Senior from Hell dan Kisah di Balik Pintu Nerakanya

701 43 5
                                    

Sejak kecil, aku selalu bermimpi untuk menerbitkan ceritaku. Ya ..., cuma mimpi. Usahaku juga tidak maksimal, bahkan mungkin nyaris mendekati nol. Kadang tulis di buku yang kertasnya butek dan gampang robek kalau dihapus. Begitu punya ponsel, tulis di benda digital itu dengan ribuan typo. Ketika punya laptop, usahaku ikut naik kasta. Tulis di Microsoft Word dan membiarkan seluruh masyarakat Indonesia membacanya melalui Internet. Meskipun yang baca bisa dihitung jari, sih ....

Ketika aku masuk dunia perkuliahan, mimpi itu semakin jauh. Mungkin bisa ditebak dari cerita Senior from Hell, ya. Aku berada di jurusan yang sangat jauh dari kegiatan menulis dan sebelas dua belas dengan tokoh Noura. Tunggu sebentar. Sepertinya aku salah. Jurusanku dan mimpiku sama-sama menulis. Perbedaannya adalah, aku menulis kode pemrograman sedangkan mimpiku adalah menulis cerita. Ironis, ya?

Setelah lulus empat tahun (iya, aku bangga lulus empat tahun setelah mengeluarkan air mata darah sepanjang pengerjaan skripsi), aku dihadapkan pada ketakutan anak baru lulus lainnya. Mau jadi apa? Mau kerja di mana? Apalagi saat itu teman-temanku sudah bekerja di perusahaan-perusahaan bergengsi. Pertanyaan dari orang-orang semakin membuatku ingin tenggelam ke dasar laut. Untungnya, teman-teman terdekatku selalu menguatkan, berkata bahwa setiap orang punya waktunya masing-masing. Jadi, aku sedikit tenang meskipun kadang perasaan itu kembali.

Pada suatu malam yang dingin (bukan karena kurangnya pelukan dari pasangan karena aku jomlo akut, tetapi karena suhu AC yang terlalu rendah), satu akun mem-posting lomba Urban Romance yang diadakan Noura Publishing. Aku sempat ragu. Bisa tidak, ya, menulis tentang romance? Berhubung aku jomlo pangkat kuadrat, rasanya butuh perjuangan ekstra. Akan tetapi, tema yang diangkat adalah kisah anak kuliah. Saat itu, aku sangat-sangat merindukan dunia perkuliahan. Aku kangen teman-temanku. Ini rahasia kita saja, ya. Kalau mereka membaca ini, pasti jumpalitan sampai kayang segala saat mengetahui aku kangen mereka.

Seingatku, aku hanya menulis dalam waktu ... seminggu? Sepertinya seminggu lebih beberapa hari, sebelum aku mengirimkan tulisanku ke Penerbit Noura. Alasannya? Yah ..., karena aku bingung. Cerita seperti apa yang akan aku bawa, ya? Aku sempat memiliki beberapa ide cerita yang langsung dibuang karena terlalu aneh. Bahkan, karena terlalu sering gonta-ganti ide, aku sampai tidak ikut main ke rumah temanku. Stuck di kasur sambil mendengarkan lagu Day6 dan mencari ide. Ide satu, buang. Ide dua, buang. Terus hingga ide sembilan puluh sembilan. Begitu idenya rampung dan aku tulis beberapa ribu kata, muncul ketakutan selanjutnya.

Kira-kira aku kirimkan atau tidak, ya?

Mungkin sebagian dari kalian paham perasaanku. Takut mencoba. Takut gagal. Takut keluar dari zona nyaman. Takut dengan perubahan. Ketakutan-ketakutan itu terus berputar di dalam perutku hingga aku mual dan nyaris tidak mengirimkannya. Namun, seseorang pernah berkata kepadaku bahwa perlombaan tidak hanya tentang juara satu, juara dua, dan juara tiga. Perlombaan adalah tentang aku, kamu, dan kita yang berani mengambil anak tangga menuju kesuksesan. Bisa jadi kita gagal dan jatuh di tempat yang sama atau, yang lebih buruk, di tempat yang tidak kita inginkan. Akan tetapi, kita pernah melalui ini dan memiliki kartu emas bernama pengalaman yang tidak dimiliki oleh sembarang orang. Hanya orang-orang berani yang memiliki pengalaman dan hanya orang-orang pilihan yang bisa belajar dari pengalaman mereka. Maka, berbekal pemahaman itu, aku menekan tombol kirim dan karyaku berlabuh di meja editor.

Selanjutnya, aku yakin kalian tahu. Ceritaku masuk ke daftar dua puluh cerita pilihan. Lalu, mengerucut hingga lima cerita. Jujur saja, aku sangat senang saat berita itu keluar. Lompat-lompat seperti orang gila bermain trampolin sambil berteriak. Kalau kalian lihat, mungkin kalian akan memanggil pawang hewan karena ada monyet rabies berwujud manusia, alias aku. Namun, kesenanganku tidak berlanjut lama karena beberapa hari kemudian sebuah masalah menimpaku. Masalah apa? Yah, pokoknya masalah yang tidak bisa aku ceritakan di sini karena sama saja dengan membocorkan rahasia negara. Masalah ini cukup serius hingga pada saat itu aku ingin berhenti. Aku ingin berhenti dari semua ini. Aku ingin waktu berhenti. Aku ingin dunia berhenti berputar. Aku ingin segalanya ... berhenti. Bahkan, aku sampai menangis berhari-hari hingga kepalaku pening sekali. Di tengah tangisan yang tiada henti itu, sebuah petir menyambar kepalaku. Tentu saja tidak secara harfiah karena aku masih hidup hingga detik ini.

Sampai kapan aku akan seperti ini? Maksudku, hal yang paling aku inginkan tinggal beberapa langkah lagi. Lalu, apakah aku akan berhenti setelah menginginkannya selama tahunan? Apakah aku akan menyerah pada keadaan dan membiarkan kesempatan ini terlepas dari genggaman? Tidak rela, dong. Sudah berusaha, tapi dibiarkan begitu saja. Sebelas dua belas dengan lagi sayang-sayangnya tapi ditinggal. Jadi, seperti yang kalian lihat, aku terus maju meski rasanya sulit banget. Harus maju. Masalah seperti ini tidak boleh menahanku. Ya, 'kan?

Kemudian, lahirlah Senior from Hell yang proses persalinannya dibantu oleh banyak orang. Cerita tentang mahasiswi baru alias Noura Tsabita yang harus dihadapkan dengan teman masa kecil sekaligus senior super menyebalkan, Devan Putra Pratama, serta kehadiran cinta pertamanya, (bukan) Rangga (Ada Apa dengan Cinta?). Seharusnya, pilihan Noura mudah, tapi urusan hati memang tidak pernah sesederhana itu. Terutama jika Devan mulai menaruh perhatian kepadanya. Percayalah. Ini tidak sesederhana warung nasi padang. Lagi pula, memangnya ada yang sederhana kalau berhubungan dengan perasaan? Ini hati, cuy, bukan kobokan air. Jadi, daripada kalian gundah gulana memikirkan akhirnya, aku sarankan untuk segera beli bukunya di toko buku terdekat kesayangan kalian (jangan cuma doi yang disayang) atau mungkin beli ebook-nya secara legal. Ingat, ya, legal!

Akhir kata (yang jumlah katanya pasti lebih dari satu kata. Pusing, ya?), aku sudahi saja artikel ini. Sebenarnya, aku tidak tahu ini bisa disebut artikel atau tidak, tapi kita serahkan saja hasil akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Yang paling penting adalah sudah berusaha. Betul begitu, Teman-Teman? Jadi, sampai berjumpa lagi pada lain kesempatan!

Salam sayang,

Hanifah Khairunnisa

[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang