Part 40 - Maaf

37 6 1
                                    

Dream, Love and Friendship © Group 1

LavenderWriters Project II

PART 40 — Maaf

Created by Zahraahsnaa

***

Fadil berjalan gontai menuju kelasnya. Hari ini ia benar-benar berangkat bersama supir dan juga bodyguard yang papanya sewa. Motor kesayangannya juga sudah papanya sita.

Banyak bisik-bisik yang membicarakan Fadil. Tentang Fadil yang gagal ikut turnamen dan didiskualifikasi, tentang orang tua Fadil yang ternyata tak menyukai hobi Fadil, dan juga tentang bagaimana jahatnya Mila yang memberitahu turnamen Fadil kepada kedua orang tua Fadil.

Mila. Jika mengingat nama itu, Fadil kini rasanya muak. Fadil kecewa, tentu saja. Fadil tidak menyangka jika sikap baik Mila akhir-akhir ini ternyata punya maksud terselubung.

Fadil memang curiga atas perubahan sikap Mila. Tapi, siapa yang peduli saat orang yang kamu suka sikapnya berubah lebih baik pada kamu? Seharusnya itu membuat kamu senang, 'kan? Sama halnya dengan Fadil.

Fadil juga senang saat sikap Mila sudah mulai berubah. Berubah dalam artian yang lebih baik kepada Fadil. Dan Fadil mengartikannya jika Mila juga mulai merasakan apa yang Fadil rasakan kepada perempuan itu, walau tak bisa dipungkiri jika Fadil juga merasa janggal dengan perubahan sikap Mila.

Mila menyuruhnya untuk tetap memperjuangkan mimpi terbesarnya. Mila mendukung semua keputusannya yang akan kembali berjuang untuk taekwondo. Tapi ternyata, Mila malah menjebaknya. Mila mengadu kepada orang tuanya. Mila—

"Arrggh!" Fadil mengacak-acak rambutnya. Disepanjang perjalanan, Fadil terus memikirkan Mila hingga ia sampai di dalam toilet laki-laki.

"Gue kecewa sama lo, Mil. Gue benci sama lo."

"Kalau lo emang benci sama gue karena lo nuduh gue yang udah menghancurkan mimpi lo, gak kayak gini caranya lo balas dendam!"

"Arrggh!"

Dor! Dor! Dor!

Fadil menatap pintu toilet yang ia kunci saat pintu itu digedor dari luar.
"Dil! Fadil! Lo gak kenapa-napa, 'kan?!"

Dor! Dor! Dor!

Fadil menghela napasnya kasar. Laki-laki itu lalu membuka pintu toilet yang ia kunci.

"Fadil?! Lo gak kenapa-napa, 'kan? Gue belum terlambat, 'kan?!" Fadil mengernyit menatap Andhika.

"Terlambat?"

"Iya, lo belum nyayat tangan lo pakek pisau, 'kan?"

Pletak!

Satu jitakan mendarat di kepala Andhika begitu mulusnya. Laki-laki yang mendapatkan jitakan itu mengaduh kesakitan sembari mengusap-usapinya.

"Anjir lo! Sakit monyet!" maki Andhika.

"Udah ditolongin, malah dijitak! Gak waras lo?!" ucap Andhika nyolot.

"Elo yang gak waras. Lagian, siapa juga yang mau bunuh diri," ucap Fadil.

"Jadi, lo gak ada niatan buat bunuh diri?" Andhika langsung menatap Fadil dengan tampang watadosnya.

"Gak. Emang gue cowok apaan, cuma gara-gara kemaren harus bunuh diri. Masa depan gue masih panjang," balas Fadil.

"Yaudah, syukur deh." Andhika mengela napas lega.

[1]Dream, Love and Friendship✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang