"Kamu bukan kekasihku. Tapi kamu orang spesial yang singgah di hatiku. Kamu mampu mengubahku menjadi pribadi yang lebih baik. Membuatku sadar, bahwa yang cantik belum tentu baik."
~ Devan Putra Raharja ~
***
Di sini, di ruang serba putih ini Devan berada. Menggenggam tangan gadis mungil yang sedang terbaring lemah di ranjang. Dengan baju seragam yang masih dikenakannya dan tas sekolah yang masih disandangnya, ia duduk di samping ranjang. Raut wajahnya sendu, matanya sembab. Tangan kanannya masih menggenggam tangan gadis itu erat dan tangan kirinya mengusap surai hitamnya lembut.
Gadis itu Aleena Fyonita Ananta. Sudah dua hari Devan menemani Aleena. Setiap saat ia selalu berada di sisi gadis periang itu. Ia hanya pergi ketika akan salat dan membeli makanan. Ia masih setia menunggu matanya terbuka.
Pria itu merindukan canda-tawa Aleena. Yang membuat ia bahagia ketika di dekatnya. Lelucon yang dibuat gadis itu selalu bisa membuat ia tertawa lepas. Ia juga rindu menjahili gadis itu ketika membaca novel di taman.
Nyaman. Itu yang ia rasakan saat berada di dekat Aleena. Jantungnya pun berdetak tak karuan ketika di dekat gadis itu. Belum pernah ia merasakan yang seperti ini. Bahkan saat bersama Clarisa, ia tak pernah merasakannya. Apa mungkin ... rasa itu mulai tumbuh di hatinya?
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Devan. Ia mengeratkan genggamannya, sesekali ia mencium punggung tangan gadis itu. Berharap ia segera bangun, tapi netra berbulu mata lentik itu masih saja terpejam. Jujur saja, ia benar-benar rindu semua hal tentang Aleena.
"Please, bangun, Al. Gue kangen sama lo ...." Air mata akhirnya membasahi pipinya. Semakin lama, semakin deras, tak bisa terbendung lagi.
Ting!
Satu pesan yang muncul dari aplikasi hijau itu mengejutkannya. Ia segera membuka pesan itu, siapa tahu penting.
Seno Alvi. A.
[Van, nanti abang ke sananya dikit telat, ya. Soalnya kerjaan lagi numpuk, gak bisa ditinggal. Bentar lagi abang juga ada meeting sama client. Jagain Aleena, ya. Bilang ke abang kalau ada apa-apa.]Devan tersenyum tipi. Ia segera memainkan jemarinya membalas pesan dari kakak kandung Aleena itu.
Devan Putra. R.
[Iya, Bang. Devan selalu jagain Aleena kok. Abang tenang aja, Aleena aman sama Devan.]***
Hari ini, hari yang paling ditunggu-tunggu para pelajar. Yup! Hari Minggu. Untuk Devan, hari ini adalah hari yang paling ia tunggu-tunggu karena bisa selalu di sisi Aleena.
Gadis itu ... tak secantik gadis lain, tapi bisa meluluhkan hati Devan. Ya! Devan sudah jatuh hati padanya. Bukan karena parasnya, tetapi karena sifatnya yang membuat ia terpesona. Hatinya lebih lembut dari kapas. Tak pernah ia berniat untuk membalas perbuatan orang-orang yang pernah menyakitinya. Walau hati masih terluka, ia tetap mendoakan orang itu.
Baik, sangat baik. Lemah lembut, sopan, dan ramah. Humoris, siapa pun bisa dibuatnya ceria, tertawa, dan bahagia. Salah satunya saja Devan. Semenjak Sang Pencipta mempertemukan mereka kembali, perlahan es kutub itu mulai mencair. Ia jadi semakin ramah dan tu semua berkat Aleena. Dialah satu-satunya gadis yang bisa membuat sang pengeran kutub itu meleleh. Gadis itu memiliki aura positif yang sangat kuat. Semua orang akan merasa nyaman bila di dekatnya.
Gadis yang baik, unik, dan menarik.. Itu menurut Devan tentang Aleena. Di zaman serba modern ini, gadis seperti Aleena belum tentu bisa ia temui di tempat lain. Soal fisik mungkin Aleena kalah dengan gadis di luar sana. Parasnya yang biasa-biasa saja, postur tubuhnya yang tak terlalu tinggi, tinggi badannya hanya 150 cm. Surai hitam bergelombangnya, gaya berbusananya masih sederhana, padahal ia terlahir di keluarga yang serba berkecukupan. Bahkan lebih dari cukup. Benar-benar gadis yang langka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldeva
Teen FictionSelamat membaca❤ Kritik, saran, tanggapannya dibutuhkan. [BELUM DIREVISI] TERBIT✅ _____ Menaruh hati pada sahabat lama bukanlah suatu kesalahan baginya. Namun, karena ia sudah memiliki kekasih, itulah kesalahannya. Maka keputusan yang harus ia lakuk...