BAB 7

2.3K 284 62
                                    

Sebelumnya...

"Itu tidak bisa dibilang keren tanpa bukti."

"Ya sudah kalau tidak percaya."

"Pembohong."

"Aku jujur," Hanbin cubit mulut Sehun kecil. Membuat pemuda itu kesal dan berakhir dengan mengejar wajah Hanbin untuk dicium gemas.

"Kakak," keluh Hanbin saat Sehun terus mengejar wajahnya. Ia pura-pura menangis seperti balita ditinggal ibunya.

Mungkin Sehun harus memasukkan dalam daftar kebiasaan pacarnya bahwa Hanbin adalah seorang drama queen. Ada saja tingkahnya yang dilebih-lebihkan. Tolong dengan sangat, jangan buat Sehun gemas.

BAB 7

Setelah berhasil kabur dari kungkungan Sehun, Hanbin memilih duduk di lantai. Memainkan ponsel sambil sesekali bersenandung. Libur paling enak santai di rumah. Apalagi sambil sedih kopi atau teh ditemani sepiring roti kering.

"Kak, pinjam ponsel boleh?" Tanya Hanbin kepada Sehun yang duduk di kursi meja belajar. Pemuda itu sedang mengerjakan skripsinya.

"Ambil saja."

Hanbin bangkit dengan semangat dan hendak mengambil ponsel Sehun di sebelah laptop pemuda itu. Namun gagal karena Sehun menutupi ponselnya dengan tangan.

"Katanya suruh ambil," marah Hanbin dengan wajah cemberut khas dirinya. "Kakak bagaimana sih."

"Kau boleh pakai ponselku, tapi cium dulu sini."

Sehun menunjuk pipi kirinya. Ada saja tingkah pemuda dingin ini. Hanbin memutar bola mata malas. Ia pegang lengan Sehun, lalu sedikit menundukkan tubuhnya. Hampir bibirnya bersentuhan dengan pipi Sehun, namun dengan cepat ia menarik lengan Sehun dan mengambil ponsel pemuda itu.

"Mengambil kesempatam dalam kesempitan termasuk tindak kriminal."

Hanbin memeletkan lidahnya, lalu kabur, dan kembali duduk di lantai. Meninggalkan Sehun yang frustasi karena tingkah menyebalkan pacarnya.

"Halo, ibu, ini Hanbin. Iya, pinjam punya teman. Ibu apa kabar? Ibu sudah makan?"

Beberapa menit kemudian yang terdengar hanya percakapan Hanbin dan ibunya. Sehun mendengarkan sambil mengerjakan skripsi. Sementara Hanbin asik menelpon dengan posisi terlentang di lantai dan kaki yang naik ke atas kasur.

"Aku baik-baik saja, bu. Jangan dipaksakan. Kalau belum ada uang tidak masalah. Iya. Uangnya untuk berobat ayah, kan? Hm, nanti Hanbin coba cari kerja paruh waktu di sini."

Sehun menghentikan ketikannya. Dalam benaknya ia mencoba menghubungkan setiap kejadian. Bisa jadi ini adalah penyebab krisis keuangan yang Hanbin alami. Ayahnya sakit sampai ibunya tidak bisa kirim uang untuk anaknya di kota.

"Hm? Uang sewa?"

Sehun membalik tubuhnya saat mendengar suara Hanbin mulai goyah. Ia dapat melihat pemuda manis itu mengusap matanya kasar. Bibirnya turun ke bawah, dan air mata terus-terusan menetes dari manik beningnya meski mulut tak bersuara. Sehun jadi ikut sedih. Ini bahkan baru tingkat dua awal, tetapi Hanbin sudah kesulitan untuk biaya hidup dan kuliahnya.

Hanbin memperbaiki posisinya menjadi duduk bersandar di ranjang Sehun. Masih sambil mengusap air matanya ia mengobrol dengan sang ibu. "Tidak, Hanbin tidak menangis heheh... iya, ibu juga harus sehat-sehat. Hanbyul juga. Nanti kalau libur kuliah Hanbin pulang. Iya, bu. Iya, dahhh. Aku sayang ibu, ayah juga, Hanbyul juga."

Setelah telpon ditutup Hanbin terisak semakin keras dengan menyembunyikan wajahnya ditekukan lutut. Sehun menghela napas dan beranjak dari duduknya. Ia berjongkok di hadapan Hanbin. Mengusap kepala anak itu dan menarik wajah Hanbin agar menatap matanya.

COVER LIFE | HUNBIN [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang