ACT-10 : Behind The Mask

2.1K 307 72
                                    

Saat membuat bagian ini, aku mendengarkan lagu Lee Hi — Breathe.
Berhasil menguras emosi dan hampir buat batal puasa gara-gara monanges. Hihi, kalau ingin mendengarkan sambil membaca gapapa, nggak juga gapapa.
Selamat membaca, borahaeee

___

Ingat? Hidup Jimin selalu dituntut untuk sempurna oleh orang lain.

Memiliki keluarga yang utuh, bahagia dan tentram. Prestasi yang menakjubkan. Tuturnya lembut dan sopan. Karakter dan kepribadian yang baik. Selalu tersenyum hangat dan tidak menunjukkan air matanya.

Semakin dikenal, semakin mereka ingin tahu seluk-beluk kehidupannua. Semakin memaksa Jimin untuk hanya menunjukkan hal-hal baik saja. Orang lain hanya ingin melihat sisi terangnya saja, namun enggan melihat sisi di balik topengnya.

Jimin juga manusia. Remaja berumur dua puluh satu tahun yang terkadang masih kerap kali mengalami perubahan mood yang naik-turun.

Popularitasnya di universitas melambung tinggi. Selain karena memang prestasinya, latar belakang keluarga dan perspektif, sudut pandang mahasiswa-mahasiswi lain pun membuat namanya dikenal se-antero universitas. Sempat seluruh universitas membahas topik panas mengenai seorang mahasiswa kedokteran yang terbelit kasus narkoba sampai dikeluarkan dari universitas, dan ia merupakan anak seorang pembunuh. Kim Taehyung, saudara tiri sekaligus sahabat hidupnya.

Semua opini masyarakat semakin kuat lantaran mengetahui berita tentang mama Taehyung yang membunuh papa tirinya. Sementara kejanggalan tentang Jimin dan Taehyung yang bersaudara pun semakin memperkuat opini mereka. Bahwa keluarga mereka adalah keluarga yang tidak beres.

Jimin tentunya tidak menjawab satupun pertanyaan dari teman-temannya mengenai 'apa yang terjadi dengan keluarganya' dan 'Taehyung itu apa memang benar begitu?'. Biarkan mereka dengan opininya sendiri dan Jimin fokus untuk menemani Taehyung yang sedang menjalani rehabilitasi dan pemulihan saat itu.

Jimin pun selalu berusaha meyakinkan bahwa Taehyung tidak seburuk itu.

"Kalian semua sama saja. Kalian minum saat stres dan aku yakin beberapa dari kalian yang terus membicarakan tentang Taehyung dan keluargaku, banyak juga yang menggunakan pil-pil penenang itu. Banyak juga dari keluarga kalian yang tidak utuh dan kacau. Politik adalah politik. Hukum adalah hukum. Opini hanya akan menjadi opini. Actually, you knows nothing about us."

Jimin baru bisa menjelaskan pendapatnya sebagai saudara Taehyung ketika salah satu media meminta pendapatnya mengenai isu yang sedang hangat di universitasnya dan masyarakat sekitar. Terucap begitu saja saat ia berada dalam sesi wawancara usai memenangkan medali perak di sebuah olimpiade.

Topik yang masih panas mendadak mereda dengan sendirinya usai mendengar tutur Jimin. Panas menjadi dingin. Semua orang tidak lagi memerdulikan kasus tersebut dan terkesan masa bodoh terlepas dari benar tidaknya opini mereka tentang Taehyung dan Jimin.

Jimin ingat bagaimana tangisan Taehyung saat mamanya dihukum mati. Sampai rasanya sakit akibat luka tusuk di perut Taehyung yang belum mengering tidak sebanding dengan rasa sakit hatinya.

Begitu pula dengan sakit tulang belakang Jimin dan rusuknya yang retak tidak sebanding dengan rasa sesak saat kehilangan kedua orang tua kandungnya dan sesal yang masih menggerogoti. Meski ayah Taehyung sudah seperti ayahnya sendiri, orang tua kandung adalah segalanya bagi Jimin. Darah dagingnya.

Jimin punya dua benteng utama yang membuatnya bertahan. Satu benteng sudah hancur saat kematian ayah kadungnya. Kali ini, satu benteng lain kembali hancur karena kepergian ibunya yang mendadak sekali.

Perfect: Sequel of Bring Me To Life ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang