Mungkin sebaiknya Noura menjadi peramal cuaca.
Setelah mereka melanjutkan perjalanan, hujan turun semakin deras. Air menciprati sepatu Noura hingga basah total. Untungnya, tubuh cewek itu dilapisi jas hujan, begitu pula dengan tasnya, tetapi tidak dengan Devan.
"Enggak mau berhenti dulu?" Noura berteriak di sela air hujan yang mengguyur. Namun, angin kencang dan suara rintik yang deras mengalahkan teriakan Noura.
Untungnya, mereka sudah dekat dengan kompleks perumahan. Hanya dalam beberapa menit, keduanya sampai di depan rumah Noura. Cewek itu turun dari motor, lalu menarik tangan Devan ke depan rumahnya.
Ya Tuhan. Tangan cowok itu benar-benar dingin. Bagaimana Devan bisa bertahan seperti ini?
"Tunggu di sini, ya."
Noura tidak ingin meninggalkan Devan di luar rumah dan diterpa angin malam yang menggigilkan dengan pakaian basah seperti itu, tetapi tubuh cowok itu perlu dikeringkan terlebih dahulu sebelum masuk ke rumah. Noura mengambil beberapa helai handuk, lalu melilitkannya ke tubuh cowok itu. Meski Devan tidak menunjukkannya, tetapi tubuh cowok itu tampak sedikit gemetar.
"Ayo masuk. Ganti baju Mas Dika aja. Tapi, ya gitu. Baju dia gambarnya enggak jelas."
Saat Noura menarik jemari Devan agar mengikutinya ke dalam rumah, cowok itu menyentaknya.
Devan malu-malu kucing atau bagaimana? Padahal, dulu cowok itu selalu masuk ke rumahnya sambil berteriak, "Permisi, Tante. Aku mau ketemu Noura."
"Masuk aja, Van. Enggak ada siapa-siapa, jadi enggak usah takut. Lagian hujannya makin gede. Mending lo ganti baju dulu di sini karena hujan di luar masih deras."
Bahkan setelah Noura berkata demikian, cowok itu tetap bergeming. Mata Noura melirik Devan, lalu mendapati wajahnya yang semula pucat menjadi bersemu merah.
Apakah Devan malu? Cowok itu? Pft. Padahal di rumahnya saat ini sedang tidak ada orang. Orangtuanya menghadiri acara pernikahan teman dan Mas Dika pergi entah ke mana. Katanya mencari materi konten Youtube. Jadi, seharusnya ....
Tunggu.
Kali ini, giliran Noura yang bergeming. Mereka hanya berdua ... di sini? Di rumahnya?
Noura merasa kedua pipinya memanas meskipun Devan kecil sudah sering bermain ke rumahnya. Jangankan main. Noura dan Devan bahkan beberapa kali tidur di kasur yang sama. Namun ..., kenapa sekarang Noura merasa sangat malu?
Untuk memecah keheningan yang canggung, Noura berdeham. "Tunggu apa lagi? Di luar dingin. Mending di dalem. Ada pemanas air juga di kamar mandi, jadi lo tinggal atur aja."
Noura berusaha menghalau rasa malunya dengan berjalan cepat memasuki rumah, tetapi langkah kaki Devan terus mengikutinya. Jangan bilang Devan sengaja mengikutinya. Jangan bilang Devan ....
Kepala Noura menggeleng keras. Ucapan guru agamanya kembali terngiang. Kalau ada lelaki dan perempuan berduaan di satu ruangan, maka yang ketiga setan.
Tidak boleh ada setan di antara mereka!
Dengan ketakutan, Noura berbalik untuk meminta Devan agar berhenti mengikutinya. Namun, alangkah terkejutnya Noura ketika dia melihat tangannya masih menggenggam erat jemari Devan.
Malunya sampai menembus langit ketujuh!
Untungnya Noura membawa Devan ke jalan yang benar. Mereka berhenti di depan kamar mandi, lalu cewek itu mendorong Devan hingga terjerembap di lantai kamar mandi yang dingin. Posisi jatuh Devan mengingatkan Noura kepada film Bawang Merah dan Bawang Putih. Tentu saja Noura adalah Bawang Merah yang jahat dan senang mendorong Bawang Putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from Hell
RomantizmNoura Tsabita menginginkan kehidupan normal di dunia perkuliahan, tetapi gagal mewujudkannya karena kehadiran teman masa kecil yang dia benci, Devan Putra Pratama, yang merupakan senior kejam saat OSPEK dan tidak segan-segan menyiksanya.