Erol POV
Setibanya di mansion, aku membuka pakaianku dengan kasar. Tega sekali ayah ibuku berbuat itu di belakangku. Mereka tahu benar aku tak akan pernah menikah dan melepaskan hidup bergonta ganti pasangan itu. Aku menuangkan segelas whiski dan meneguknya cepat. Panas seketika menjalas di seluruh tenggorokanku, aku membutuhkan ini. Aku sangat marah. Wanita itu.... wanita itu.... aku menggenggam gelas erat. Memang benar jika dia sangat seksi dan pastinya akan menjadi pemuas hasratku yang pas tetapi... menikah?
ARGGGGGHHHHH...
Aku melemparkan gelas yang berada di tanganku kearah dinding. Aku memencet intercom dan seketika dua orang pelayanku menghadap. "BERESKAN!!!!" teriakku tegas dan menuju kamar mandi mendinginkan kepalaku.
1 jam kemudian aku sudah bertengkar hebat dengan ayah dan ibuku di ruang tamu. "Papi tahu aku belum ingin menikah!" kataku tajam. Ayahku balik menatapku tajam.
"Kamu berani berbicara dengan nada tinggi terhadap mami sama papi?" desis ayahku dengan suara baritonnya.
Dakota menarik tanganku dan menenangkanku. "Kak... sudah."
"Lepaskan!" kataku kembali bangkit. "Kalian sungguh keterlaluan."
"Nak..." kata ibuku menengahi. "Daisy adalah calon yang baik untukmu."
"Keluarganya seperti keluarga frustasi! Mereka hanya menginginkan uang kita!"
"EROL!" akhirnya ayahku mengeluarkan suaranya yang menggelegar. Aku dan Dakota bergidik dan terdiam seketika. Ibuku hanya mematung tak bergerak. "Apa yang salah? Akses ke Jepang juga bisa memperluas bisnismu. Papi sudah memberimu tenggang 2 tahun bukan untuk memasuki market itu? Tetapi kamu tidak bisa! Lalu kesempatan ini datang, mami papi sangat menyukai Daisy. Sosoknya akan sangat baik membantumu dalam perusahaan dan membina rumah tangga. Secara fisik dan background pendidikan pun menakjubkan." Terang ayahku panjang lebar. Aku hanya mendengarkan dalam diam. "Lalu apa yang salah? Dia dari keluarga baik-baik, atau kamu memang ingin menikahi salah satu dari wanita-wanita jalang itu?"
"Papi..." potong ibuku saat mendengar kata 'jalang'. "Nak... Daisy sangat baik. Mami bercakap dengannya lama seminggu ini, bukan hanya hari ini. Sosoknya memang sangat dingin tetapi hatinya hangat. Kamu akan jatuh cinta jika mengenalnya dengan dekat. Percayalah. Ini insting seorang ibu." Ibuku mencoba menengahi.
Mendengar kata 'cinta' aku bangkit dengan marah. Cinta? Cih!!!! Kata itu sangat menjijikan. Aku berlalu pergi mengabaikan panggilan Ibuku dan Dakota. Jika lebih lama berdiskusi tentang itu, aku akan menggila. Daisy? Namanya yang terlampau lembut untuk sosok dingin sepertinya. Aku sudah terlampau lelah. Kembali ke Indonesia, aku ingin beristirahat tetapi justru berita ini yang membuat kepala dan hatiku semakin panas. Aku melangkahkan kaki menuju halaman parkir untuk kembali ke penthouse milikku.
"Tuan besar menginginkan anda menginap malam ini." Terang Carolus.
"Damn!!!!" makiku. Sekarang kedua orangtuaku mengurungku dan melarangku kemanapun. Seluruh pengawalku jelas lebih mematuhi ayahku yang berkuasa itu. Aku menatap Carolus yang memasang wajah kuatir dan menghela napas. Siapa yang tak takut dengan ayahku?
"Baiklah. Kamu bisa kembali berjaga." Kataku pada akhirnya. Aku kembali menuju kamarku dan memilih beristirahat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caramel Sunset (COMPLETED)
RomanceWARNING!!! 21+ (Sudah di peringatkan ya. Jangan ngeyel yang belum cukup usia.) *Belum diedit sedikitpun. Penuh gramatikal eror.* "Kamu cinta dia bukan aku. Aku bisa memiliki semuanya, tapi tidak dengan hatimu." Kecewa Erol. "Aku memberikannya padamu...