"Selamat ya, Nou. Gue beneran tulus ngucapin selamat."
Kedatangan Rangga pada siang yang panas berhasil mengejutkan Noura. Cewek itu tersenyum kecil, tetapi alisnya mengerut bingung. Kenapa Rangga ada di sini?
Seakan membaca pikiran Noura, Rangga menunjuk gerombolan mahasiswa di belakangnya. "Gue ke sini mau ketemu temen. Terus enggak sengaja ngeliat lo di sini, jadi sekalian nyapa," katanya sambil melirik penduduk meja tempat Noura makan. Semuanya membalas tatapan Rangga dengan senyum ramah, kecuali Devan yang memicingkan mata seperti elang menghadapi mangsa.
Rangga mengabaikan sikap tidak ramah Devan.
Sebelum Noura sadar apa yang dilakukan Rangga, cowok itu sudah meletakkan tangannya di puncak kepala Noura. Namun, bunyi plak yang keras dan nyaring berhasil membuat beberapa orang di sekitar meja mereka menoleh ingin tahu, termasuk Noura yang terkejut dengan sikap kekanakan Devan.
"Jangan pegang-pegang rambut Nou."
Selama satu detik penuh, Noura tidak bisa berkata-kata mendengar pernyataan cowok itu. Apalagi Devan bicara penuh dengan nada ketus dan tatapan tidak suka yang tidak repot-repot dia tutupi. Selama beberapa detik, kedua cowok itu bertatapan intens hingga terasa canggung. Bahkan, Yudha sampai berdeham berkali-kali dan mencoba mencairkan suasana dengan melontarkan lelucon jayus yang sudah menjadi ciri khasnya, tetapi Rangga dan Devan tidak terpengaruh. Bukannya memperbaiki suasana, yang ada Noura ingin muntah mendengar lelucon yang membuat tubuh bergidik itu. Sepertinya Noura tidak sendiri, karena kemudian Putri bersungut-sungut pelan.
Untungnya, salah satu teman Rangga memanggil cowok itu dan membuat perhatiannya teralihkan. Rangga mengangkat tangan tanda menyerah, tetapi ujung bibirnya bergerak, membentuk seulas senyum mengejek seperti di film-film kartun. Noura tidak paham kenapa keduanya bersikap tidak bersahabat seperti ini. Pasalnya, mereka pernah menjadi teman bermain. Meskipun ketiganya sudah jarang bertemu, setidaknya mereka tidak harus saling bermusuhan, bukan?
Entahlah. Yang dia tahu, tatapan tidak suka Devan masih mengikuti punggung Rangga hingga cowok itu menghilang di tengah kerumunan penghuni kantin.
***
Sebenarnya, kejadian di kantin tadi siang bukan hal yang sangat mengejutkan bagi Noura. Baiklah. Sedikit mengejutkan jika mengingat keduanya pernah selengket upil, tetapi hubungan mereka memang merenggang. Jika Noura ingat-ingat ... mungkin sejak kelulusan SD? Sudah lama sekali.
Sebagai anak-anak yang usianya tidak terpaut jauh, Noura senang saja membuntuti Rangga dan Devan bermain di lapangan kompleks. Kedua cowok itu selalu bermain basket pada sore hari sepulang sekolah dan bermain sepeda setiap akhir pekan. Namun, sejak kedatangan Noura di geng mereka, kegiatan akhir pekan berubah menjadi permainan rumah-rumahan. Rangga akan menjadi sosok ayah, Noura menjadi ibu, dan Devan akan menjadi anak mereka. Formasi ini sudah tidak bisa diganggu gugat. Namun, sepertinya Devan sangat termotivasi menjadi ayah karena dia sudah memohon jutaan kali untuk bertukar peran.
Pertemanan mereka sempat sempurna sebelum hubungan Rangga dan Devan menjauh. Apa alasannya, Noura tidak tahu. Devan selalu tutup mulut setiap kali dia bertanya. Namun, itu mungkin hanya satu dari jutaan fase remaja, 'kan? Bukankah seharusnya sekarang mereka sudah melupakannya dan kembali seperti dulu?
"Mulut lo dijahit, Nou?"
Noura yang berjalan di samping Devan menuju gedung kelas sehabis makan siang tidak paham arah pembicaraan cowok itu. Kenapa tiba-tiba bahas mulut dijahit?
Kaki Devan menendang kerikil di tengah jalan. Batu kecil itu menggelinding hingga ujung sebelum masuk ke got.
"Dari tadi lo diam aja," tambah Devan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from Hell
RomanceNoura Tsabita menginginkan kehidupan normal di dunia perkuliahan, tetapi gagal mewujudkannya karena kehadiran teman masa kecil yang dia benci, Devan Putra Pratama, yang merupakan senior kejam saat OSPEK dan tidak segan-segan menyiksanya.