mengeratkan rahangnya, laki-laki itu menatap tajam kearah Aseana, "Apa ini?!"

Aseana mendengus, perempuan itu merebut kembali kertas digenggaman Arjuna, "Lo buta? Ini surat." katanya.

"Ngapain si setan-setan itu kasih surat ke lo?"

"Itu bukan urusan lo. Dan nama dia itu Gattan, bukan setan!" Ase berbalik kemudian hendak berjalan pergi dari tempat tersebut, namun, Arjuna menangkap pergelangan tangannya. Aseana berbalik kemudian dengan keras menarik kembali tangan yang semula dicekal oleh Arjuna. "Apaan sih?!"

"Lo mau kemana?"

"Bukan urusan lo." perempuan itu berbicara dengan nada menahan kesalnya, terlihat sekali, wajahnya pun memerah –yang Arjuna yakini itu bukan karena dia malu. Aseana sedang marah. Padanya? Atau pada Gattanza?

Perempuan itu kembali berjalan meninggalkan Arjuna. Kertas digenggamannya sudah remuk tak berbentuk, itu karena remasan ditangannya yang terlalu kencang. Aseana bahkan tidak memikirkan telapak tangannya yang kesakitan. Perempuan itu tidak terpikirkan sampai kesitu.

"Aseana." Arjuna memanggil nama perempuan itu sambil mengikutinya berjalan dari belakang. Namun, Aseana tak merespon sama sekali. "Ana!" Arjuna mencoba kembali menarik pergelangan tangan Aseana. Yang tentunya diberontaki oleh perempuan itu. Sebelumnya Ase bisa melepaskan dirinya dari cengkraman Arjuna. Kali ini tidak, Arjuna tidak akan melepaskan perempuan itu.

"Lepas!"

"Ana!"

"Lepas, Jun! Gue mau cari Gattanza!" kata Ase, nadanya sedikit menaik. Dan tanpa sadar, Arjuna sudah melepaskan genggamannya. Wajah laki-laki itu sempat terkejut sebentar lalu berubah kembali menjadi tanpa ekspresi. Sementara Ase, dengan wajah memerah menahan amarah, perempuan itu berjalan pergi meninggalkan Arjuna. Tanpa sepatah kata perpisahan dan senyuman manis, Ase sepertinya tidak menyadari keadaan panas yang tercipta karena dirinya bertingkah seperti itu. Sementara dipihak Arjuna, entah, apa yang laki-laki itu pikirkan? Wajahnya tidak menunjukan ekspresi apapun. Dia memang pandai menyembunyikannya.

•~•

Dengan nafas yang memburu, Aseana masih terus berjalan mencari seseorang. Sebelumnya ia sudah mencari Gattanza dikelasnya, tapi tak ada! Teman-temannya bilang laki-laki itu pergi ke kantin. Dan pada akhirnya, Ase pun mengikuti intruksi dari teman Gattanza dan mulai pergi ke kantin.

Sesampainya perempuan itu disurganya para murid, ia tidak menemukan Gattanza sama sekali. Laki-laki itu tidak berada di kantin! Edan! Kesabaran Ase benar-benar sudah berada diambang batas. Dengan langkah yang masih terburu dan wajah yang sudah memerah karena lelah, ia pasrah dan berniat kembali ke kelasnya. Perjalanan menuju ruang kelasnya bisa dilalui dengan melewati lapangan basket.

"Dit, oper Dit!" Aseana mendelik saat mendengar suara seseorang, itu suara Gattanza!

Ia mencari-cari keberadaan Gattanza di lapangan yang tengah dipakai bermain basket oleh anak laki-laki. Saat netranya sudah mendapati laki-laki tersebut, langsung saja kedua kakinya itu ia bawa masuk kearah lapangan. Tak peduli lah dengan pertandingannya.

"Gattanza!" panggilnya.

Laki-laki yang masih memakai seragam putih abu-abu itu mendelik, menatap kearah Aseana, kemudian tersenyum. Senyumannya memikat hati, ditambah rambutnya yang terlihat basah karena keringat, menambah kesan dramatis suasana disana, saat ini. Perempuan-perempuan yang mengerubungi lapangan pun tak bisa membendung kebahagiaan mereka saat melihat pria tampan itu tersenyum.

"Slur, bentar ya gue kesana dulu." kata Gattanza pada salah seorang pemain basket lainnya. Kemudian laki-laki itu berlari menghampiri Aseana.

Wajah Aseana semakin memerah, dia gemas ingin segera menuntaskan segala beban di pikirannya. Dengan menemui Gattanza, Ase pikir dia akan langsung menemukan jawabannya.

"Ase?"

"Brengsek."

"Hah?"

Aseana maju, semakin dekat kearah Gattanza, lalu tanpa sepertujuannya, Aseana langsung memukul dan menendang-nendang bagian dada dan kaki Gattanza. Bertubi-tubi. Perempuan itu kesal!

"Eh.. Ase.. Stop.. Ase, kenapa?"

Berbeda dengan dua remaja yang berada ditepi lapangan, satu remaja lainnya yang kini berada didepan kelasnya, Arjuna, hanya menonton mereka dari atas ketinggian itu dengan wajah tanpa ekspresi. Mendecih pelan, laki-laki itu beranjak kemudian berbalik pergi memasuki kelasnya.

Gattanza menggenggam pergelangan tangan Aseana. Membuat perempuan itu berhenti memukuli dirinya. Wajah Ase memerah, matanya berkaca-kaca. Gattanza yang melihat itu pun mengernyitkan dahinya, dia bingung.

"Ase, kenapa?" suara Gattanza mulai terdengar panik saat melihat wajah Ase yang semakin memerah dan kini matanya mulai berkaca-kaca. "Se?"

Perempuan itu mendongak, lalu langsung menatap tepat kearah mata Gattanza. "Ini punya lo?" tanya Ase sambil memperlihatkan surat yang berada ditangannya.

Gattanza mengambil surat tersebut dan membacanya, keningnya mulai berkerut, kemudian mulai menatap kembali kearah Ase, "Se, ini bukan punya gue."

.tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[00L // 01] Aseana | Shuhua YehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang