ACT-5 : Lose

2.3K 338 24
                                    

Iya, memang benar. Jimin sedih, marah, kesal dan menyesal. Sedih sampai rasanya ia ingin melepas semua selang di dadanya dan menyerah saja. Ia hampir saja menjadi atlet yang mewakili kota untuk turnamen nasional, dan impiannya harus kandas pada saat itu juga. Selamanya.

Jimin tidak bisa banyak bergerak, tidak bisa menangis terlalu keras sampai ia sendiri dibuat gila karena menahannya. Jimin ingin menangis, meraung tepat setelah Taehyung pulang. Dadanya sesak, ingin memaki dan menangis tersedu-sedu tapi bernafas pelan saja dadanya sudah sakit bukan main, bagaimana jadinya jika ia meraung-raung?

Taehyung pulang karena suruhan Jimin. Sejak pagi hari Taehyung menemani Jimin, Taehyung belum makan. Maka dari itu, Jimin harus mengancam bahwa ia akan memaksa untuk berdiri sekarang juga bila Taehyung tidak kunjung makan. Taehyung cemberut awalnya, namun ia memilih untuk menuruti Jimin.

Jadilah Jimin kembali seorang diri di ICU yang sepi ini. Berulang kali Jimin menyeka air matanya lantaran kini ia sudah tidak bisa lagi menahannya.

"Ibu, ayah. Maaf aku sudah tidak bisa menjadi kebanggaan kalian lagi." Racaunya dengan lirih.

Perasaan Jimin kacau, hancur saat mengucapkannya. Mimpinya adalah menjadi seorang atlet, walau harus berdebat sedemikian rupa dengan ibunya yang kelewat khawatir dengan kondisinya pasca cedera ringan.

Walaupun ia harus membiarkan pergelangan tangannya selalu membengkak dan membiru karena terlalu keras ia berlatih.

Pintu ruang ICU Jimin terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang memakai baju rumah sakit khusus untuk penjenguk yang masuk ke dalam ruang ICU. Air matanya semakin mengalir deras saat menatap wajah yang dihiasi dengan tatapan hangat.

Ibu akhirnya menjenguk.

"Ibu..." Jimin berucap lirih, masih terus mencoba menahan tangisannya. Ibu Jimin mendekat, mengusap surai rambut Jimin dan mengusap air matanya penuh sayang. Tidak ada seorang ibu yang tega melihat anaknya seperti ini. Hanya karena emosi dan menjadi tidak stabil, ia hampir saja memecah hubungannya dengan Jimin.

Jimin menutup matanya, terisak. Dunianya semakin runtuh saat melihat senyum dari ibunya. Tidak peduli seberapa kesalnya Jimin dengan ibunya, ia tetap menyayanginya tulus sama seperti sedia kala. Tidak peduli bagaimana ibu selalu menyakitinya dengan hal-hal yang tidak ia inginkan, ia tetap menyayanginya dan akan selalu kembali pada ibunya.

Jimin terbatuk, dahinya mengernyit. "Jimin minta maaf, bu."

Nafasnya terengah, alat pendeteksi bahaya di sekitar Jimin berbunyi. Memberi sinyal pada dokter dan perawat yang berjaga.

Jimin menutup matanya, sakit sekali. Tapi sialnya, ia tidak bisa menghentikan tangisannya. Jimin kewalahan, sempat merintih.

"Jimin," Kalimatnya terbata. Ruangan ICU terbuka, dokter dan perawat masuk membuat ibu Jimin mundur.

"—Belum bisa membahagiakan ibu."

Kemudian hal terakhir yang bisa Jimin ingat setelahnya adalah tangisan ibunya.

Kemudian hal terakhir yang bisa Jimin ingat setelahnya adalah tangisan ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Peraih medali emas tahun ini masih jatuh pada orang yang sama, Jimin!"

Sorak pendukung Jimin dari jurusannya menggema, beberapa lelaki turun dari tribun. Mengangkat Jimin yang tertawa bahagia dan melempar-lemparnya pelan seperti barang.

Jimin terbangun dengan badan seluruh badan kaku dan sakit. Usai ingatannya tentang kejuaraannya hadir dalam mimpi, Jimin teringat Taehyung.

