Sesungguhnya, Devan bukan seorang penyabar.
Menunggu antrean ayam rica-rica paling tersohor di kantin teknik meskipun Devan sangat sangat menginginkannya? Tidak.
Mendengar penjelasan dosen yang bertele-tele hingga dia menguap sepanjang jam kuliah? Tidak.
Menunggu Noura selesai mengetik entah apa di ponselnya saat Devan mengajari cewek itu mata kuliah yang tidak dikuasai? Tentu saja tidak. Jadi, jangan salahkan Devan jika cowok itu mengetuk-ngetuk meja kantin tempat mereka belajar dengan kecepatan tinggi.
"Nou."
Panggilan Devan hanya disambut kata iya.
Iya apa, sih? Bertanya saja tidak, tetapi jawabannya iya.
"Lagi chat sama siapa, sih?"
Tidak ada jawaban.
Cowok itu mendengkus. Kesabarannya yang lebih tipis daripada kertas itu rasanya benar-benar habis. Bagaimana cewek di depannya bisa mengabaikan Devan seperti ini? Menyebalkan!
"Gue ganteng banget, ya?"
Noura masih mengetik sesuatu. Namun, cewek itu membuka mulut tanpa sadar. "Iya," katanya.
Devan tersenyum kecil. Meski dia tahu cewek di depannya menjawab tanpa berpikir, seperti yang biasa dilakukan Noura, Devan tetap merasakan letupan-letupan kesenangan di hatinya. Kalau begitu....
"Tunggu." Noura meletakkan ponselnya di atas meja. "Tadi apa?"
"Apanya yang apa?"
Decakan Noura benar-benar menyebalkan, seolah cewek itu menyesali setengah mati apa yang baru saja dikatakannya. "Tadi lo nanya apa?"
Devan mencebik. "Apa, ya?"
"Tadi! Kayaknya lo tanya sesuatu—"
"Iya, gue nanya sesuatu," potong Devan ketus. "Lo mau gue pergi dari sini, gitu? Gue bosen nungguin orang chat!"
Melihat wajah Noura yang panik adalah suatu kebahagiaan bagi Devan. Pasalnya, mata Noura akan melebar dengan pupil bergetar—jika itu mungkin—yang mengingatkan Devan kepada mata boneka beruang yang dulu sering dibawa cewek itu. Bibirnya terbuka sedikit dan suara kesiap kecil meluncur.
Devan mengangkat ujung bibirnya beberapa derajat.
"Tunggu!"
Lihat? Cowok itu paham betul cewek di depannya.
"Ini bukan chat biasa."
Devan mendengkus. Oh? Jadi ada chat biasa, begitu?
Noura menyodorkan ponselnya ke depan wajah Devan. "Ini. Gue lagi ngomongin pertemuan Robotik nanti. Harus tulis absensi sekarang," jelas Noura.
Meski Devan tidak mau tahu isi percakapan Noura dengan entah siapa, tetapi matanya membulat sempurna saat satu nama muncul di ruang group chat itu.
Rangga.
Oh.
Sepertinya Noura tidak menyadari wajah Devan yang berubah masam karena cewek itu kembali mengetik sambil terus berbicara. "Gue ada pertemuan untuk lomba internal gitu. Ini lomba antar anggota baru di robotik. Karena gue ditunjuk sebagai ketuag tim, gue harus pastiin semuanya bisa dateng."
Baiklah. Baiklah. Bukan itu yang jadi masalah utama di sini. Pertanyaannya, kenapa ada Rangga di group chat itu?
Seingat Devan, dia tidak menyuarakan pertanyaannya di dalam hati. Namun, sepertinya dia salah karena Noura menjawab, "Rangga dan beberapa senior dari jurusan lain yang ngurusin anggota baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from Hell
Storie d'amoreNoura Tsabita menginginkan kehidupan normal di dunia perkuliahan, tetapi gagal mewujudkannya karena kehadiran teman masa kecil yang dia benci, Devan Putra Pratama, yang merupakan senior kejam saat OSPEK dan tidak segan-segan menyiksanya.