Suamiku Tidak Mencintaiku

3.7K 92 6
                                    

Part 22

Pukul 21.21 hujan turun begitu deras disertai angin yang berhembus kencang. Angin yang berhembus kencang membuat korden bergerak-gerak tiada henti. Seorang wanita bangkit dari duduknya lalu berjalan hendak mengunci jendela kamarnya agar angin tidak masuk ke dalam. Setelah mengunci jendela ia kemudian menyalakan lampu tidur yang berada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ia meraih benda pipih di atas tempat tidur lalu melihat pesan yang masuk di WhatsAppnya.

[Aku sudah membawa Mayrah ke kantor polisi. Ia dijatuhi hukuman penjara karena menembak suamimu.]

Usai membaca pesan dari Syam, Aira kembali meletakkan ponselnya di atas ranjang. Ia sama sekali tidak bahagia mengetahui kabar itu. Rasa sakit terhadap pengkhianatan yang dilakukan Nurlan membuatnya tidak berdaya. Raga tanpa jiwa mungkin itulah Aira. Wanita lugu yang mudah percaya pada perkataan suaminya.

"Aku menyesal Nurlan. Sungguh!" gumamnya mengepalkan tangan.

Aira merebahkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar. Ia memegang perutnya. Ia teringat akan anak yang berada dalam perutnya.  Aira kembali menitikkan air mata. Ia tidak tahu bagaimana ia akan mengurus anaknya sendirian. Ia juga merasa sedih karena mengandung anak dari seorang pria pengkhianat.

Tok .. Tok ... Tok

Seketika lamunan Aira buyar saat seseorang mengetuk pintu dan beberapa kali memanggil namanya. Mendengar seseorang memanggilnya, Aira langsung menghapus air matanya kemudian berjalan untuk membuka pintu. Setelah pintu terbuka ia melihat seorang wanita paruh baya berdiri di depannya membawa sebuah nampang yang berisi sepiring nasi dan segelas air. Aira mengajaknya untuk masuk ke dalam kamar dan duduk di pinggir ranjang.

Wanita paruh baya itu ialah ibu mertuanya. Ia menyodorkan nampang yang ia bawa ke Aira dan meminta Aira untuk memakan makanan yang ia bawa. Aira merasa tidak enak jika harus menolak. Ia pun terpaksa memakan makanan itu meski ia tidak berselera.

"Nak, kau belum makan sejak siang tadi jadi Ibu datang membawakanmu makanan. Tolong kau makan yah," ucap Ibu Melda. Aira mengangguk pelan lalu menyendok nasi ke dalam mulutnya karena ia enggan menolak perintah Ibunya.

"Nak, Ibu tau kau pasti merasa sedih mendengar perkataan Mayrah dan pasti kau juga  sangat marah karena ternyata selama ini suamimu berkhianat. Tapi meskipun begitu, Ibu minta tolong Nak. Tolong maafkanlah semua kesalahan Nurlan. Bagaimana pun dia adalah suamimu dan sudah menjadi kewajibanmu untuk memaafkannya. Lagi pula dia juga sudah tiada jadi tidak ada gunanya kalau kau menyimpan dendam terhadapnya," anjur Ibu Melda. Aira hanya diam mendengar penuturan mertuanya. Ia masih perlu berpikir dan membutuhkan waktu untuk memaafkan semua kesalahan suaminya. Aira meletakkan makanannya di atas meja kecil yang berada di sebelahnya.

"Ibu." Aira meraih tangan Ibu Melda dan menciumnya. "Aku pasti akan memaafkan kesalahan suamiku. Tapi aku butuh waktu untuk itu. Rasa sakit akan pengkhianatannya membuatku tidak berdaya Ibu," kata Aira mendengus.

"Ya sudah terserah kau saja. Tapi Ibu harap, kau segera memaafkannya,"  harap Ibu Melda. "Kalau begitu Ibu keluar dulu. Kau habiskan makanannya yah," sambungnya kemudian bangkit lalu keluar dari kamar.

"Iya Bu," balas Aira mengangguk pelan

Setelah Ibunya keluar dari kamar, Aira kembali mengunci pintunya dan kembali melanjutkan makannya. Usai makan ia duduk memeluk bantal di atas ranjang. Ia memikirkan tentang permintaan Ibu mertuanya.

Bagaimana aku akan memaafkan Nurlan? Aku benar-benar tidak bisa. Hatiku sangat sakit Ibu. Batin Aira.

Suamiku Tidak MencintaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang