"Noura!"
Teriakan Dika pagi itu berhasil membuat cewek tersebut jatuh dari tempat tidur. Dengan bunyi gedebuk seperti gajah dijatuhkan dari atas langit, Noura meringis kesakitan.
"Aduuuh."
Dika terpingkal-pingkal sampai bersimpuh di kaki Noura. Seumur hidup, ini kali pertama dan mungkin kali terakhir bagi Noura melihat Dika sampai bersujud di depannya seperti itu. Bukan untuk memuja, melainkan untuk mentertawai dirinya!
"Ya Tuhan, Nou. Jelek banget lo. Hahaha!"
Kurang ajar! Namun, kakaknya itu lebih kurang ajar lagi ketika tiba-tiba mengeluarkan ponsel dan berteriak cheese sambil menahan tawa.
Dobel kurang ajar karena Dika memotretnya!
"Maaas! Hapus fotonya sekarang juga!"
Dika segera terbang keluar dengan kecepatan kilat. Noura bangkit, lalu berlari mengejar hanya sampai depan pintu kamar. Maunya sampai menjangkau kakaknya yang seenak udel memotret tampang buluknya itu, tetapi baru beberapa langkah, Noura terhenti karena kehadiran seseorang yang tidak dia sangka akan berdiri di sana sambil menaikkan alis.
Devan!
Dengan kecepatan kilat, Noura berbalik. Jantungnya berdegup kencang dan keringat dingin mendadak muncul. Bukannya Noura terkena penyakit sejak matahari terbit, tetapi ini ...
... Devan!
Untuk apa dia di sini? Noura mencoba mengingat apa yang dikatakan cowok itu tentang berkunjung pada Minggu pagi, tetapi tidak ada yang muncul. Devan tidak berkata apa pun tentang rencananya ke sini.
Mungkin untuk bertemu Dika atau ibunya? Namun, kenapa harus menggunakan tas yang biasa dia gunakan ke kampus?
"Udah ketemu kamar Noura, Van?"
Noura berjengit mendengar suara ibunya. Jika ibunya melihat Noura masih mengenakan piama pada pukul sembilan pagi, rasanya neraka akan terbelah dan isinya tumpah ke bumi. Omelannya panjang kali lebar kali tinggi. Tidak ada habis-habisnya!
Yang membuat Noura terheran-heran setengah mati, ibunya malah berkata dengan nada lemah lembut, "Noura, Devan datang buat ajarin kamu kal ... apa tadi? Pokoknya pelajaran, deh. Katanya nilai kamu jelek banget. Begitu?"
Noura mengintip ibunya dari balik rambut. Dia masih menyuguhkan pemandangan punggungnya kepada Devan karena tidak mau menunjukkan wajahnya yang baru saja bangun tidur.
"Belajar?"
Sejak kapan mereka punya janji temu belajar di akhir pekan seperti ini?
Linda berjalan memasuki kamar Noura sambil memberi isyarat agar sang anak mengikuti. Setelah meletakkan nampan berisi buah-buahan, teh hijau dan air putih, serta snack segambreng, Linda tertawa hohoho yang menyeramkan. Mungkin bagi orang lain suara tawa Linda terdengar biasa saja, tetapi bagi anaknya, Noura, itu adalah ancaman terbesar dalam hidup.
Itu adalah tawa yang persis ibunya lakukan setiap kali bertanya kapan wisuda kepada Dika.
"Belajar yang rajin, ya, Noura. Belajar sama Devan, kakak tingkatmu."
Setelah berkata begitu, Linda meninggalkan Devan dan Noura di kamar. Memang, mereka sudah terbiasa untuk menginap bersama saat kecil. Tidur di kasur yang sama sampai pagi datang? Sudah biasa. Saling melihat wajah jelek pagi hari? Sudah biasa. Namun, ini ....
Noura sudah dewasa! Ibunya benar-benar keterlaluan. Sebanyak apa kepercayaan yang Linda milik terhadap Devan sampai membiarkan cowok itu berada di dalam kamar yang sama dengan anaknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from Hell
RomanceNoura Tsabita menginginkan kehidupan normal di dunia perkuliahan, tetapi gagal mewujudkannya karena kehadiran teman masa kecil yang dia benci, Devan Putra Pratama, yang merupakan senior kejam saat OSPEK dan tidak segan-segan menyiksanya.