BAB 9

2K 263 68
                                    

Sebelumnya...

Hanbin cemberut sambil menatap sengit Sehun, "ya kapan lagi dipeluk orang yang kusuka."

"Terus saja begitu, ck."

Sehun melemparkan helmnya ke paving block dibawahnya. Hanbin terkejut setengah mati bahkan sampai hampir lompat di tempat.

"Rusak helm kakak nih," beritahu Hanbin. Ia pungut helm fullface itu, lalu disampirkan ke kaca spion.

"Biarin. Nanti kusuruh kau ganti," teriak Sehun. Sebenarnya dia ingin marah dan melampiaskannya pada Hanbin. Tetapi tidak bisa. Dia takut kelepasan dan justru main tangan. Maka dari itu, Sehun harus kabur sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

BAB 9

Hanbin menghela napas sambil garuk kepala kasar. Rambutnya sampai berantakan dan mirip sangkar burung. Saat ini waktu masih menunjukkan pukul dua belas siang.  Hanbin bingung harus melakukan apa, sementara jam kerja masih empat jam lagi.

Ck, Sehun menjemputnya terlalu awal. Padahal dia masih ingin kumpul dengan teman-temannya. Dan sekarang mereka malah bertengkar. Ini gara-gara mulut kurang ajar Hanbin. Harusnya dia diam saat Sehun marah. Apa-apaan mengaku suka Bobby di depan Sehun. Aduh, ingin sekali dia memukulkan kepalanya ke kasur.

Baiklah, mari minta maaf dan perbaiki keadaan. Tapi, langkah Hanbin terhenti. Tadi malam mereka juga bertengkar dan itu karena Sehun yang keras kepala. Ah, aku juga.

Meminta maaf lebih dulu bukan berarti kalah, jadi Hanbin putuskan untuk mengalah pada Sehun. Iya, aku mengalah. Baik, kan?

Tangan terangkat di depan pintu bercat hitam didepannya. Ini adalah studio mini Sehun yang kedap suara. Hanbin belum pernah masuk sama sekali. Ia yakin dalamnya akan gelap dan suram, tapi pasti sangat nyaman untuk membuat lagu.

Tidak ada jawaban sama sekali. Tentu, ruangan itu kedap suara, dan Sehun pasang musik keras-keras di dalam juga memakai headphone. Mana mungkin dengar ketukan Hanbin yang tidak ada bedanya dengan nenek tua belum makan. Lemah sekali.

Hanbin putuskan untuk membuka pintu tanpa izin. Perlahan namun pasti ruangan gelap yang dihiasi lampu hias berwarna biru terbuka. Sehun langsung menoleh saat merasakan kedatangan orang lain. Wajahnya sangat datar nyaris tanpa emosi. Hanbin rasa jantungnya langsung berdenyut nyeri. Tatapan Sehun berbeda dari biasanya. Itu menakutkan. Orang diam kalai sedang marah sangat menakutkan.

Begitu ia menutup pintu suara Sehun langsung terdengar. "Jauh-jauh, kakak masih marah."

"Aku mau minta maaf."

"Belum bisa maafin. Pergi dulu sana."

Sehun paling tidak bisa jika sedang emosi diganggu. Dia akan melampiaskan amarahnya tanpa pandang buluh itu siapa. Jadi, daripada Hanbin kena imbasnya; meskipun Hanbin sumber amarahnya, Sehun memilih untuk mengantisipasi.

"Aku akan tunggu di sini."

"Terserah."

Hanbin meringis pelan. Sehun berbicara tanpa melihat kearahnya. Ia duduk di sofa kecil di studio mini Sehun. Tepat di belakang Sehun. Punggungnya terasa sangat nyaman saat bersentuhan dengan empuknya sofa. Ia baru sadar bahwa ia kelelahan. Tiba-tiba saja mengantuk. Tambah pula suhu AC yang rendah. Hanbin mau tidur saja.

Lima menit

Sepuluh menit

Dua puluh menit

Tiga puluh menit

Hanbin terus menunggu sampai terlewat satu jam. Meski mengantuk ia sama sekali belum tertidur. Matanya nyaris tertutup, tetapi tiba-tiba pandangannya melihat sesuatu yang menarik perhatian.

COVER LIFE | HUNBIN [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang