Chapter 18💛

1.3K 84 2
                                    

Perempuan itu bergerak gelisah, sedari tadi ia hanya mondar-mandir dikamarnya, dengan raut wajah yang sangat ketakutan.

Tok! Tok!

Katya melonjak terkejut saat ada yang mengetuk pintu kamarnya.

"Katya ini mamah nak" suara mamahnya terdengar dari luar, Katya sengaja mengunci pintu kamarnya.

Katya pun berjalan menuju pintu dengan cemas, dengan tangan yang gemetar Katya membuka pintu itu.

"Gapapa sayang, Zayn udah pulang kok", Sandra memeluk putrinya yang ketakutan, mengelus-elus punggung Katya menenangkannya.

Zayn membuktikan ucapannya tadi siang, ia datang kerumah Katya untuk meminta penjelasan, namun saat ini Katya tidak berani menemui Zayn, jadilah Katya meminta mamahnya untuk berbohong.

"Sudah-sudah, tidur sana besok kan acara perpisahan kamu" Sandra melepaskan pelukan Katya lalu mengusap lembut air mata yang jatuh di pipi putrinya.

Ia merasa iba dengan putri satu-satunya ini, Sandra pun tidak rela jika harus membiarkan Katya tinggal bersama neneknya di Australia, Namun jika memang ini yang terbaik untuk putrinya apapun akan ia lakukan.

Katya pun mengangguk pelan, lalu menutup pintunya kembali dan duduk di pinggiran kasur miliknya.

Ia berbohong pada Zayn, meminta mamahnya memberitahu Zayn kalau Katya sedang pergi bersama Adrian latihan nyanyi untuk acara perpisahan besok.

Katya berdiri dari kasurnya menghampiri meja belajarnya, ia mengambil sesuatu dari dalam laci, ya buku diary! Buku yang selama ini menjadi teman sedihnya, tempat ia mencurahkan kesedihannya ketika ia tak mampu bercerita kepada orangtuanya maupun sahabatnya.

Ia membuka buku itu lalu mengambil satu buah ballpoin, menuliskan sesuatu yang ingin ia tumpahkan.

Malam ini aku kembali meragu.
Tepat di ulu hati, aku merasa pilu.
Tak bisa ku gambarkan itu.
Aku tak tau bagaimana kata yang pas untuk mengungkapkan rasa sembilu.
Hatiku benar-benar di timpa sesuatu yang tak kasat oleh mataku.
Satu yang harus kau tau.
Aku masih mencintaimu.

Tiap malamnya. Aku bodoh menangis memikirkan kisah kita.
dengan lancarnya, senyuman itu terukir dengan genangan air mata.
Aku bukan marah padamu.
Aku bukan kecewa padamu.
Aku hanya.. Rindu.
Rindu saat kita bersama menikmati waktu.
Aku rindu tawamu.
Aku ingin bertemu, tapi...., Aku takut.

Dulu, aku pernah berkata pada diri sendiri.
Aku harus ikhlas melihatmu dengan yang lain.
Aku harus ikhlas jika sewaktu-waktu semua harus berakhir.
Percayalah, tak semudah itu.
Aku melewati ribuan luka yang bahkan tak bisa kau tau.
Merasakan ribuan pilu yang terus menganga dan membiru.

Bertahun-tahun ku jalani bersamamu.
Tak perlu kau tanya apapun.
Dan tak perlu ku jelaskan bagaimanapun.
Apakah tidak cukup?
Bahkan dalam waktu selama dan semenyakitkan itu.
Aku masih ingin terus bersamamu.

Kau tau?
Jika boleh ku definisikan rasa rindu.
Kepada kau yang sudah memiliki kekasih baru.
Rindu itu ku biarkan mengapung di laut mati.
Ku biarkan dia terbang bersama angin.
Hingga dia lelah.
Hingga dia sadar.
Tuan rumah yang sesungguhnya.
Telah lama pergi, dan takkan kembali.

Apa salahnya aku berharap padamu?
Bukannya kau yang lebih dulu menjanjikan pelangi seindah itu?
Tetapi, kenyataannya.
Kau menipu.
Harapanmu kelabu.
Lalu, hatiku terdiam, hingga membeku.

Terimakasih telah hadir.
Lalu, memberi luka.
Aku sudah terluka,
Dan bodohnya.
Masih merindukan namamu.

Tes tes!

Buliran air mata jatuh membasahi buku itu, kemudian ia tersadar mengusap kasar air matanya yang jatuh lalu menutup buku itu dan memasukkannya ke laci.

Mata perempuan itu sembap, rambutnya yang acak-acakan memberikan kesan buruk pada wajah gadis itu.

"Apa yang sudah aku lakukan? Menyakiti diriku sendiri dengan menghukum perasaanku yang mencintai sahabatku sendiri? Apa itu salah? Tidak aku tidak salah? Rasa itu murni ada dan aku tidak boleh menghukumnya dengan menyakiti perasaanku sendiri." Battinnya

"Semesta!!!!!!
Kau terlihat indah dengan senyummu.
Kau terlihat manis dengan janjimu.
Tetapi..
Sudahlah, semesta kadang mempermainkanku.
Tak tau malu kenapa harus menyakitiku, lagi. Dan lagi." Ia berteriak keencang di dalam hatinya, memukul-mukul dadanya ya
ng terasa sesak, ia kembali menangis mengingat betapa kejamnya Tuhan padanya, menghukumnya atas perasaannya yang salah, jatuh cinta pada sahabatnya sendiri, kenapa harus semenyakitkan itu.
























_Tbc_
Gimana? sedih ga? Ko aku yang nulisnya sedih ya:(.
Btw beberapa quotes ada yang aku copas dari google, soalnya aku bukan orang puitis yang bisa bikin kata kata wkwk!
Jagan lupa voment♥️




Friendzone [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang