Devan membuka album foto yang diberikan adiknya. Banyak foto-foto Devan kecil, dan ... seorang gadis kecil. Kalian tahu siapa gadis kecil itu? Ya, Aleena. Album foto itu berisi kenangan-kenangannya bersama gadis mungil itu. Tiap lembar foto diambilnya, dibelakangnya ada tanggal potret dan keterangan foto.
Dilihatnya satu per satu. Tampak mereka begitu akrab dalam foto itu. Hingga foto terakhir mereka membuat Devan sendu. Dalam foto itu terlihat mereka sedang berpelukan, untuk yang terakhir kalinya.
"Kenapa sekarang kita gak bisa kayak di foto ini, Al?! Gue pengen kayak dulu, Al. Gue rindu masa-masa itu. Rindu ...," gumam Devan.
Ia memejamkan matanya. Bulir bening itu perlahan jatuh, tepat di atas album foto itu. Sedari tadi yang bisa dilakukan Devan hanya menangis dan menangis.
"Gue sayang sama lo, Al. Please, balik, gue kangen senyum lo, tawa lo, candaan lo yang bisa bikin gue ketawa, gue juga kangen jailin lo saat baca novel. Gue kangen." Ia terisak. Ia menutup album itu dan dipeluknya. Sesekali ia menyebut nama Aleena.
Tiba-tiba alunan musik Memories terdengar di telinga Devan. Ia berjalan ke arah suara, didapatinya ponsel Aleena berdering. Ada panggilan dari nomor tak dikenal, ia menjawab panggilan itu.
[Assalamualaikum.] Seseorang menyapa dari seberang sana.
"Waalaikumsalam ...." Devan menjawab ragu. Suaranya seperti suara wanita, familiar di telinga Devan.
[Ini ... Devan?] Wanita itu memastikan.
"Iya ... ini siapa?" Devan bertanya hati-hati.
[Gue Chelsea.] Ia menjawab singkat.
"Chelsea?! Mau apa lo!? Mau suruh gue balikan sama Clarisa!? Gak akan pernah!" Devan mulai emosi setelah tahu siapa dia.
[Ya, nggaklah. Siapa juga yang mau nyuruh lo balikan sama dia. Malah bagus lo putusin nenek lampir kayak dia. Gak cocok juga sama lo.] Chelsea membalas ketus.
"Terus mau lo apa?" Devan mencoba menetralkan emosinya. Barangkali, gadis itu ingin memberitahukannya sesuatu yang penting.
[Gue mau ngomong soal Aleena.] Devan langsung membulatkan matanya setelah mendengar nama itu.
"Aleena? Lo tau sia dimana?!"
[Tau. Tiap hari gue kasih makanan ke dia.]
"Maksud lo? Aleena di rumah lo?! Jafi selama ini lo yang culik dia?!"
[Ya, nggaklah! Enak aja lo kalau ngomong!]
"Ya, terus?"
[....]
"Selama ini mereka sekap Aleena di gudang?!"
[Iya. Gue kasian liat dia tiap hari disiksa sama Clarisa dan Meisya. Udah seminggu dia disiksa terus, Van.]
"Lo ikut nyiksa dia?!"
[Yee ... sekata-kata lo! Gue gak jahat kayak mereka!]
"Kan, lo satu komplotan sama mereka."
[Komplotan mata lo! Selama gue hidup, belum pernah gue nyiksa orang! Liat orang disiksa sih, sering. Gue kan, temenan sama mereka juga terpaksa]
"Terpaksa? Maksudnya?"
[Udah, gak usah bahasa soal gue. Yang jelas, sekarang kita ke gudang belakang sekolah.]
"Gila lo?! Udah malam gini!"
[Kalau pagi kita sekolah, siang banyak orang, sore ada si nenek lampir, makanya kita selamatin dia malam ini.]
"Iya, sih. Tapi kenapa lo baru kasih tau gue sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldeva
Teen FictionSelamat membaca❤ Kritik, saran, tanggapannya dibutuhkan. [BELUM DIREVISI] TERBIT✅ _____ Menaruh hati pada sahabat lama bukanlah suatu kesalahan baginya. Namun, karena ia sudah memiliki kekasih, itulah kesalahannya. Maka keputusan yang harus ia lakuk...