"Gimana renovasi Sekolah PINUS?"
Ketika Putri membawa nampan soto mi lalu duduk di depannya, Noura tersedak hingga dia harus meraih botol mineral di sampingnya. Dengan cepat, cewek itu menenggak air tanpa warna tersebut.
"Jangan ngagetin, Put!"
Putri memberikan cengiran lebar. "Sorry. Habisnya, lo duduk sendirian aja di sini."
Noura mengangguk sebelum mengedarkan pandangan ke penjuru kantek. Pagi ini, lebih tepatnya pukul sepuluh pagi, suasana kantin tergolong sepi jika dibandingkan jam makan siang. Hanya beberapa meja yang terisi oleh mahasiswa, itu pun mahasiswa yang duduk-duduk tidak jelas. Misalnya saja, kantin zona Teknik Sipil diisi oleh beberapa mahasiswa yang sibuk genjreng-genjreng gitar. Lalu, meja-meja kantin di zona Teknik Arsitektur dipenuhi prakarya tanpa pemilik yang tingginya mencapai kepala. Atau, zona Teknik Mesin yang diisi cowok-cowok berjaket hitam khas himpunan Teknik Mesin yang memilih tidur di bangku-bangku kantin. Sedangkan di zona Teknik Elektro, hanya segelintir meja yang terisi, itu pun oleh mereka yang tidak sempat sarapan seperti Noura.
Kembali kepada pertanyaan Putri di awal, Noura mengangkat bahu. "Renovasi Sekolah PINUS lumayan berat. Tangan gue sampai—"
Kalimat Noura langsung terputus saat suara gelak tawa mengisi indra pendengarannya. Noura hafal betul dengan suara-suara itu. Ada Yudha yang selalu membentaknya saat OSPEK. Ada Arin yang menjadi satu-satunya suara feminin di antara suara berat khas cowok. Dan, yang terpenting, ada Devan yang dia hindari sejak kejadian itu. Tahu, 'kan? Kejadian yang membuat jantung Noura berdegup aneh hingga dia merasa ada yang salah dengan dirinya.
Prediksi Noura tentu saja benar. Saat cewek itu melirik ke arah sumber kegaduhan, ada gerombolan senior yang berjalan ke arah Noura, termasuk Devan.
Alamak. Noura tidak mau bertemu Devan!
Dengan cepat, Noura menunduk sedalam mungkin hingga wajahnya nyaris menyentuh sambal ayam kremes yang sedang dia santap. Bau sambal serta minyak dari ayam kremes menyerbu penciuman Noura, tetapi cewek itu tidak peduli. Pokoknya, Devan jangan sampai melihatnya, apalagi berpikir untuk mendatanginya. Pokoknya jangan!
Saat suara-suara gaduh itu melewati meja Noura dan menghilang, dia bernapas lega. Cewek itu lalu mengangkat kepala, tetapi harus kembali terkejut ketika suara yang dia hindari mengagetkan dengan volume keras.
"Dor!"
Noura memekik sangat nyaring hingga seisi kantin melirik ke arah meja mereka. Devan, yang mendadak duduk di samping Noura dan mencondongkan wajah sangat dekat dengannya, tertawa. "Ngehindarin gue, ya?"
Bukannya menjawab, wajah Noura malah bersemu merah. Pertama, cowok itu tahu rencananya. Kedua, wajah Devan terlalu dekat dengan wajahnya sendiri.
Terlalu dekat hingga rasanya sesak!
Untungnya, Putri yang semeja dengan Noura berubah menjadi pahlawan kesiangan. Sebelum temannya semakin merona seperti kepiting rebus, dia berdeham. "Halo, Kak Devan."
Seakan baru menyadari kehadiran Putri, Devan menarik diri hingga Noura bisa mengembuskan napas lega. Oksigen langsung membanjiri paru-parunya. Rasanya seperti hidup kembali.
Terima kasih, Putri sang Penyelamat Hidup!
"Halo," balas Devan kepada Putri. "Lo Elektro 2019 juga, 'kan?"
"Iya. Nama gue Putri, Kak."
Devan mengangguk. Cowok itu lalu melirik Noura yang menarik dan mengembuskan napas seperti ibu-ibu hamil yang akan melahirkan. "Sejak kapan lo kena penyakit bengek?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[CAMPUS COUPLE] Hanifah Khairunnisa - Senior from Hell
RomanceNoura Tsabita menginginkan kehidupan normal di dunia perkuliahan, tetapi gagal mewujudkannya karena kehadiran teman masa kecil yang dia benci, Devan Putra Pratama, yang merupakan senior kejam saat OSPEK dan tidak segan-segan menyiksanya.