Bagian Enam

15 1 0
                                    

Gadis itu membalikkan badan.
''Astaghfirullahal adzim!''Aisyah terperanjat. Gadis itu ternganga. Mendapati seorang lelaki berdiri di depannya.
Lelaki itu tak kalah terkejutnya mendapati gadis yang ada di depannya. lelaki yang tadi berbincang dengan kang Ali masih berdiri disana untuk melihat siapa gadis yang ada di balik semak-semak.
''Aisyah!''
Gadis itu menelan ludahnya dengan susah.
''I-il-ilham!''gadis itu tergagap. Ilham tertawa terpingkal-pingkal.
''Oh! jadi kau orang yang diam-diam jadi fans beratku itu?''
Gadis itu melotot ''Apa kau bilang? Fans?''
Ilham mangut-manggut. ''Ya! Kalo tadi aku nggak salah dengar. Dan yang pastinya aku bisa memastikan bahwa pendengaranku masih sangat bagus!''
Aisyah menelan ludah, memegangi pelipisnya.
''Aku sudah mengetahui sejak kedatanganmu kesini, meskipun aku belum menyadari kalo ternyata kau itu fansku!''
Aisyah mendengus.
''Asal tau aja, jika kau duduk disini sepanjang shubuh untuk mendengar aku adzan, aku bisa melihatmu dari sana''Ujar Ilham menunjuk ke arah jendela kecil yang ada di depan mimbar masjid.
Gadis itu melotot. Bagaimana ia bisa melakukan hal sebodoh itu, dia bahkan tidak menyadari siapa lelaki yang selama 1 minggu ini ia kagumi karena suaranya yang begitu indah. Parahnya lagi ia tak menyadari bahwa lelaki itu sudah memerhatikannya.
Meskipun lelaki itu tak dapat melihat siapa gadis yang selalu mengintipnya dari belakang masjid.
Ilham terpingkal-pingkal.
''Baik-baik. Ceritakan gimana kau bisa ada di pesantren ini!''
''Apa kau tidak takut ngobrol sama orang yang bukan muhrim? Nanti kau di tegur sama kang..kang!''
''Yuyu kangkang maksudmu?'' Ilham terpingkal-pingkal.
"Sudahlah. Aku hanya ingin menanyakan bagaimana kabar sahabatku ini, dan bagaimana bisa gadis sepertimu masuk pesantren?''
Aisyah mendengus.
''Iya aku cerita. Aku emang nggak lanjut kuliah! Aku mau di pesantren saja! Tapi serius aku nggak tau kalo ternyata kita bakal satu pesantren seperti ini!''
Ilham tersenyum.
''Iya-iya. Lalu bagaimana dengan kampus impianmu?''
Aisyah melotot. ''Kau tau masalah itu?''
Ilham manggut-manggut.
''Kita memang tidak pernah bertemu. Tapi ibuku kan masih tetanggamu, dan ibumu masih bertetangga baik dengan ibuku.''
''Ohh jadi ini ulah ibu-ibu yang biasa belanja sayur pagi-pagi, ya!''
Ilham terpingkal-pingkal.
''Jadi, kau kesini karena pelarian tidak lolos masuk kampus, atau memang ingin menimba ilmu di pesantren?''
Aisyah tertegun, gadis itu melongo. Bagaimana pertanyaan semacam itu keluar dari mulut Ilham. Ia harus menjawab apa, bahkan ia tak tau apa niatnya datang kesini. Pertanyaan itu benar-benar sentilan baginya.
''Aisyah!'' Ilham mengibaskan tangan didepan muka Aisyah.
Gadis itu tersentak
''Oh atau mungkin karena kau emang pengin nyusul aku hahaha?''
''Apaan sih garing!''
Lelaki itu menghela napas.
''Apapun niatmu akan berubah ketika ilmumu bertambah. Percayalah, keputusanmu tidak salah. Agama akan menuntunmu memperoleh hidup yang berkah dan ilmu akan membawamu menjadi manusia yang memiliki arah.''
Aisyah tersenyum simpul.
''Ia tetap sama, masih sama seperti bocah kecil yang datang ke rumahku untuk memberi kue brownis sebagai tanda persahabatan karena baru saja pindah disebelah rumahku."
"Hingga kemudian aku mengenal yang namanya pertemanan, lalu aku mengerti apa itu persahabatan, hingga aku merasakan hidup bersama kenyamanan."
"Kini ia mengajari bahwa teman tidak akan berjarak meski waktu belum menyatukan.''Batin Aisyah dalam hati
''Aisyah.''Lagi-lagi Aisyah menghabiskan beberapa detik waktunya untuk memandang Ilham.
Gadis itu nyengir.
''Iya deh Pak ustadz iya.''
Ilham menyeringai.
''Bisa aja. Aku tetap Ilham kecilmu!''goda Ilham
Aisyah melotot, tak mampu menahan senyum yang begitu saja merekah ketika Ilham menggodanya lalu berlalu dari hadapannya.
Gadis itu terus tersipu hingga pengurus bagian kebersihan memanggilnya untuk menjalankan piket harian.

Muara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang