Suamiku Tidak Mencintaiku

3.7K 93 0
                                    

Part 12

Pagi pukul 07.00 Aira sudah selesai menyiapkan sarapan. Ia sengaja bangun lebih awal karena ia tahu kalau Nurlan masuk pagi hari ini. Usai menyiapkan sarapan ia berlari-lari kecil masuk ke kamarnya dan membangunkan Nurlan. Sebenarnya ia merasa sedikit grogi tapi ia harus berani. Perlahan ia memukul pipi kanan Nurlan dan menyuruhnya bangun. Tapi Nurlan hanya berdeham tampaknya ia belum mau bangun. Aira menghela napas sambil mencari akal agar Nurlan mau bangun. Aira berdiri di samping Nurlan sambil melipat tangannya.

"Hmm sepertinya aku harus menyiramnya denga air," pikir Aira sambil terkekeh membayangkannya. Ia kemudian mengambil segelas air yang ada di atas meja samping tempat tidurnya. "Nurlan, jika kau belum bangun maka aku akan menyirammu dengan aira," seru Aira. Bukannnya bangun, Nurlan malah menutupi tubuhnya dengan selimut. Aira menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Nurlan. Ia kemudian menarik selimut itu tapi tiba-tiba Nurlan menarik tangannya. Aira pun terjatuh dan menindih tubuh Nurlan. Gelas yang berisi air yang dipegang oleh Aira jatuh ke lantai dan pecah. Sepertinya Aira tidak peduli dengan gelas yang pecah itu karena saat ini ia sedang bertatapan dengan Nurlan. Nurlan memandangi wajah Aira dengan sesekali meneguk liurnya sendiri. Tak lama mereka bertatapan, Aira bangkit dan merapikan pakaiannya. Ia sedikit salah tingkah dengan kejadian barusan.

"Kenapa kau memaksaku bangun?" tanya Nurlan lalu bangkit dan mendekati Aira.

"Bukannya hari ini kau masuk pagi di kantor?" Aira bertanya balik. Nurlan menghela napas panjang sembari memandangi Aira.

"Baiklah. Terima kasih sudah mengingatkanku," kata Nurlan kemudian berlalu ke kamar mandi. Aira yang tidak sadar telah memecahkan gelas malah berjalan dan tanpa sengaja ia menginjak pecahan gelas itu.

"Aauuu." Aira berteriak saat sadar bahwa kakinya sedang menginjak kaca. "Ah, ya ampun!" Nurlan yang baru saja melepas bajunya tiba-tiba dikejutkan oleh teriakan Aira dengan cepat ia
keluar dan melihat Aira.

"Aira, kau kenapa?" tanya Nurlan agak panik. Aira terus saja menjerit. Kakinya benar-benar sakit. Nurlan melihat ke lantai ada pecahan kaca disana. "Apa kau menginjak pecahan itu?" Aira hanya mengangguk. "Sini kakimu biar aku obati." Nurlan menyuruh Aira duduk di tempat tidur dan memeriksa kakinya yang terluka karena pecahan kaca. "Kakimu berdarah," kata Nurlan. Ia kemudian membersihkan darah itu dengan kapas.

"Aauuu ... Pelan-pelan Nurlan. Rasanya sakit sekali," jerit Aira sambil menggigit bibir bawahnya.

"Iya ... Iya. Dasar bawel," sahut Nurlan sedikit ketus. Aira terkekeh melihat ekspresi Nurlan. Ia memperhatikan wajah Nurlan tanpa berkedip sekali pun. Kenapa tidak dari dulu Nurlan perhatian padaku? Umpat Aira dalam hati. Nurlan mengobati luka Aira dengan hati-hati sambil meniupnya sesekali. "Apa kakimu masih sakit?" tanya Nurlan. Aira tidak menjawabnya karena ia masih melamun sambil memendangi wajah Nurlan. "Ra? Aira." Nurlan mencubit kecil kaki Aira dan membuat Aira sadar dari lamunannya. "Kau kenapa?" lanjut Nurlan.

"Em ... Tidak apa-apa." Aira sedikit gelagapan.

"Apa kakimu masih sakit?"

"Sudah tidak,"  jawab Aira.

"Ya sudah. Aku akan memperban kakimu supaya sakitnya tidak terasa saat kau sedang berjalan," sahut Nurlan. Aira hanya mengangguk setuju. Nurlan kemudian membalut kaki Aira dengan perban. Setelah selesai ia meminta Aira untuk berjalan agar ia tahu apakah Aira masih merasakan sakitnya atau tidak. Aira pun menuruti permintaan Nurlan. Saat akan turun dari tempat tidur, Aira berhenti.

"Kenapa berhenti?" tanya Nurlan heran.

"Itu." Aira menunjuk pecahan kaca yang masih berhamburan di bawah tempat tidurnya. Nurlan mengela napas dan memutar bola matanya. Ia mengerti dengan maksud Aira. Segera ia mengambil sapu dan membersihkan pecahan kaca itu. Usai membersihkannya ia menyuruh Aira turun dari tempat tidur. Aira pun turun dan mencoba berjalan. Aira berjalan sedikit pincang karena kakinya masih terasa sakit. Nurlan tertawa kecil melihat cara berjalan istrinya.

Suamiku Tidak MencintaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang