Persiapkan hati, ya. Part ini 2,5k words lebih dan sedikit menyayat-nyayat hati. Aku sampe galau gara-gara nulis part ini wkwk.
Selamat membaca sambil menikmati malam takbir. Mohon maaf lahir batin❤
_____
Lambat Jimin menyadari bahwa pondasinya tidak lagi kokoh, hampir ambruk. Jimin tidak meminta banyak. Kalau bisa meminta pada sinterclause, Jimin ingin meminta kehidupannya tidak seperti ini. Jimin putus asa, sepertinya Tuhan belum bisa memberi jawaban atas masalah-masalahnya selama ini.
"Taehyung belum cerita? Semalam ia diseret polisi dan terjebak disana sampai tengah malam."
"Apa?"
Jimin sontak menoleh pada Taehyung yang kini bergerak gelisah. Sekilas, netranya memandang bibir bergetar Taehyung.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Jimin kembali mendongak, menatap sang ayah, "Bukankah Taehyung semalam menemui temannya?"
"Taehyung tidak pernah punya teman dari dulu, kecuali dirimu."
"Aku punya! Semalam aku memang menemui temanku!" Taehyung menjawab dengan intonasi yang sedikit dinaikkan dan sontak mendapat tatapan murka dari sang ayah sebagai balasannya.
"Mengertilah, orang itu ingin menuntutmu. Kau akan dipenjara jika begini, Taehyung!"
Taehyung menggeleng, "Aku tidak bersalah, ayah."
Jimin tidak mengerti. Ayahnya memijat pelipis, nampak mengerutkan dahi karena pusing. Napas Taehyung terengah, dengan matanya yang memerah menatap ayah. Sementara itu, Jimin masih dibuat bungkam. Siapa yang ingin menuntut Taehyung? Eunha? Atau orang lain?
"Jimin."
Lamunan Jimin buyar. Sementara, Ayah kembali menatap Jimin dan melepas genggaman tangan anak tirinya. Raut wajah ayah tampak sangat lesu dan lelah.
"Jangan merepotkan, cepatlah kembali berjalan agar tidak usah fisioterapi semacam ini lagi. Kau tahu biaya fisioterapi tidaklah murah lalu kau malah terjatuh saat itu dan kembali memperburuk kondisimu."
Jimin menarik tangannya. Dengan pandangan mata yang kembali kosong, ia menyentuh dadanya. Detak jantungnya terasa semakin cepat, sesak rasanya. Ayahnya mendadak berbicara topik diluar pertengkaran mereka. Ia tidak mengerti sejak kapan dan bagaimana ayahnya tahu mengenai kejadian itu.
Ayahnya pun sering berbicara seperti itu. Namun, Jimin tidak menyangka rasanya akan sesakit ini.
Jimin menurunkan pandangan matanya, menatap lantai dengan keramik putih. Ia berucap pelan, "Iya, ayah."
"Jimin tidak salah yah," Bela Taehyung.
Jimin menghela napas, "Ayah dinginkan kepala dulu. Biar aku yang berbicara dengan Taehyung."
Like father, like son.
Ayah dan Taehyung sama-sama tempramental bila terlalu banyak masalah yang mereka hadapi. Jika sudah dalam keadaan panas begini, biasanya ibu yang bisa menenangkan ayah agar suasana tidak semakin mencekam. Tapi, sekarang ibu sudah tidak ada.
"Jangan banyak berbicara lagi. Kau mengingatkanku dengan ibumu."
Jimin menutup matanya, mengatur napas dengan dada yang semakin sesak. Sesaat Jimin hampir memutuskan untuk tidak peduli namun ia tidak bisa. Sayup-sayup gendang telinganya menangkap suara langkah kaki ayah yang menjauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect: Sequel of Bring Me To Life ✔
FanfictionSebuah kisah antar dua insan yang melalui kenangan demi kenangan, musim demi musim, hari demi hari untuk mencari tujuan kemana harus pergi dan berteduh. Sangat disarankan baca book sebelumnya; Bring Me To Life terlebih dahulu.