Kini mereka sampai di depan ruangan Fitria, bunda Devan sekaligus ketua yayasan. Aleena heran, mengapa teman lamanya itu membawanya kesini? Ada apa ini? Apakah ada yang mau dibicarakan tentang dua kakak kelas yang melukainya?
"Kak, kita mau ngapain ke ruangan bunda?" Aleena menatap wajahnya, berharap sebuah jawaban yang memuaskan diterima. Namun, ia tak memberikan jawaban apapun. Hanya lengkungan manis di bibirnya yang terlihat.
"Ditanya malah senyum," sindir Jenny.
Devan tidak memerdulikannya. Ia hanya menarik tangan Aleena masuk. Gadis itu pun menurut saja.
"Gue dikacangin sama ice boy satu itu!" decak Jenny kesal.
"Yaudah, yuk! Mending kita ikutin mereka. Mana tau ada berita hot nan sensasional," ajak Syila semangat 45.
***
"Bun, ini KORBAN bully Clarisa," ucap Devan menekankan kata 'korban'.
"Ini ada apa, Bun? Bunda panggil Al?" tanyanya memastikan.
Fitria tersenyum. "Iya. Bener, 'kan, lengan kiri kamu dilukai sama kakak kelas kamu ini?"
Degg!
Aleena melirik ke arah Clarisa. Ia kembali melirik gadis itu tajam. Ia pun segera mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
"Sayang ...." Aleena menatap Fitria hati-hati.
"Bener Ckarisa yang udah lukain kamu?" tanyanya lagi.
"I-iya, Bun."
"Nggak, Bu. Dia bohong! Saya gak pernah ngapa-ngapain dia!" kilah gadis berambut sepunggung itu.
"Heh, enak aja lo bilang temen gue bohong!" tandas Syila.
"Lo tuh, yang bohong! Jelas-jelas gue sama Syila liat sendiri lo nyayat lengan Aleena!" sambung Jenny emosi.
Clarisa diam seribu bahasa mendengar pembelaan itu. Ia tidak tahu bahwa Jenny dan Syila menemani Aleena. Sedangkan ia? Sendiri. Tidak ada yang membelanya. Ia tak tahu kemana pergi kedua temannya.
Maka dari itu iri dengan Aleena, yang dikelilingi banyak orang yang menyayanginya. Sedangkan dia hanya dikelilingi oleh orang-orang yang membencinya. Tapi ia tak tahu bagaimana cerita hidup Aleena dan rintangan yang telah gadis itu lalui.
"Kamu dengar? Sudah ada dua saksi mata yang melihat ulahmu yang tak pantas itu. Kamu mau ngelak lagi?!" murka Fitria.
"Mau kamu saya keluarkan, dengan tindakan bullying yang kamu lakukan ini?!" Gadis itu tak bergeming. Ia hanya menunduk, tak berani menatap lawan bicaranya.
"Jawab!" bentak Fitria, membuat semua yang ada di ruangannya terpelonjak kaget. "Saya udah muak denger rumor tentang kamu. Selama ini saya diam karena Devan yang melarang saya. Tapi sekatang saya gak akan diam lagi!"
Baru kali ini Aleena melihat wanita yang disebutnya 'bunda' itu terlihat begitu emosi. Diliriknya Clarisa. Ia melihat itu, bulir putih bening membasahasi pipi putih nan mulusnya. Clarisa memang cantik, kecantikannya jauh di atas Aleena. Hanya saja ... sikapnya bertolak belakang dengan parasnya. Ia berharap kakak kelasnya itu akan segera sadar bahwa perbuatannya selama ini tidak pantas. Tidak patut dilakukan.
"Clarisa jawab!" Lagi-lagi Bu Aurel membentak gadis itu. Gadis yang dibentak pun masih menunduk, belum berani menatap lawan bicaranya.
"Clarisa, kamu sudah pernah berjanji kepada saya untuk tidak melakukan hal yang sama. Tapi ini apa? Kamu sendiri yang mengingkari janjimu! Mau kamu saya keluarkan?!" Clarisa mulai terisak. Sepertinya ia mulai menyesal atas apa yang telah ia lakukan.
'Tunggu, melakukan hal yang sama?! Apa maksud bunda? Apa dulu dia juga pernah melakukan hal serupa kepada orang lain?'
"Maaf, Bu," lirihnya dengan suara bergetar. Ia mulai berani mengeluarkan suara yang sejak tadi disimpannya.
Air mata yang diiringi keringat menemaninya saat ini. Tidak ada seorang pun yang menemaninya. Chelsea dan Meisya pun tidak ada di sampingnya. Aleena merasa iba padanya. Di sekolah ini ia dikelilingi banyak orang yang menyayanginya, sedangkan Clarisa? Sebaliknya.
