Aisyah masih tak mampu melepas pelukannya pada Laila yang masih duduk dikursi roda. Gadis itu tak bisa begitu saja meninggalkan sahabatnya.
‘’Udah tenang aja. Masih ada aku kok yang selalu ada buat jagain Laila.’’Celetuk Abdi berdiri dibelakang kursi roda Laila. Aisyah melepas pelukannya.
Aisyah menganggukkan kepala. ‘’Ustadzah.’’Ujar Aisyah memegang tangan ustadzah Ani yang berdiri di samping Laila. ‘’Aisyah menimba ilmu dulu ya. Untuk semua waktu yang telah Ustadzah berikan pada Aisyah, Aisyah berterima kasih banyak. Aisyah belum bisa membalas semua jasa-jasa ustadzah.’’
Ustadzah Ani tersenyum. membelai pipi Aisyah. ‘’Pergilah nak, kejar cita-citamu setinggi-tingginya hingga lawanmu tak mampu mengejarnya, kalahkan lawanmu dengan akhlakmu, bukan akalmu. Akal mampu diperdaya oleh nafsu. Sedangkan akhlak akan melindungimu dari kejamnya waktu.’’
Aisyah meneteskan air mata. Gadis itu menghambur ke dalam pelukan ustadzah Ani. ‘’Terima kasih Ustadzah.’’Ustadzah Ani menganggukkan kepala. Lalu melepas pelukannya.
‘’Ilham.’’Aisyah menoleh pada lelaki yang membawakan kopernya. Lelaki itu mengangkat satu alisnya.
‘’Kenapa? Sudah, tidak perlu berterima kasih. Santai saja!’’Ujar Ilham menutupi kesedihannya. Ia tak mampu membayangkan bagaimana mungkin untuk 4 tahun ke depan ia tak akan melihat senyum gadis yang ada di hadapannya.
Aisyah menghela napas. ‘’Ah. Kau merusak suasana. Padahal aku ingin memelukmu sebagai salam perpisahan.’’Goda gadis itu melirik ustadzah Ani yang sudah melotot. Gadis itu terkekeh.
Ilham memutar kedua bola matanya. ‘’Sudahlah. Jangan menggodaku. Imanku masih kuat.’’ujar lelaki itu
Aisyah mendesah. ‘’Baiklah, aku cuma ingin bilang…’’Ujar gadis itu terputus
Katakan Aisyah, katakan jika kau juga memiliki perasaan yang sama seperti perasaanku padamu!’’ Batin Ilham dalam hati
‘’Aku cuma ingin bilang, tolong angkat koperku sampai pintu masuk. Berat!’’
Semua yang mendengar celetukan Aisyah tertawa. Ilham menghela napas. Mendorong koper Aisyah. Gadis itu melambaikan tangan pada orang-orang yang mengantarnya. Lalu mengekor dibelakang Ilham yang membawakan koper-kopernya.
‘’Ilham.’’Aisyah menggigit bibir bawahnya.
‘’Ya?’’Jawab Ilham membalikkan badan
‘’Tunggu hingga aku selesai kuliah.’’Ujar Aisyah dengan senyum dipipinya. Ilham menganga. ‘’Aku menerima lamaranmu. Assalamu’alaikum!’’
Ujar gadis itu tersenyum melangkahkan kaki meninggalkan Ilham yang berdiri tertegun dibelakangnya. Lelaki itu mendapat sebuah senyum termanis dari aisyah.
Abdi menghampiri Ilham, lalu merangkulnya. ‘’Apa aku sahabatmu?’’
‘’Apa maksudmu?’’
‘’Bagaimana mungkin kau melamarnya tanpa mengajakku?’’
Ilham menghela napas, menghapus air matanya yang begitu saja menetes dipipinya. ‘’Orangtuaku yang datang ke rumahnya untuk melamarnya!’’
‘’Manis sekali!’’
‘’Lebih manis senyumnya!’’Celetuk Ilham menatap punggung Aisyah.
‘’Sekarang kau percaya rencana Tuhan lebih indah?’’
Ilham menatap Abdi yang berdiri di sebelahnya. ‘’Aku selalu mempercayai apa kata Tuhan.’’
Abdi menepuk pundak Ilham, ia berusaha menghibur sahabatnya itu. ‘’Dan kata Tuhan, sekarang kau harus balik ke pesantren karena harus adzan dhuhur.’’
Ilham menghela napas. Lalu tersenyum pada sahabatnya itu.
Abdi dan Ilham melangkahkan kaki menuju Laila dan Ustadzah Ani yang telah menunggunya, Abdi mendorong kursi roda Laila menuju tempat parkir. Mereka menahan langkahnya saat pesawat yang mengantar Aisyah terbang di atasnya. Mereka mendongakkan kepalanya.
‘’Terkadang kita diberi kegagalan agar dapat mensyukuri sekecil apapun nikmat yang telah diberikan Tuhan.’’ Batin ilham dalam hati. Lelaki itu melambaikan tangan pada pesawat yang terbang di atasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara
Historia CortaMemaafkan merupakan kewajiban. Dan melupakan perkara perasaan yang tidak bisa dipaksakan.