Gadan -44

786 45 10
                                    

Hari ini gabriel dan dania akan membawa difa ke dokter psikolog

"mama, ade gabi gak dibawa?" Tanya difa

"Engga sayang, kasihan kalo adek gabi dibawa, nanti dia kecapean" ucap dania lembut

Akhirnya dania dan difa pergi untuk menemui dokter fena tampa gabriel, karena tadi pagi gabriel sudah di telfon oleh sekretarisnya untuk menemui meeting penting

*****

"Permisi" ucap dania saat memasuki ruangan yang berbau obat obatan ini

"silahkan masuk bu" ucap dokter fena

Dania masuk dan langsung mendudukan tubuhnya di kursi depan dokter fena, dan difa di sampingnya

"ada yang bisa saya bantu"

"jadi gini dok kemaren anak saya ini sempat di culik dan di bawa ke rumah kosong, dann waktu saya sampe di lokasinya itu, rumah kosong itu kebakaran, untungnya anak saya gapapa, tapi pas mau di bawa ke rumah dia pingsan, dan saya bawa ke dokter kata dokter, kemungkinan anak saya mengalami trauma gara gara penculikan itu" ujar dania

"baik, saya paham" ucap dokter fena
"Mari ikut dokter" ucap dokter fena lagi kepada difa sambil mengulurkan tangannya

Difa melihat mamanya meminta persetujuan.

dania melihat difa sambil tersenyum, menyetujuinya.

akhirnya difa memegang tangan dokter fena dan mengikuti dokter fena ke ruangan psikologi

"namanya siapa?" Tanya dokter fena

"difaryl miracle mahardika" ucap difa

"wahh nama yang bagus" ucap dokter fena sambil tersenyum

Fena mencoba mendekatkan dirinya kepada difa agar ia bisa mengetahui lebih dalam

"difaryl, ini kenapa?" Tanya fena sambil menunjuk bekas luka yang masih memerah di tangan, pipi dan lengan difa

"hemmm, di--pu..kul" ucap difa ragu

"sama siapa?" Tanyanya lagi

Tapi yang ditanya hanya diam

"sama mama?, papa?, atau nenek?"

"Bukan"

"mereka baik sama difa, yang pu--kul, ranti" ucap difa sambil begertar saat menyebut nama itu

"ranti?, siapa itu?" Tanya fena yang terbingung

"teman difa?" Tanya fena lagi. Karna yang ditanya tidan jawab

"ranti dokterr.., dia yang mukulin difa di kamar terus tinggalin difa" ucap difa

"Padahal difa ga pernah buat salah, difa tetep di pukul sama ayah, terus difa dipukul sama ranti, difa sebenernya sayang sama ayah, tapi ayah ninggalin difa berdua sama ranti, dan difa dipukilin sama ranti" ucap difa menceritan kejadian itu

"difa tunggu sini yaa, dokter mau ke mama difa dulu" ucap dokter

akhirnya dokter keluar dari ruangan psikologi dan duduk di kursi yang berhadapan dengan dania

"saya mau nanya, ranti itu siapa ya?" Tanya dokter

"ranti?" Ucap dania kembali

"Iya, difa menceritakan ayahnya dan ranti  yang suka memukuli dia waktu di kamar" ucap fena

"ranti itu kayaknya mama kandungnya difa" ucap dania

"Hah?, tunggu tunggu saya gak ngerti" ucap fena

"jadi gini dok, difa itu sebenernya anak angkat saya, saya ketemu sama dia di aprtemen, waktu itu saya mau masuk ke aprtemen saya tapi saya mendengar teriakan anak kecil, nah saya mau buka pintu aprtemennya tapi gabisa di kunci, sesudah itu...." dania mencertikan semua kejadian pertama kali ia ketemu difa

"kemungkinan ranti itu mamanya" ucap dokter fena seusai mendengar cerita dania

"iya dok"

"difa kayaknya benci banget sama mama kandungnya sampai ia tidak memakai embel embel mama" Ucap fena dan di anggukan oleh dania

akhirnya dokter fena meninggalkan dania dan masuk ke ruangan psikologi lagi

"difa, ayah difa baik?" Tanya dokter fena

"ayah baik, tapi ayah pernah pukulin difa, waktu gak sengaja jatuhin piring makan" ucap difa

Fena menganggukan palanya mengerti "kalo mama ranti?" Ucap fena yang kembali bertanya

"kalo ma--ma ranti" ucap dania sedikit ragu mengucapkan embel embel itu. "Selalu kasar sama difa, mukulin difa, iket tangan difa, ngajak difa mati bareng" ucapnya dam membuat fena kaget

"mati bareng?" batin fena bingung









Jangan lupa vote dan komen, kelanjutan ini bakal ada di part selanjutnya, kalo banyak yang komen double up aku bakalan publis part 45

~GADAN~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang