Lucu banget, Put!

411 48 16
                                    

Happy reading, peeps!

Mentari sudah bersinar dengan senyum di bibir manisnya, sedangkan Putra masih tertidur pulas dengan bantal guling di pelukannya. Nampaknya cowok itu kini sedang memimpikan sang pujaan hati.

Eh? Memangnya punya?

“Ini anak ya, bukannya bangun udah siang ndok!” maki Ibu Putra sambil memukul pelan anaknya menggunakan sapu lidi. Ulangi, memukul pelan.

“Nanti dulu sih Bu, hari Minggu ini sekolah libur.” gerutu Putra sambil memeluk gulingnya lebih dalam lagi.

“Mau hari Minggu juga bangun pagi, nggak ada alesan! Itu ayam di kandang belum pada dikasih makan Put!” lanjut Ibu Putra sambil terus mencubiti anak laki-laki terbesarnya itu.

“Wah bener-bener ya ini anak satu!” maki Ibu Putra lalu pergi ke kamar mandi, bermaksud mengambil gayung untuk membangunkan Putra. Ya, Putra tidak akan terbangun kalau tidak ada air yang mengguyur tubuhnya.

“Dek, bawain ini ember ke kamar Mas-mu, kita guyur dia. Anak laki siang bolong belom bangun, ngomong doang mau jadi tentara!” maki Ibu Putra. “Siap, Bu!” jawab Ilham, adik kandung Putra yang paling besar.

Kalau soal menistakan Mas tercintanya itu, adik-adik Putra selalu siap sedia!

“Arto! Bantuin Mas bawa ember, berat nih!” tukas Ilham memanggil adiknya, Arto. Bukan gayung ternyata, tapi ember dengan ukuran sedang.

“Mau ngapain sih, Mas?!” gerutu Arto kesal karena ada yang mengganggu kegiatan mainnya. “Kita siram Mas Putra pakai air biar bangun!” jawab Ilham dengan semangat '45 nya.

“Wih ayo Mas!” balas Arto lalu mengangkat bersama ember penuh berisi air itu. “Stt, jangan berisik To.” bisik Ilham. “Nanti kalo aku itung sampe tiga, baru kita siram Mas Putra!” lanjutnya. Kini mereka sudah ada disebelah kasur Putra, si empunya masih berada di alam mimpi.

“Siap, To?” tanya Ilham. “Siap Mas!” jawab Arto. “Oke, kalau gitu satu...dua...tiga!” perintah Ilham dan byurrr! Baju hitam yang dipakai Putra basah kuyup, begitupun dengan guling dan bantal serta ranjang hijau yang ia tiduri.

“ARTO, ILHAM, MAS GIGIT KALIAN YA!” maki Putra kesal lalu bangun, mengejar adik-adiknya, pelaku atas kejadian yang menimpanya di siang hari ini.

“Lari To! Ke dapur, berlindung sama Ibu!” ucap Ilham dan di angguki oleh Arto. Mereka berdua laru berlari ke dapur agar terhindar dari gigitan Putra.

“ARTO, ILHAM, JANGAN LARI YA, MAS BISA KALAU CUMA NGEJAR KALIAN DOANG!” teriak Putra mengagetkan seisi rumah.

“Putra! Lo bangun-bangun bukannya mandi malah berisik ya!” maki kakak perempuan Putra yang kini sedang duduk dan memegang novel.

“LO NGAPAIN AMPE BASAH KUYUP BEGITU?!” tanya kakak Putra yang baru sadar akan baju adiknya yang basah kuyup bak sehabis mandi hujan.

“Adik-adikmu tuh Mbak! Aku turu ujug-ujug disandhang banyu ing ember, kabeh sandhanganku ora teles!” maki Putra menggunakan bahasa Jawanya. (Baca: aku lagi tidur tiba-tiba disirami air satu ember, basah semua bajuku jadinya.)

“Ibu! Kakang Mas pengin nubruk aku!” tukas Ilham pun dengan bahasa Jawanya.

“Putra! iku wis siang tinimbang menehi ayam, ora keganggu mbakyune!” kata Ibu Putra yang sedang mengoseng cumi. (Baca: udah siang bukannya kasih makan ayam malah gangguin adiknya.)

“Kasurku basah semua Bu! Liat aja di kamar, aku ora pengin sijine ing srengenge!” maki Putra. “Lagian kenapa pake disiram sih?! Dicubit juga Mas pasti bangun kok!” lanjutnya. (Baca: aku nggak mau jemur kasur pokoknya!)

The Seken One (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang