"Ciee ... yang baru jadian!" sorak Jenny dan Syila bersahutan.
Baru saja ia melangkah masuk ke kelas, sudah menerima sorakan dari kedua sahabatnya dan ... temen sekelasnya. Risih, sangat risih. Ia segera duduk di bangkunya. Ia tak menyangka berita Devan yang menyatakan cinta kepadanya akan menjadi sorotan semua siswa. Secepat itukah berita ini menyebar?
"Acie ... udah gak jomblo lagi," goda Syila menyenggol bahunya. Ia yakin, sekarang ini pasti kedua pipinya sudah seperti udang goreng.
"PJ-nya dong, Al!"
"PJ dong, Bu Ketos!"
"Jagain my honey bunny sweety gue, ya, Al!"
"Aaa ... ayang beb gue udah milih Aleena!"
"Astaga, bidadari gue diambil mantan ketos!"
"Neng Aleena kenapa kagak milih abang aja, sih, Neng!"
Begitulah sebagian ucapan yang terlontar dari mulut teman-teman sekelasnya. Sungguh membuatnya semakin risih dan salah tingkah. Jika bukan karena sebentar lagi bel masuk berbunyi, ia mungkin sudah berlari keluar kelas. Benar-benar suasana yang tidak bersahabat!
"Ehem, PJ jangan lupa, lho." Terkejut bukan main, Nayfa menepuk pundaknya. Apa ia tidak marah melihat Aleena bersama orang yang ia sukai?
"Iye, Al. PJ kek." Kali ini Jenny yang angkat bicara.
"Gue juga mau, Al. Gak macem-macem kok, beli seblak di kantin aja." Syila memamerkan deretan gigi putih nan rapinya. Dari raut wajahnya sangat berharap. Sampai-sampai gadis bebandana hijau neon itu menampilkan puppy eyes-nya. Menggemaskan!
"Iya-iya, minta sama Kak Devan, ya." Aleena mencubit pipi sahabatnya itu. Gadis itu hanya meringis dan mrmegangi pipinya. Ingin ia membalas perbuatan sahabatnya itu, tetapi takut jatahnya tidak diberi nanti.
"By the way, itu si Glen fokus banget sama handphone-nya. Kira-kira lagi ngapain, ya?" Ketiga sahabatnya meboleh ke arah pandangan Jenny. Benar saja, sedari tadi pria yang pernah menyatakan cinta pada Aleena itu sibuk mengetik kata-kata di ponselnya. Entah dengan siapa ia berkirim pesan.
Jenny melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan Nayfa. Ditariknya tangan gadis yang sudah menjadi sahabatnya itu. Nayfa menatapnya heran.
"Ngapain sih, Jen? Kan, lo ada handphone, harus banget apa liat jam di tangan gue?!" ujar Nayfa ketus. Jenny melepas tangannya gadis itu. Ia melirik tajam gadis itu.
"Galak amat lu kayak singa, lagi PMS atau gimana?!" celetuk Syila terkekeh. Bukan terkekeh karena Nayfa, tapi ia terkekeh melihat raut wajah Jenny. Seperti memperlihatkan antara ekspresi kesal dan marah.
"Emang handphone kamu ke mana, Jen?" Jenny menatap Aleena lekat. Wajahnya berubah sendu, ketiga sahabatnya sampai bingung.
"Lah, kenapa lo jadi mau mewek gitu, Jen?" Nayfa jadi berasa bersalah telah berbicara seketus itu kepadannya.
"Kenapa sih, Jen? Emangnya handphone kamu ke mana?" ulang Aleena. Jenny menunduk, tapi wajahnya masih sendu.
"Handphone gue jatoh ke kolam ikan," lirihnya. Sontak membuat tawa ketiga sahabatnya pecah. Jenny mengerucutkan bibirnya, bukannya menyemangati mereka malah menertawakan penderitaannya.
"Kok bisa, sih? Emang lo ngapain bisa sampek jatoh?!" Syila masih tertawa lepas. Ada-ada saja memang sahabatnya yang satu itu.
"Gak sekalian jatohin di Sungai Amazon aja, Jen? Biar dimakan sama ikan piranha!" Nayfa pun masih tertawa, sedangkan Aleena tersenyum geli. Jenny? Jangan ditanya! Dia sudah sangat kesal dengan kedua sahabatnya itu.
"Jahat banget dah. Sahabatnya lagi kena musibah bukannya disemangatin malah diketawain. Ngeselin emang!" gerutunya. Kedua sahabatnya memilih berhenti tertawa, sudah sakit perut mereka menertawakan musibah yang menurut mereka lucu itu.
"Kenapa bisa jatoh ke kolam ikan, sih, Jen?" Aleena penasaran. Setahunya, kemarin sahabatnya itu tidak keluar rumah. Di rumahnya pun tidak ada kolam ikan.
"Jadi semalem gue dijemput doi, dia ngajak gue ke rumah–"
"Ketemu camer dong," goda Nayfa menyenggol bahunya. Jenny menatapnya sinis.
"Gak usah motong omongan gue bisa gak, sih?!" Nayfa bungkam. Terdengar dari nada bicaranya, gadis itu sedang tidak ingin bercanda. Masih kesal dengan dia mungkin.
"Oke, gue lanjutin. Pas udah sampek di rumahnya, nyokapnya nyambut kedatangan gue. Ngajak makan bareng gitu. Habis makan, dia ngajak gue ke belakang rumahnya. Nah, ada kolam ikan di sana. Ikannya cantik banget, airnya jernih, jadi gue niatnya mau fotoin." Jenny menjeda ucapannya. Sengaja, supaya sahabat-sahabatnya penasaran.
"Napa berhenti? Lanjutlah." Lihat? Syila saja sudah penasaran.
"Doi ngagetin gue, alhasil tuh Iphone gue jatoh. Kesel banget gue, sumpah dah," lanjutnya. Bibirnya kembali mengerucut, rasa kesalnya kembali lagi.
"Hadeh, ada-ada aja dah." Syila geleng-geleng mendengar ceritanya. Aleena dan Nayfa pun serempak menggeleng.
"Eh, by the way, udah lewat satu jam pelajaran, lho. Tapi kok Bu Killer belom masuk?" tanya Nayfa yang menyadari sedari tadi tidak ada guru yang masuk. Ketiga sahabatnya sama-sama menggidikkan bahu. Ia memutar bola matanya malas.
Gadis itu mengambil tas dan menaruh di diatas meja. Ia menenggelamkan kepalanya di atas tas tersebut. Kini giliran ketiga sahabatnya yang memutar bola mata malas. Kelas mereka tiba-tiba hening. Hanya terdengar suara keyboard ponsel Glen saja.
Sejak ia masuk, pria itu tidak mengalihkan pandangannya sama sekali. Ia sangat fokus dengan benda pipih itu.
***
Setelah dari kantin tadi, Aleena memutuskan meninggalkan ketiga sahabatnya. Ia pergi ke taman depan, menonton siswa kelas X yang sedang bermain basket. Kedatangannya disambut tatapan sinis oleh beberapa siswi. Ia menduga mereka adalah fans Devan yang tidak suka dengan peresmian hubungannya dengan idola mereka.
Aleena tidak memmerdulikan beberapa pasang mata itu. Ia hanya memandang lurus ke arah siswa yang sedang bermain bola basket. Tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Ia terkejut, ternyata itu Devan. Siswi yang diduga fans Devan meliriknya sinis. Namun, kekasihnya mengisyaratkan untuk tidak memerdulikannya.
"Tadi aku cari ke kantin, tapi ternyata di sini." Aleena berusaha melepas pelukannya. Jujur, posisi ini tak nyaman baginya. Namun, kekasihnya tidak mengizinkan.
"Lepas, Kak. Gak enak diliatin yang lain," titahnya, tapi diacuhkan oleh Devan.
"Gak mau. Enak kayak gini." Aleena mendengus kesal. Gadis itu tak bisa membuat pelukannya lepas, malah membuat semakin erat.
"Sejak kapan kakak jadi manja gini?"
"Sejak jatuh cinta sama kamu." Sontak ucapannya membuat pipi Aleena merona. Devan langsung melepaskan pelukannya.
"Cie, pacar aku blushing," goda Devan, tapi malah dihadiahi cubitan oleh kekasihnya. Pria itu malah tertawa, membuat Aleena memanyunkan bibirnya.
"Bibirnya jangan kayak gitu. Nanti–"
"Nanti apa!? Jangan macem-macem, deh!" potong Aleena. Kesal. Ya, begitulah perasaannya saat ini.
"Dasar galak!" cibirnya, "tapi aku cinta." Lagi-lagi pipi Aleena memerah. Devan malah tertawa melihatnya.
Tiba-tiba bel masuk berbunyi. Aleena segera berlari menuju ke kelasnya. Pria itu tak mengejar kekasihnya, ia hanya tersenyum melihat sang kekasih yang salah tingkah.
***
Update🎉🎉
Ingat, ada beberapa bab yang akan di hapus dalam masa penerbitan nanti. Jadi, yang cepat ya bacanya😁
Ttd.
Author Amatir Cewek")°_°
KAMU SEDANG MEMBACA
Aldeva
Teen FictionSelamat membaca❤ Kritik, saran, tanggapannya dibutuhkan. [BELUM DIREVISI] TERBIT✅ _____ Menaruh hati pada sahabat lama bukanlah suatu kesalahan baginya. Namun, karena ia sudah memiliki kekasih, itulah kesalahannya. Maka keputusan yang harus ia lakuk...