"Maaf? Sudah berapa kali kamu minta maaf?" tegas Fitria dengan wajah yang memerah. "Dulu mungkin anak saya selalu membela kamu. Tapi sekarang? Tidak! Walaupun ia akan membelamu, saya tidak peduli. Saya tetap akan mengeluarkanmu dari sekolah ini!"
"Bun." Aleen meberanikan diri mengeluarkan suara. Sebenarnya ia takut, tapi entah mengapa suara itu keluar begitu saja.
"Iya, Sayang?"
'Hah?! Aneh sekali. Bunda seketika bersikap lembut. Bukankah ia baru saja bersikap keras?'
"A-Al tau, bunda lagi emosi. Ta-tapi Al mohon, Bun, jangan keluarin kak Clarisa," ucapku terbata.
Ia diam sejenak. Seketika ruangan menjadi hening. Hawa panas, gerah, berubah menjadi sejuk, nyaman ....
Semua mata tertuju padanya, seakan berkata 'lanjutkan bicaramu'."Kak Clarisa, kan, bentar lagi lulus. Jadi ... Al harap, bunda mau kasih kesempatan lagi sama kak Clarisa. Ini yang terkahir. Mau, ya, Bun?" Semua mata menatapnya heran. Termasuk Clarisa, ia melongo mendengar ucapannya barusan.
Fitria beranjak. Ia mendekati Aleena dan memegang pundaknya.
"Sayang, dia udah jahat sama kamu. Dia yang menoreh luka di lenganmu. Kamu gak marah sama dia?" Dengan cepat ia menggeleng. Fitria mengernyitkan dahinya.
"Al gak marah kok, Bun. Mungkin kak Clarisa sedang emosi, dia cemburu liat Al deket sama kak Devan. Jadi sikapnya gak terkontrol." Senyuman manis merekah di bibir mungilnya. Fitria pun membalas senyuman itu.
"Kamu memang seperti almarhum kedua orang tuamu. Baik, pemaaf, ramah, ceria, walau masalah sedang menerpamu," tutur Bu Aurel. Ia hanya bisa tersenyum, tak tahu ingin berkata apalagi.
"Kamu dengar apa yang dia bilang? Seharusnya kamu malu! Orang yang udah kamu lukai masih mau membelamu. Kalau bukan karena permintaannya, saya gak akan mau kasih kamu kesempatan." Gadis itu masih tak bergeming. Ia masih larut dalam tangisannya, yang mungkin hanya Aleena yang mendengar isakannya.
Ia menghapus air mata yang membasahi pipinya. Ditatapnya Aleena dalam, lantas dipeluknya.
"Maafin gue," lirihnya.
Gadis yang dipeluknya hanya mematung. Siapa sangka Clarisa yang angkuh dan hobi mem-bully ini bisa bersikap seperti sekarang ini.
Tidak percaya? Tentu. Semua yang ada di ruangan itu juga tidak. Apa ini hanya sandiwaranya? Trik barunya?'Duh, otakku. Mengapa bisa terbesit pikiran-pikiran negatif. Semoga Clarisa benar-benar menyesal,' batin Aleena.
Ia melepas pelukan kakak kelasnya otu. "Sebelum kakak minta maaf, aku udah maafin kakak kok," ujarnya lembut.
"Makasih." Lengkungan manis merekah di bibirnya. Semuanya heran, secepat itukah Clarisa berubah?
"Gue juga minta maaf sama lo, Van, Jen, La. Maaf kalau selama ini gue udah jahat sama kalian. Gue janji gak akan ulangi lagi." Gadis itu terlihat menyesal. Entah itu asli atau palsu, hanya Allah yang tahu dan penulis yang tahu ....
***
"Tidak selamanya orang jahat akan selalu jahat. Mereka hanya membutuhkan proses untuk berubah. Yang mereka butuhkan hanya waktu ...."
~ Aleena Fyonita Ananta ~
***
Pendek><
Sorry🙏😇
Chapter selanjutnya insya Allah bakal lebih panjang😁😊
Jangan lupa vote, komen, dan follow akun ini
---TBC---

KAMU SEDANG MEMBACA
Aldeva
Teen FictionSelamat membaca❤ Kritik, saran, tanggapannya dibutuhkan. [BELUM DIREVISI] TERBIT✅ _____ Menaruh hati pada sahabat lama bukanlah suatu kesalahan baginya. Namun, karena ia sudah memiliki kekasih, itulah kesalahannya. Maka keputusan yang harus ia lakuk...