09

1.1K 298 95
                                    

———————————————————

"Bintang tuh ada banyak, tapi disini cuma ada satu bintang. Itu loh, yang di sebelah pojok kiri. Jangan lupa di tap ya🤗"

———————————————————












Happy Reading!!















#PAKK!!

"MARK!! KAMU SADAR APA YA!" Irene tersulut emosi.

"IYA! MARK SADAR, MA!" Mark menatap mamanya itu.

"Kamu liat kan, anak saya jadi kayak gini itu semua gara-gara kamu!" Irene menggeram pada Dira.

   Dira bener-bener kaget dan gak bisa lagi buat ngomong. Mark bener-bener nekat, ia tak suka itu. Dira berbalik, berlari keluar rumah dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya. Perkataan Irene melekat di pikirannya, dan itu membuatnya bimbang kembali akan hubungan mereka. Hubungan yang sangat rumit dan melelahkan.

"Ra, tunggu aku dulu." Kata Mark saat lengan Dira sudah ia genggam.

"Mark, aku tau kamu tuh orangnya pantang nyerah dan kalo kamu mau apa-apa itu kamu maunya musti dapet. Tapi Mark, jujur aku gak suka sama omongan kamu yang tadi. Kamu ninggalin Tuhan kamu, cuma buat aku yang sama sekali ga pernah nyembah dia. Aku juga udah pernah bilang, jangan pernah duain Tuhanmu demi aku." Ucap Dira terisak.

"Ra..., aku rela berkorban apapun buat kita." Yakin Mark mengelus kepala Dira pelan.

   Dira melepaskan lengannya yang Mark genggam sedari tadi. Lalu, dipeluk lah lelaki di depannya itu olehnya.

"Mark, jangan kayak gitu lagi. Cukup kamu ada di samping aku aja, itu udah cukup bagi aku. Kita udah tau resikonya, kita berdua cuma perlu siap aja untuk hal itu." Dira melampiaskan kesedihannya di dada bidang milik Mark, begitu juga Mark yang kini menangis setelah mendengar tuturan kata dari Dira.

Dira melepas pelukannya kemudian menghapus air mata milik Mark, "untuk terakhir kalinya aku bilang ke kamu, tolong untuk gak lakuin hal kayak tadi lagi. Juga kamu minta maaf ke mamamu, aku tau mama kamu pasti sakit hati. Posisinya kamu anak sulung dan untuk pikiran kayak tadi pasti bikin dia syok banget."

   Mark menganggukkan kepalanya sembari memeluk kembali gadis di depannya itu erat, mengecup hijab gadis itu dengan tangis yang yang lebih keras.

   Dilihatnya lah sepasang insan tersebut, terlihat bagaimana saling mencintainya mereka. Sampai-sampai wanita yang diam-diam mengintai mereka itu pun kembali terisak, terkenang akan masa lalunya. Irene menggenggam dadanya kemudian berjalan ke lantai atas--kamarnya.

***

Mark balik kerumahnya setelah tadi nganterin Dira pulang. Dia udah janji sama Dira buat minta maaf ke mamanya. Di carilah oleh dia wanita itu. Pikiran Mark langsung menuju kamar. Pasalnya setiap kali banyak pikiran atau lagi marah kayak gini, irene lebih memilih menenangkan dirinya di dalam kamar.

Mark mengetuk pintu coklat itu, "ma, mama. Mama di dalem?" Panggil Mark tapi tak menerima jawaban.

"Ma, aku tau mama di dalem. Aku cuma mau minta maaf soal kata-kata aku yang tadi. Tapi ma, Mark tuh pengen masuk islam bukan semata-mata karena Dira. Ma, buka dong ma. Mark ga suka kalo mama gini." Ucap Mark lembut.

   Jangan di tanya kenapa Irene tak menjawab anaknya itu, pasalnya di dalam kamar ia hanya sibuk menangis. Sesedih itukah masa lalunya? Sampai ia sendiri tenggelam dalam kenangan masa lalunya dan mengurung diri di dalam kamar?

Can We Together? - Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang