ACT-24 : First Snow

2.1K 300 118
                                    

"We’re on some path that’s set since we’re born, but I still believe we can change some things. So, I believe in my faith but I still don’t believe in my fate." Kim Namjoon, BTS.

_____

Tepat satu hari usai kejadian kasus bunuh diri Taehyung, pihak kepolisian yang menginterogasi Jimin sempat kewalahan karena Jimin tidak mau membuka mulut sama sekali. Sudah beribu kali mereka bertanya, Jimin tetap diam tanpa menjawab.

"Tuan, kami tahu anda masih terpukul, tapi kami butuh kerjasama anda untuk menceritakan kejadian secara kronologis."

Jimin terdiam, kepalanya tertunduk menatap jemari kecilnya. Tatapan matanya kosong, tidak ada binar disana.

"Sekali lagi, tuan. Apa anda mengetahui alasan saudara Taehyung yang sampai nekat bunuh diri?"

Jimin mengernyit, tidak ingin bercerita apapun. Jimin tidak mempercayai siapapun. Tapi disisi lain, ia ingin cepat-cepat pergi dari sini.

"Saya ulangi, tuan. Apa anda—"

"Masalah keluarga, kematian anggota keluarga, masalah pribadi, perundungan. Sudah, bapak?" Jimin memotong pertanyaan polisi yang sontak membuat hening ruang interogasi.

Dan sejak saat itu, Jimin juga tidak diperbolehkan memakai internet dan melihat media lainnya oleh ayah. Jimin menjauh sementara
dari kehidupan sosialnya sampai kondisi mentalnya benar-benar membaik. Banyak pihak televisi yang ingin meliput wawancara dengan Jimin namun justru berakhir ayah yang menggantikan Jimin diwawancara.

Semuanya kacau semejak Taehyung pergi.

Jika saja Jimin tidak kehilangan kendali pagi itu, Taehyung mungkin masih ada bersamanya kini. Bercanda bersamanya, menangis bersamanya, dan tertawa bersamanya.

Jimin mengedarkan pandangannya, menatap setiap alat berat dan area panahan milik Taehyung pada ruang latihan di rumahnya.

Sudah lama sekali ia tidak menginjakkan ruang ini. Tampak tidak berdebu, sepertinya Bibi Yoo membersihkannya dengan telaten.

Dada Jimin berdenyut nyeri saat ia menyentuh alat-alat berat miliknya yang dibeli oleh ibu untuk ia berlatih. Mata Jimin berkaca-kaca, tangannya mengusap barbel besarnya dengan wajah yang menyendu menahan tangis.

"JIMIN! JIMIN! JIMIN! YEAH!"

Penonton bersorak ricuh saat Jimin menyejajarkan kedua kakinya dan menjatuhkan barbel besar seberat seratus kilogram yang berhasil ia angkat pada lantai turnamen. Debuman besi yang membentur lantai terdengar kencang seiring bertambah riuh tepuk tangan penonton yang menyemangati Jimin.

Jimin mengatur napas dengan peluh yang bercucuran, melirik pada tribun tempat keluarganya berada. Taehyung memakai pakaian lucu-lucu kecuali ibu yang masih mengenakan seragam kantor dan ayah yang memakai jas dokternya.

Jimin terkekeh saat ia menyadari Taehyung tengah melompat-lompat dengan pakaian ayam dan bersorak.

Jimin tersenyum tipis saat mengingatnya. Terlalu banyak kenangan Jimin bersama Taehyung, baik itu kenangan menyakitkan, maupun menyenangkan. Terlalu banyak pula kenangan di ruangan ini yang tidak pernah bisa ia lupakan.

"Wah, wah coba lihat otot-otot bisep yang semakin hari semakin kekar itu. Lama-lama kau akan terlihat seperti John Cena."

Taehyung menggaruk pantatnya sembari berbaring miring pada ruang latihan dan menonton Jimin berlatih. Suara debuman terdengar saat barbel Jimin terbanting ke lantai dan badan Jimin terjungkal ke belakang karena tidak berhasil mengangkatnya.

Perfect: Sequel of Bring Me To Life ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang