Devan melihat Clarisa dan kedua temannya sedang duduk di kursi taman dekat lapangan basket. Ia segera menghampiri mereka. Namun, Dirga dan Iqbal lebih memilih tidak ikut-ikutan dalam hal ini. Mereka hanya memantau apa yang terjadi dari sebalik pohon bonsai.
"Clarisa!" teriak Devan penuh amarah.
Clarisa dan kedua temannya menoleh ke asal suara. Setelah mengetahui bahwa itu adalah Devan, gadis itu segera menghampirinya.
"Sayang, jangan teriak-teriak, dong. Aku denger kok kamu manggil," ujarnya sembari bergelayut manja di lengan kekar Devan. Pria itu menepisnya kasar. "Gak usah pegang-pegang! Najis!"
"Kok kamu gitu, sih!?"
"Gue gak sudi dipegang sama orang yang gak punya hati kayak lo!" Ia menekankan setiap kata pada kalimatnya. Teriakan Devan membuat semua mata terfokus padanya. Pria itu tidak peduli. Ia tidak bisa mengontrol emosinya lagi.
"Maksud kamu apa? Aku gak ngerti." Pria itu tersenyum kecut. Drama apa lagi ini?
"Gak ngerti atau pura-pura gak ngerti?" sindirnya. Clarisa mengernyitkan dahi, benar-benar tidak mengerti arah pembicaraan pacarnya.
"Aku bener-bener gak ngerti apa yang kamu bilang, Van."
"Maksud lo apa, sih, Van!? Maksud lo apa bilang kayak gitu, hah!?" bentak Meisya terlihat mulai kesal. Devan memutar bola matanya malas.
"Lo juga sama kayak Clarisa. Sama-sama gak punya hati!" Gadis itu sudah mengepalkan tangannya. Namun, ia tidak melawan anak ketua yayasan itu. Bisa-bisa ia dikekuarkan dari sekolah jika melawannya.
"Emang kenapa, sih?" tanya Chelsea yang tiba-tiba membuka suara. Ia tidak mengerti arah pembicaraan ketiga orang itu.
"Lo gak tau kejadian kemarin?" tanya Devan balik.
Gadis itu menggeleng cepat. "Gue pulang duluan kemarin. Jadi gue gak tau apa-apa."
"Oke, gue jelasin. Kedua temen lo ini, udah ngelukain adik kelas! Sampai-sampai adik kelas itu gak masuk sekolah hari ini! Dan lo pasti tau siapa adik kelas yang gue maksud," tandas Devan sembari menunjuk kedua gadis di sebelah Chelsea.
"What?! Gila lo, Clar. Kan, lo bilang cuma mau labrak Aleena kenapa sampai lo lukain?! Parah lo." Chelsea keceplosan, tapi sebenarnya ia sengaja membeberkan semua itu supaya tindakan busuk kedua temannya segera terbongkar. Mereka melotot ke arahnya.
"Kenapa lo bilang, sih!" bisik Meisya. Gadis dengan rambut tergerai itu tidak peduli. Bukankah ia memang sengaja melakukannya?
"Maaf gue keceplosan." Bohong, ia harus berbohong dulu. Setidaknya, sebentar lagi ia akan bebas dari mereka.
"Berarti semua ini udah lo rencanain, 'kan? Gue gak suka, ya, sama orang gak punya hati kayak lo!"
"Cuma karena cemburu lo sampek ngelukain orang? Lo punya otak gak, sih!?" Clarisa bungkam mendapat bentakan dari pacarnya. Ia tidak menyangka kekasihnya itu bisa mengetahui perbuatan busuknya.
"Van, a–aku bisa jel–"
"Gak ada yang perlu lo jelasin! Semua udah clear!" ujarnya dengan nada meninggi. Dan mulai hari ini, lo gak udah temui gue lagi, lo gak usah telepon gue lagi, sebelum lo minta maaf sama Aleena. Lo paham?" lanjutnya.
'Bodoh, kenapa gue gak putusin dia sekarang coba? Bangsat!'
"Oke, asal kita jangan putus. Gue bakal minta maaf sama dia besok," ucapnya terpaksa.
"Dan lo! Harus minta maaf sama dia di depan mata gue! Ngerti?!" Clarisa mengangguk cepat. Dengan sangat terpaksa, ia harus menahan kekesalannya dengan perkataan Devan barusan. Demi hubungannya, ia harus melakukan hal yang belum pernah ia lakukan ke siapa pun.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aldeva
Teen FictionSelamat membaca❤ Kritik, saran, tanggapannya dibutuhkan. [BELUM DIREVISI] TERBIT✅ _____ Menaruh hati pada sahabat lama bukanlah suatu kesalahan baginya. Namun, karena ia sudah memiliki kekasih, itulah kesalahannya. Maka keputusan yang harus ia lakuk...