Aleena sengaja berangkat lebih cepat sepuluh menit dari biasanya untuk menghindari keramaian. Gadis mungil itu hanya takut lengan kirinya tersenggol oleh murid lain yang berlalu lalang. Setelah keluar dari mobil kakaknya, ia segera bergegas ke kelas.
Sementara di rumah keluarga Raharja, Devan beserta keluarganya sedang sarapan. Selesai sarapan Devan dan Farhan—adiknya—bersiap untuk pergi ke sekolah. Adiknya pamit terlebih dahulu. Ia akan pergi bersama ayahnya.
"Bang Devan gak bareng?" tanya adiknya.
"Gak, Han. Gue mau bareng bunda aja. Ada yang mau gue omongin sama bunda," jawab Devan. Farhn mengangguk paham. Ia bergegas pergi mengikuti ayahnya yang sudah keluar duluan. Sementara Devan, masih menunggu Fitria—bundanya— memakai jilbab di kamar.
"Mbok, tolong beresin meja makan, ya," pinta Fitria kepada Mbok Runi—ART—setelah selesai bersiap.
"Udah, yuk, jalan! Nanti telat." Devan hanya mengangguk dan mengikuti langkah bundanya. Ia mengikuti Fitria masuk ke mobil. Wanita yang menjabat sebagai ketua yayasan sekaligus kepala sekolah segera menyalakan mesin. Mereka meluncur meninggalkan halaman rumah.
***
"Katanya ada yang mau diomongin sama bunda. Jadi gak, nih?" tanya Fitria membuka pembicaraan di tengah perjalanan.
"Nanti aja di ruangan bunda. Bunda kan, lagi nyetir. Bahaya ngobrol sambil nyetir, Bun," dalih Devan. Fitria mengangguk paham, walau ia tahu apa yang akan dibicarakan anaknya.
"Hmm ... kamu mau bahas soal Aleena, ya? Soal pacar kamu itu yang lukai Aleena?!" tebak Fitria. 100% benar! Memang itu yang akan dibicarakannya.
Devan mengernyitkan dahinya. "Bunda tahu dari mana?"
"Kedua teman kamu yang lapor ke bunda. Katanya Aleena gak masuk gara-gara lengannya luka. Itu tuh, pacar kesayangan kamu yang lukai dia. Iya, 'kan?" tutur Fitria. Anak sulungnya mengangguk, sudah ia duga. Dirga dan Iqbal memang susah disuruh jaga rahasia, sangat tidak bisa diajak kerja sama.
"Bunda udah sering, ya, bilangin sama kamu. Clarisa itu gak baik, gak cocok sama kamu. Bunda udah pernah mergoki dia jalan sama cowok lain, kamu tetap gak percaya sama bunda. Udah bunda suruh kamu putusin dia, tapi kamu tetap pertahanin dia. Sekarang terserah kamu aja, bunda udah capek bilangin kamu," omel Fitria panjang lebar.
"Iya, Bun. Maaf. Secepatnya nanti Devan putus–"
"Selain itu, bunda juga pernah mergoki dia bully adik kelas. Waktu itu kalian masih kelas sebelas. Bunda udah mau drop out dia, tapi kamu larang. Kamu bilang kasihan," omel Fitria lagi. "Tapi sekarang ini, bunda bakal drop out dia karena masih berulah. Terserah kamu setuju atau gak sama keputusan bunda. Pokoknya bunda bakal drop out dia kalau berulah lagi." Lanjutnya.
Devan menghela napas berat. "Terserah bunda aja gimana bagusnya. Devan juga udah gak muak sama dia. Devan nyesel pernah suka sama dia, Bun."
"Bagus kalau kamu sadar. Secepatnya kamu putusin dia. Bunda tunggu!" Devan lagi-lagi hanya mengangguk. Matanya fokus ke depan, tertuju pada kendaraan yang ada di depannya.
"Bun," panggil Devan.
"Iya ...." balas Fitria tanpa menoleh.
"Gak jadi, deh, Bun."
"Lah, kamu. Kebiasaan." Devan hanya nyengir kuda menanggapi Fitria.
"Cie ... bunda denger anak bunda si es kutub udah mulai meleleh, nih. Hebat deh, Aleena bisa bikin kamu berubah. Udah mulai sayang, ya? Kapan nembaknya? Kasian, lho, cewek digantungin mulu. Udah kayak jemuran aja. Bunda setuju banget, lho," ejek Fitria tiba-tiba. Ia mendengus kesal. Bunda macam apa ini? Senang sekali menggoda anaknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/217740052-288-k541726.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldeva
Teen FictionSelamat membaca❤ Kritik, saran, tanggapannya dibutuhkan. [BELUM DIREVISI] TERBIT✅ _____ Menaruh hati pada sahabat lama bukanlah suatu kesalahan baginya. Namun, karena ia sudah memiliki kekasih, itulah kesalahannya. Maka keputusan yang harus ia lakuk...