Dari kejauhan seorang lelaki tengah memelototi Aisyah dan mencoba memanggilnya.
''Aisyah! Aisyah!''
Namun, gadis itu tak mendengar suara Ilham. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk menghampiri gadis itu.
"Aisyah! Apa yang kau lakukan disini?''
Aisyah tersentak. Menyadari kedatangan Ilham.
''Ilham! Bagaimana mungkin kau bisa disini. Kau sudah melewati batas wilayah pesantren putra dengan putri.''
Ilham menautkan kedua alisnya. Lelaki itu mendengus pelan.
''Seharusnya aku yang tanya gitu. Lihat sekarang kau dimana?''
Aisyah melongo, matanya mengitari setiap sudut. Gadis itu menepuk jidatnya.
Gadis itu telah berjalan melewati sepanjang koridor hingga dirinya tak sadar telah masuk di pondok putra.
''Apa jangan-jangan kau ngigo?'' imbuh Ilham
''Apa? E-enggak lah. Mana ada ngigo jalan sampai sejauh ini.''
''Halah. Kau lupa ya, dulu itu kau pernah ngigo terus jalan sampai tidur di depan rumahku.''Ujar Ilham tertawa cekikikan
''Ilham apaan sih. Jangan kenceng-kenceng ngomongnya, ntar ada yang denger!''
''Penyakitmu itu emang nggak sembuh-sembuh! Kayaknya itu penyakit bawaan deh!''Ilham terus saja menertawakan sahabat kecilnya itu, ia tak mampu menahan tawanya
''Terus aja sana ngata-ngatain aku.''Gerutu Aisyah kesal.
Gadis itu menyadari Laila berdiri di seberang lapangan tengah memerhatikannya.
''Udah ah. Aku mau ambil air wudhu dulu.''Ujar Aisyah nyelonong meninggalkan Ilham yang masih cekikikan. Menghampiri Laila yang menunggunya.
''Laila, kau pasti menungguku. Yaudah ayo wudhu.''ujar Aisyah menarik lengan Laila.
Mereka berjalan menuju kamar mandi. Melewati santri-santri lain yang keluar dari kamar mereka masing-masing untuk bersiap-siap shalat berjamaah.
Aisyah segera berwudhu dan disusul Laila di sebelahnya.
''Aisyah!''
''Hmmm''Sahut Aisyah mengenakan kerudungnya
''Aku perhatikan kau dekat sekali dengan Ilham.''
Aisyah berusaha menanggapi pertanyaan Laila dengan santai.
"Biasa aja.''
Jawab Aisyah berjalan keluar dari kamar mandi, Laila menyusul dibelakangnya.
''Kita itu sudah bersahabat sejak kecil. Kita itu bertetanga, jadi sejak kecil suka main bareng gitu deh.''
Laila manggut-manggut.
"Jadi dari kita TK sampai SMP itu kita selalu satu sekolah. Satu kelas pula."
Imbuh Aisyah, "Ya gimana, kemana-mana berdua, berangkat berdua dan pulang juga berdua.
Aisyah menarik napas. "Nah, suatu ketika dia ke rumahku, dia pamit katanya kita nggak akan bertemu dalam waktu yang lama, karena setelah lulus SMP dia mau masuk ke pesantren.''Ujar Aisyah meraih mukenanya yang ada di atas kasurnya.
Aisyah melanjutkan.
"Yaudah setelah SMP akhirnya kita jalani hidup kita masing-masing'' Imbuh Aisyah menerawang.
''SMP selesai terus lulus SMA aku berharap bisa masuk di kampus yang selama ini aku mau."
Aisyah menggigit bibir bawahnya. "Dari kelas XI aku belajar agar aku bisa masuk di kampus impian. Suatu ketika ada pengumuman bahwa pendaftaran masuk di kampus impianku itu, aku ikut seleksi dan hasilnya...''Ujar Aisyah terputus
"Hasilnya?'' tanya Laila
Aisyah tersenyum. Melangkahkan kaki keluar dari kamar di ikuti Laila di sebelahnya.
''Aku tidak lolos. Aku sakit hati, terpuruk, sangat terpukul. Sesuatu yang aku perjuangkan hasilnya sia-sia."
Aisyah menarik napas.
"Mungkin ini teguran. Disitulah aku merasa bahwa salah besar jika kita itu berharap selain kepada allah."
"Akhirnya suatu ketika aku memutuskan ke pesantren, aku ingin memperbaiki agamaku. Aku memang memakai hijab, tapi aku merasa bahwa pengetahuanku tentang agama masih sangat kurang!'' terang aisyah
Laila tersenyum. Meskipun Aisyah tak dapat melihat langsung semanis apa senyum Laila di balik cadarnya.
Tapi, Aisyah bisa melihat dari sorotan mata Laila yang indah itu.
"Lalu. Kau bertemu lagi dengan Ilham?''
Aisyah manggut-manggut. ''Selama 3 tahun dia di pesantren aku nggak pernah lagi ketemu dengan dia. Aku nggak tau dia di pesantren mana dan aku pikir aku juga tidak mempermasalahkan aku mau ke pesantren mana, yang ada di pikiranku hanya ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah. Suatu ketika...''
![](https://img.wattpad.com/cover/218039100-288-k116496.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara
Short StoryMemaafkan merupakan kewajiban. Dan melupakan perkara perasaan yang tidak bisa dipaksakan.