Bab 14🍁

77 13 2
                                    

"Woi!"

Suara teriakan Dirga dan Iqbal tak membuat Devan bergeming. Di kursi taman itu, ia hanya menatap ke depan lapangan basket. Ia terus saja memikirkan Aleena. Sudah dua hari gadis itu terbaring lemah di ranjang, belum sadarkan diri.

***

Setelah ia putus dengan Clarisa satu hari yang lalu, ia menjadi lebih dingin dari biasanya. Sementara Clarisa dan Meisya sudah di-drop out dari sekolah. Mereka sudah tak dapat bersekolah di dalam provinsi. Mereka harus melanjutkan sekolah keluar provinsi. Kabarnya, Clarisa pindah ke Manado---tempat kakek-neneknya. Sedangkan Meisya, ia pindah ke Banjarmasin---tempat tantenya.

Sekarang SMA Adhitama benar-benar bebas dari tukang bully itu. Seluruh murid pun bersorak ria dengan keluarnya mereka. Semenjak kabar bullying yang mereka lakukan kepada Aleena, semua murid menjadi benci pada mereka. Chelsea, sekarang ia berteman dengan teman-teman Aleena dan Devan. Rumornya, ia sedang dekat dengan ketua kelas Aleena; Glen.

***

Devan masih diam mematung duduk di kursi taman itu. Ia termenung, tak menyadari bahwa Dirga dan Iqbal sejak tadi berdiri di belakangnya.

"Kayaknya nih, anak gak mau diganggu, dah. Mending kita ke kantin aja nyusulin bebz-bebz kita," ajak Iqbal. Namun, orang yang diajak tak merespon. Ia masih mengamati Devan yang melamun.

"Woi! Kacang 5 ton berapa, seh!" ucap Iqbal nge-gas. "Hadeh, untung temen. Kalau musuh udah gue ajak berantem lo dari tadi." Lanjutnya.

"Hmm ... kayaknya Devan lagi gak mau diganggu. Mending kita ke kantin aja nyusulin cewek-cewek kita." Iqbal menepuk jidatnya.

"Astagfirullah, nyebut gue! Kan, gue udah bilang kayak gitu tadi! Kuping lo tumpat atau gimana, seh!?" Iqbal berdecak kesal.

Dirga malah nyengir, membuat pria itu geleng-geleng kepala melihatnya.

"Yaudah, ayok! Paling nanti Devan nyusul," ajak Iqbal lagi.

Mereka pun pergi dari tempat sunyi itu, beralih ke kantin yang penuh dengan keramaian.

***

"Woi! Bebz!" teriak seseorang dari kejauhan.

Glen, Chelsea, Jenny, dan Syila, menoleh ke arah suara. Mereka sangat kenal dengan suara itu. Tampak Dirga dan Iqbal berjalan menghampiri mereka; sudah diduga.

"Kita gabung, ya," ujar Dirga duduk di samping Jenny, sementara Iqbal duduk di samping Syila.

"Kamu tadi kemana, sih? Aku sama mereka tadi ke kelas kamu, tapi kamunya gak ada," keluh Syila dengan nada manjanya.

"Tumben pake aku-kamu, biasanya pake lo-gue." Kekeh Iqbal, mencuit hidung pacarnya itu.

"Jawab pertanyaan aku dulu," rengek Syila, menggoyang-goyangkan lengan kekar Iqbal.

"Iya-iya, tadi aku susulin Devan ke taman. Niatnya sih, mau ngajak dia ke kantin bareng kita-kita," jawab Iqbal jujur.

"Terus Devannya mana?" tanya Glen yang tiba-tiba nimbrung.

"Ada noh, di taman. Melamun ae tuh bocah, mikirin Aleena mulu. Pacar bukan, tunangan bukan, istri bukan, tapi segitu amat khawatirnya," cibir Dirga.

"Namanya juga sahabatnya, ya, pasti dipikirin. Gimana, sih, lo berdua!?" celoteh Chelsea tiba-tiba.

"Iya, bener juga. Mereka kan, dari dulu deket," tutur Jenny yang sedari tadi menyandarkan kepalanya di pundak Dirga.

"Iya, dari kecil mereka itu udah deket. Cuma ... dulu kepisah, sekarang baru ketemu lagi," terang Syila.

AldevaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang