Tak Kenal?

343 46 4
                                    

Happy reading, peepz!

Tamannya udah jadi?” tanya Nadine yang sedang duduk di sofa rumah Resti, sembari membuka aplikasi twitter miliknya. Ah ya, ini sudah 2 minggu semenjak—Rama menunggu Oliv dijemput oleh penjemputnya.

Jangan bilang-bilang Rama, ya.

“Udah sih, cuma belum ada mainan apa-apa,” jawab Agung yang rumahnya hanya berjarak kira-kira 500 meter dari taman.

“Kesana, yuk!” ajak Ocha dengan senyum di wajahnya. Ocha senang sekali jika diajak ke taman, untung-untung jika ia bertemu Nandy disana. Eh?

“Ayo,” jawab Zanna yang sedang menatap layar ponsel didepannya.

“Belom ada apa-apa dibilang,” ucap Agung tanpa menoleh.

“Ih biarin, siapa tau ketemu—”

“Nandy.” Ucapan Ocha terpotong setelah Putra memotong ucapannya terlebih dahulu.

“Bukan, siapa tau ketemu mamah gue, mau minta duit,” sarkas Ocha. Ia ingin sekali menonjok bahkan memukul—atau apapun itu yang bisa menyakiti seorang Putra.

“Oliv kok nggak pernah main sama kita, ya?” tanya Agung. Tanpa sadar, Rama yang sedang bermain game di ponsel menajamkan pendengarannya.

“Nggak level dia main sama lo,” celetuk Resti dengan sebungkus keripik di tangannya.

“Mungkin dia nggak kebiasaan keluar, lagipula kayaknya dia rumahnya jauh, setiap hari dianter mobil, kan?” ucap Zanna.

“Tuh, dengerin Bu Ustadzah!” tukas Abie pelan membuat semua tertawa.

“Abstrak banget sih lo semua!” maki Ocha sambil tertawa.

“Ya udah, ayo jadi nggak?”

“Ayo!”

o0o

“Itu ada ayunan, katanya nggak ada!” Zanna melihat ayunan kayu yang terpasang di sisi taman, juga beberapa mainan yang lain seperti jungkat-jungkit yang terbuat dari besi.

Ocha dan Resti berlari kencang menuju jungkat-jungkit, setelah sampai, mereka menduduki mainan itu lalu memainkannya bak anak kecil.

“Cha lu majuan nggak bisa gerak ini!” Resti menyuruh Ocha untuk maju agar seimbang.

“Put awas gue mau naik ayunan!” ucap Nadine seraya mendorong Putra untuk berdiri dari ayunan.

“Nggak mau,” balas Putra sengit. “Gue duluan yang nyampe sini!” lanjutnya sambil mengayun ayunannya.

“Ih, laki-laki tuh main bola, bukan ayunan! Lo mau nanti Kartu Penduduk lo gue ganti jadi perempuan?!” tanya Nadine kesal.

“Bodo,” balas Putra. “Awas gue tabrak lo!” Nadine menyingkir dengan wajah muramnya, cewek itu memilih untuk duduk di bangku yang ada disana.

Nadine menoleh, menemukan Rama yang asyik dengan ponselnya. Tumben-tumbenan sekali, biasanya laki-laki itu sibuk membaca buku di tangannya, mengapa sekarang berubah? Atau mungkin Rama sedang membaca buku digital?

“Ram!” panggil Nadine, jaraknya dengan Rama cukup jauh, dan Nadine juga tak ada niatan untuk mendekat.

Rama menoleh, “apa?” jawabnya.

“Mending lo lakukan kegiatan yang bermanfaat, main bola kek, atau main basket, hape mulu daritadi,” ucap Ocha tanpa menoleh. Dan Rama hanya mengedikan bahu tak peduli.

The Seken One (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang