Ketika berada dalam sekumpulan orang dan ingin dipedulikan, ada dua bentuk rasa peduli yang akan kamu dapatkan.
Antara tulus, atau palsu.
______ ______
Nara mengerjap saat sinar matahari masuk melewati jendela kamar yang tak tertutup tirai, menyambut seorang gadis yang baru saja kembali dari alam mimpi. Ujung kaki menyentuh dinginnya lantai, manik cokelat tua itu menatap jam dinding.
Ia menyambar handuk yang tergantung di sudut ruangan, lalu memasuki kamar mandi. Baru saja hendak bermalas-malasan duduk di atas toilet sembari meneruskan perjalanan di alam mimpi, Nara dikejutkan oleh suara yang memberinya perintah untuk bergegas turun. Ia menghela napas dalam dan berujar cepat, "Sepuluh menit!"
•••
"Pagi, Ai!"
Nara menggerutu, ia memangkas waktu berendam, berusaha secepat mungkin turun ke lantai satu. Itu semua, hanya karena golden retriever nyasar yang sedang duduk manis dengan segelas susu hangat.
"Baru selesai mandi? Wangi banget soalnya," William menyeruput isi gelas.
Mood Nara sedikit membaik, terharu ketika seseorang menyadari kelebihan yang ia bawa sejak lahir.
"Bercanda!" William tergelak, ada kepuasan tersendiri melihat raut wajah muram Nara.
"Bahagia banget kamu." Nara duduk di sofa, memeriksa barang bawaan dalam tas.
"Tau kambing?" tanya William.
"Yang gelantungan, makan pisang, warna merah muda." Nara mengibaskan tangan, malas memikirkan lebih jauh mengenai ciri makhluk hidup yang disebutkan.
"Monyet overdosis stroberi busuk?" William sengaja berhenti, menunggu Nara merespon. Ketika tidak mendapat balasan seperti yang diharapkan, ia dengan percaya diri kembali melucu. "Mirip kamu."
"Garing."
William terbahak-bahak, mengabaikan pelototan kesal dari Nara. Laki-laki itu baru berhenti ketika ayah Nara muncul dari balik dapur dan berjalan ke arah mereka. "Selamat pagi, Om."
"Pagi, Will," balas ayah Nara, duduk di antara mereka.
Nara membelalak menyaksikan sang ayah yang mengenal William. Menolak keras fakta yang ada dan fakta mengenai eksistensi William. "Ayah kenal ... William?"
"Aku ganteng banget, humoris, famous. Coba sebutin, siapa yang nggak kenal aku di sekitar sini," sahut sang surai pirang.
Nara diam, menerapkan sistem menarik napas dalam-dalam untuk mengaktivasi kesabaran yang terpendam.
"Ai, bentar lagi berangkat bareng. Aku bawa motor. Motor siapa? Motor aku, dong." William tertawa, mengamati raut wajah Nara.
Nara terdiam, butuh penjelasan dari kalimat yang baru saja melintas melewati rumah siput dan tulang-tulang pendengarannya. Tangan gadis itu terulur mengambil gelas susu lain yang berseberangan dengan gelas susu milik William.
"Kita satu sekolah. Jadi, tiap hari bakal berangkat bareng," lanjut William.
Nara menahan untuk tidak menyemburkan susu yang ia telan, batuk-batuk sesaat, lalu sesak napas karena menolak realitas.
"Santai, nggak perlu heboh karena terlalu bahagia." William berdiri, menepuk pundak Nara.
Mata gadis itu berkaca-kaca. "Sedih dengarnya."
•••
X IPA 1.
Nara menemukan namanya di antara deretan nama siswa yang tercetak dalam kertas HVS putih. Kertas berisi daftar penggolongan kelas terpajang rapi dalam bingkai mading sekolah yang berlapis kaca tebal. Ia memanjatkan doa setiap detik, berharap retriever di sampingnya berada di kelas yang berbeda.
"Ai!" seru William, dengan muka berseri seakan telah mendapat susu asli dari seorang bibi peternak sapi.
Nara menoleh dengan ragu. Orang mengatakan, intuisi adalah hal yang penting. "Ketemu?" Ia tidak menyukai perasaan ini. Perasaan ketika intuisimu mengatakan sesuatu yang tidak dapat kau terima.
William mengangguk, tersenyum lebar. "Sekelas!" Laki-laki itu berseru dengan tangan terangkat. Terlihat kegirangan, lalu meloncat-loncat ringan hingga rambut pirangnya terkibas. Sejak tadi, laki-laki itu menarik perhatian para manusia di sekitar mereka, para siswi yang penasaran dengan sosok William, bahkan dengan terang-terangan terlihat kagum.
William memang mencolok. Mulai dari tinggi yang melebihi rata-rata siswa, hingga blonde hair dengan netra biru. Jika diibaratkan, mungkin laki-laki itu adalah baliho bergambar cogan untuk cuci mata. Mungkin, Nara harus menyarankan William untuk memakai lensa kontak lain kali.
"Tenang, nanti aku duduk sebelahan sama kamu."
Nara tidak lagi mendengar dengan baik, hanya mengangguk pasrah, menarik William menjauh dari mata-mata di sekitar mereka. Gadis itu mendengus, kesal dengan hari pertama yang seharusnya ia jalani dengan tenang tanpa masalah. Apa kabar dengan hari-hari yang akan datang?
Izinkan Nara untuk melempar William, sang retriever pirang ke dalam tong sampah terdekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aoi'Nara'n [2020]
عاطفيةSebuah keinginan lahir, menyapa dan menyelimuti benak maupun hati. Dapatkah seorang gadis mempertahankan keinginan untuk mengasingkan diri? Atau justru tergagalkan oleh segala hal yang ia lalui selama sekolah menengah atas? Ainara, Aonaran. AOI 'NAR...