Aisyah menghapus air matanya yang begitu saja mengalir di pipinya saat mengintip Laila dan Abdi yang ada di taman belakang pesantren. Gadis itu ikut merasakan kebahagiaan yang dirasakan sahabatnya itu.
‘’Ternyata kebiasaan mengintipmu itu sudah mendarah daging ya.’’Celetuk seorang lelaki dari belakang punggung Aisyah. Gadis itu tersentak.
‘’Ilham!”Aisyah menoleh ke belakang.
‘’Iya. Ngomong-ngomong selamat ya!’’Imbuh Ilham
Aisyah mengangkat kedua alisnya. ‘’Selamat? Selamat buat apa?’’
‘’Ini!’’Ilham menyodorkan sebuah amplop dengan logo salah satu universitas terbaik di London pada Aisyah. Gadis itu terbelalak. ‘’2 bulan yang lalu aku mendaftarkanmu masuk ke universitas disana. Dan hasilnya…’’
Aisyah dengan segera membuka amplopnya. ‘’Aku di terima!’’Gadis itu menganga. Ia tak mampu menutupi kebahagiaannya. ‘’Bagaimana kau bisa melakukan ini tanpa mengatakannya padaku?’’
‘’Kok senang? Katanya dulu udah nggak mau nyoba daftar lagi?’’Ilham menggoda gadis itu. Aisyah hanya menutupi wajahnya dengan selembar kertas itu.
‘’Ya karena aku tau itu universitas impianmu. Aku mengirimkan persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk masuk disana, aku mendapatkan semua data tentang kamu dari persyaratan yang kamu kirim saat daftar disini." jelas Ilham
Lelaki itu menarik napas,
''Dan saat aku tau ada beasiswa untuk kuliah disana, aku berpikir mengapa tidak memberi kejutan ini untukmu."
Ilham tersenyum
Lelaki itu menarik napas, "Aku pikir kau memang layak untuk kuliah disana! Buat aku bangga padamu. Pergilah, waktu tidak datang untuk menunggu!’’
Aisyah manggut-manggut. Tak mampu berkata-kata.
‘’Selamat merayakan kelolosanmu. Aku ke masjid dulu.’’Ujar Ilham berlalu dari hadapan Aisyah
‘’Ilham!’’panggil Aisyah. Ilham menahan langkahnya. Lalu menoleh pada gadis yang tengah tersenyum ke arahnya.
‘’Selamat juga, karena kini kau mendapat kepercayaan dari kyai untuk menggantikan posisi kang Adi selama kang Adi menimba ilmu di Mesir.’’
‘’Kau tau masalah itu?’’
Aisyah manggut-manggut.
‘’Bukannya ibuku masih tetanggamu, dan ibumu masih bertetangga baik dengan ibuku.’’
Aisyah menyeringai. Ilham menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Ilham sadar, melihat senyum yang terlukis di wajah Aisyah sudah lebih dari cukup. Senyum orang yang mampu menggetarkan hatinya saat ia menatap matanya.
Untuk senyumnya, tawanya, manyunnya dan untuk semua hal tentang Aisyah, dia menyukainya, dia bahagia dan dia ingin hidup bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara
Short StoryMemaafkan merupakan kewajiban. Dan melupakan perkara perasaan yang tidak bisa dipaksakan.