Bagi Jimin, sampai saat ini semuanya masih terasa seperti mimpi.
Kecelakaan, cedera yang membuatnya kehilangan cita-cita, ayah sakit, kehilangan ibu, kehilangan Taehyung.
Lucu sekali, semua tiba-tiba terjadi secara beruntun di hidupnya tanpa ampun.
Jimin terbangun dari tidurnya. Ia beranjak duduk di ranjang dengan peluh yang membasahi lehernya serta wajah. Rambutnya basah, tangannya gemetar.
"Taehyung?"
Ia memimpikan Taehyung. Bermimpi Taehyung jatuh dari gedung rumah sakit. Mimpinya kacau, semua kejadian rasanya campur aduk, tumpang tindih dan berantakan.
Taehyung yang bersimbah darah, Taehyung yang tersenyum sembari melambai dan jatuh.
Jimin berdiri, melangkahkan kakinya keluar kamar kemudian berlari pada ruang gelap rumahnya menuju kamar Taehyung. Jimin membuka kasar pintu kamar Taehyung dan menciptakan suara yang cukup keras di tengah malam.
Jimin mengedarkan pandang, merasakan hawa dingin kamar Taehyung. Kamar gelap dengan lampu balkon kamar yang menyala.
Air mata Jimin merebak, tidak ada siapapun.
Jimin menghidupkan lampu, "Taehyung?"
Jimin mendekati ranjang yang masih tertata rapi kemudian berjalan menjauh dan membuka kamar mandi di dalam kamar, "Taehyung?"
Setetes air mata luruh dari mata Jimin, ia berlari menuju balkon kamar Taehyung, membuka pintu kaca dan mengedarkan pandangnya.
"Taehyung!"
Jimin terisak kala ia tidak bisa menemukan presensi Taehyung dimanapun sejak kemarin. Jimin terengah, meraup oksigen dan kembali terisak.
Jimin ingat, terakhir kali ia bertengkar hebat dengan Taehyung terjadi di balkon ini. Dengan air mata berderai, Jimin memukul habis-habisan Taehyung yang sedang sakau.*
Hancur berkeping-keping Jimin saat menyakiti Taehyung dengan tangannya sendiri. Jimin hancur saat merengkuh Taehyung yang terkulai lemas usai ia memukulnya.
Jimin menangkap tubuh Taehyung yang akan roboh, memeluknya dan ikut merosot. Jatuh terduduk di lantai balkon bersama dengan Jimin yang masih menahan tubuh Taehyung. Jimin terisak, memeluk Taehyung dengan berulang kali mengucap kata maaf, "Maaf, Taehyung. Maaf."
Taehyung tersenyum tipis saat Jimin terisak hebat dengan memeluknya erat.
Taehyung mengangkat tangannya perlahan, menghapus air mata Jimin yang luruh tidak terkendali.
"Jangan menangis."
Setelah berucap demikian Tangan Taehyung jatuh di pangkuannya dan sontak membuat Jimin panik, "Taehyung!"
(*Bring Me To Life, chapter 17)
Jimin menghapus air matanya, berjalan keluar dari kamar Taehyung dan turun ke lantai satu menuju kamar ibu dan ayah.
Jimin membuka pintu menatap ayah yang sendirian di atas ranjang, baru saja terbangun karena pintu terbuka. Air mata Jimin kembali luruh, membuat ayah sontak membuka penuh matanya dan buru-buru menghampiri Jimin.
"Kenapa, nak? Mimpi buruk lagi?"
Jimin terisak saat kedua tangan ayah menyentuh bahunya, "Ibu tidak ada, Taehyung juga tidak ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect: Sequel of Bring Me To Life ✔
FanfictionSebuah kisah antar dua insan yang melalui kenangan demi kenangan, musim demi musim, hari demi hari untuk mencari tujuan kemana harus pergi dan berteduh. Sangat disarankan baca book sebelumnya; Bring Me To Life terlebih dahulu.