Taehyung, yang juga sempat kehilangan mimpinya.

Ia menoleh, mengedarkan pandangannya. Mencari Taehyung. Bibirnya tersenyum saat mendapati Taehyung tengah tidur membungkuk di kursi. Berapa lama ia tidak sadarkan diri sejak saat itu?

Ingin Jimin memanggil Taehyung, namun masih berat sekali mulutnya terbuka.

"Oh? Sudah sadar?" Ucap dokter yang kebetulan masuk ke dalam ruangan Jimin. Jimin mengedarkan pandangannya, menatap seisi ruangan. Sepertinya, ia sudah keluar dari ruang ICU. Taehyung membuka mata, sontak berdiri saat melihat dokter.

"Sedih boleh, tapi jangan sampai membahayakan nyawamu." Dokter dengan nametag Min Yoonjae tersebut tersenyum sembari mendekat ke arah Jimin. Jimin tersenyum kikuk, malu bahwa dokter yang menanganinya membahas perihal kejadian terakhir kali.

"Kabar buruknya karena kesedihanmu dan kondisimu mendadak drop secara drastis, bisa dikatakan kau koma selama seminggu terhitung dari hari itu."

Wow. Jimin hampir menganga mendengarnya. Namun, begitu ia menyadari satu hal, Jimin sontak menyentuh dadanya. Seingat Jimin, terakhir kali sebelum koma, dadanya masih terpasang selang dan banyak sekali peralatan medis.

"Kabar baiknya, pemulihan tulang rusuk dan paru-parumu berlangsung lebih cepat karena koma."

Dokter Min menyentuh pergelangan tangan Jimin, memeriksa denyut nadinya. "Atau mungkin karena kau atlet maka dari itu imun tubuhmu kuat-kuat ya?"

Dokter Min tersenyum saat menjelaskannya, sedikit banyak membuat Jimin tersenyum walau ia tidak bisa membuka mulutnya. Dokter Min tengah menghibur, dan Jimin menghargainya.

"Bisa berbicara?"

Jimin berusaha membuka mulutnya. Begitu terbuka, sama sekali tidak ada suara yang keluar. Senyum di wajah Dokter Min memudar, ia menoleh pada perawat. "Buat surat rujukan pada dokter syaraf dan secepat mungkin lakukan fisioterapi. Cederanya mungkin sedikit berimbas pada syaraf."

Jimin terdiam. Dadanya bergemuruh, rasanya ingin kembali menangis dan protes pada dokter. "Jadi, maksudnya... Jimin bisu?" Ucap Taehyung tiba-tiba.

Dokter Min menoleh pada Taehyung yang berdiri tak jauh darinya. Dokter Min menggeleng, memberi sedikit kelegaan pada benak Taehyung.

"Ini salah satu efek trauma benturan yang dialami tubuh. Bisa dilatih dan pasien akan sembuh tergantung dari niat."

"Bisa menggerakkan tangan?"

Jimin mengangkat kedua tangannya, menggenggam jemarinya kemudian ia menurunkan kembali tangannya setelah Dokter Min mengangguk.

"Bisa menggenggerakkan jari kaki?"

Tidak bisa. Padahal Jimin sudah bersusah payah untuk menggerakkannya. Mata Jimin berkaca-kaca, menatap Taehyung frustasi.

"Baik. Jadwalkan fisioterapi besok untuk pasien."

"Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja. Terus latih suaramu ya. Saya permisi dulu." Dokter Min menyentuh lengan Jimin, menepuknya pelan, kemudian melenggang pergi.

Jimin memejamkan matanya, membiarkan air matanya menetes. Taehyung mendekat, menghampiri Jimin dengan berkaca-kaca.

"Kau bisa melewatinya, ada aku."

Air mata Jimin terus mengalir, sementara Taehyung kini sudah menggenggam jemarinya. Jimin mengorbankan impiannya, apa ia harus mengorbankan tubuhnya juga? Tidak adil.

Semua akan baik-baik saja kan, Taehyung?
Aku bisa, kan?

Semua akan baik-baik saja kan, Taehyung?Aku bisa, kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Perfect: Sequel of Bring Me To Life ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang